Ombudsman Sebut Meski Ada 3 Malaadministrasi, Pj yang Sudah Diangkat Tetap Sah

19 Juli 2022 16:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana pelantikan lima penjabat gubernur yang dipimpin Mendagri Tito Karnavian (kedua kiri) di Kemendagri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pelantikan lima penjabat gubernur yang dipimpin Mendagri Tito Karnavian (kedua kiri) di Kemendagri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyatakan terdapat tiga malaadministrasi dalam proses pengangkatan penjabat (Pj) kepala daerah. Sehingga, ORI merekomendasikan tiga tindakan korektif kepada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian terkait pengangkatan Pj tersebut.
ADVERTISEMENT
Salah satu malaadministrasi tersebut yakni terjadi dalam proses pengangkatan Pj kepala daerah. Salah satunya merujuk pada pengangkatan Brigadir Jenderal Andi Chandra As’Aduddin, sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat. Dia merupakan TNI aktif saat ditunjuk sebagai Pj bupati.
Selain itu, saat proses pengisian Pj pun, Kemendagri belum memiliki aturan turunan sebagaimana dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor Nomor 67/PUU-XIX/2021.
Lantas, apakah dengan sejumlah malaadministrasi tersebut, Pj yang sudah dilantik harus batal?
Anggota ORI Robert Na Endi Jaweng mengatakan para Pj itu tetap sah.
"Tinjauan kembali, atau perlu merumuskan ulang dan sebagainya itu, adalah pesan yang kita sampaikan. Termasuk misalnya sampai hari ini belum ada aturan pelaksana, bukan berarti yang sudah terjadi yang sudah diangkat dia tidak sah, tidak, tetap sah. Sudah diangkat dengan aturan yang ada, tapi karena tak ada aturan pelaksana ini buat tata kelola pengangkatan penjabat menjadi masalah," ucap Robert dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (19/7).
ADVERTISEMENT
Dia menyerahkan penilaian soal hal tersebut kepada masyarakat. ORI, kata dia, melihat dan merespons yang akan terjadi ke depannya, agar proses pemilihan Pj kepala daerah ini tak lagi melanggar administrasi.
"Yang menjadi poin utama Ombudsman adalah mencegah terjadinya berbagai kerusakan pelanggaran administrasi lagi ke depan, diharapkan yang masih banyak ini tidak kemudian terbebani lagi dengan berbagai masalah-masalah administrasi," kata Robert.
"Kita berharap dan inginkan kejadian-kejadian malaadministrasi yang terjadi dalam 2 putaran tidak terjadi lagi," sambung dia.
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng. Foto: Youtube/@Ombudsman
Di sisi lain, Robert juga menyampaikan soal pentingnya dibuat peraturan pelaksana proses pemilihan Pj kepala daerah. Menurutnya, dalam pemilihan Pj saat ini, masih mengacu pada aturan lama. Padahal, aturan itu bukan untuk mengatur Pj kepala daerah. Salah satunya yakni aturan soal pelaksana tugas (plt).
ADVERTISEMENT
"Plt zaman dulu itu semua tahu hanya mengisi waktu tertentu 3 bulan ketika itu kampanye diangkatlah plt selama 3 bulan, setelah kampanye (berakhir) kembali lagi plt berakhir. Itu semua diatur regulasi yang lama," kata dia.
"Terkait penjabat ini sesungguhnya kita tak punya aturan yang solid, yang kita pakai itu terkait Plt atau Pjs, bukan penjabat. Kami meminta perlu adanya rekonsiliasi semua aturan lama yang masih berlaku itu kemudian dilihat relevansinya dengan tantangan kekinian apa. Kemudian kebutuhan khusus terkait penjabat," sambung dia.
Dia pun mencontohkan apabila Pj kepala daerah harus memimpin suatu daerah untuk waktu yang lama dalam kondisi kewenangan dan batasan-batasannya belum diatur secara jelas. Atas dasar itu, salah satu rekomendasi tindakan korektif kepada Mendagri dari ORI yakni mengusulkan pembuatan PP aturan turunan penunjukan Pj.
ADVERTISEMENT
"Misalnya kalau sekarang itu menjabat untuk 2 tahun atau lebih, kan selama 1 tahun atau lebih ada penyusunan RKPD, karena RKPD itu setiap tahun. Pasti ada penyusunan APBD karena itu setiap tahun. Dulu tidak diatur karena (plt) itu 2 atau 3 bulan. Menduduki 2-3 bulan itu RKPD tidak perlu dibuat karena sudah ada," ucapnya.
"Si penjabat ini benar-benar hal itu harus dipersiapkan. Hal ini kita lihat pengangkatan pejabat yang sudah terjadi tetap sah, tapi usahakan yang terjadi pelanggaran administrasi proses pengangkatan ini jangan sampai terjadi di putaran selanjutnya," sambung dia.