Ombudsman Temukan Maladministrasi pada Biodiesel dan Peremajaan Sawit

10 Desember 2019 21:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengujian bahan bakar B30 sudah 80 persen. Foto: Ghulam Muhammad Nayazri / kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengujian bahan bakar B30 sudah 80 persen. Foto: Ghulam Muhammad Nayazri / kumparan
ADVERTISEMENT
Ombudsman mengkaji kebijakan pelaksanaan Mandatori B20 atau bahan bakar nabati. Dari temuannya, Ombudsman menyoroti beberapa hal, seperti industri Biodiesel.
ADVERTISEMENT
Anggota Ombudsman, Ahmad Alamsyah Saragih, mengatakan, sarana dan prasarana untuk kebijakan ini belum memadai.
"Sarana penyimpanan yang dimiliki BU BBM (Badan Usaha Bahan Bakar Minyak) belum memenuhi standar yang diatur dalam pedoman penanganan dan penyimpanan bahan bakar biodiesel, serta belum adanya petunjuk penyimpanan B20 untuk jangka waktu lebih dari 3 bulan," ujar Alam dalam siaran persnya, Selasa (10/12).
Anggota Ombudsman, Ahmad Alamsyah Saragih. Foto: Abyan Faisal Putratama/kumparan
Alam juga menyoroti pasokan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) untuk program mandatori ini. Menurutnya, penyaluran FAME akan menemui kendala. FAME merupakan bahan baku hayati dan biomassa yang diproses secara esterifikasi.
"Mekanisme punishment untuk BU BBN yang wanprestasi dalam melaksanakan tugas penyaluran FAME akan sulit dilakukan karena peningkatan bauran diperkirakan menyebabkan kurangnya pasokan FAME untuk program B30," tutur Alam.
ADVERTISEMENT
Besarnya pembayaran insentif biodiesel juga diklaim akan berdampak pada kurangnya alokasi dana pada sektor lain. Seperti peningkatan sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit.
Selain itu, ketidakpastian waktu pencairan dana insentif biodiesel juga menjadi perhatian. Menurutnya, ini terjadi karena kurang koordinasi antara peraturan Menteri dengan SOP BPDPKS.
"Ketidakpastian disebabkan masih ada disharmonisasi antara peraturan Menteri yang mengatur standar pelayanan minimum pencairan insentif dengan SOP BPDPKS," imbuh dia.
Tak hanya industri biodiesel, ia juga berkomentar soal peremajaan kebun sawit. Pihaknya masih menemukan kesulitan dalam persyaratan administrasi.
"Dalam pelaksanaannya. program PSR (peremajaan sawit rakyat) kurang menarik minat pekebun karena sulitnya pemenuhan persyaratan administratif yang rumit," sebut dia.
Launching penanaman peremajaan kebun kelapa sawit Foto: Aprilandika Hendra/kumparan
Pencairan dana peremajaan sawit juga terkesan masih bertele-tele. Seharusnya, pencairan bisa dilakukan dalam waktu 21 hari, tapi kenyataannya bisa lebih lama daripada itu.
ADVERTISEMENT
"Dalam praktik pencairan dana memakan waktu hingga satu tahun sehingga menghilangkan minat pekebun untuk melakukan peremajaan," jelasnya.
Ia juga menganggap program ini belum menjangkau pekebun sawit swadaya. Sebab, kurangnya imbauan dari instansi terkait dalam mengumumkannya ke publik.
"Kurangnya sosialiasi mengakibatkan sulitnya pekebun swadaya membentuk kelembagaan tani untuk mengajukan PSR sehingga tidak terpenuhinya target PSR," katanya.
Selain itu, hambatan dana pendamping dalam kebijakan ini juga perlu diperbaiki.
"Dana pendamping untuk PSR sebesar Rp 35 juta/ha dirasa terlalu besar dibanding kebutuhan riil pekebun. Dana ini menjadi masalah karena harus disiapkan bersama dengan dana bantuan BPDPKS," ungkap dia.
Atas kajiannya, Ombudsman meminta beberapa hal kepada instansi terkait, yakni:
1. Kepada Kementerian ESDM untuk meninjau kembali rencana peningkatan mandatori biodiesel ke B30 dengan terlebih dahulu melalukan perhitungan neraca produksi dan kebutuhan FAME nasional
ADVERTISEMENT
2. Kepada Kementerian Pertanian, untuk melakukan evaluasi dan perubahan peraturan Menteri yang mengakomodir peremajaan perkebunan kelapa sawit swadaya dengan pelibatan pihak ketiga untuk mempercepat target peremajaan dan pemuktahiran data perkebunan kelapa sawit yang memerlukan peremajaan dengan kategori clear and clean.
3. Kepada Kementerian Keuangan, untuk meminta BPKP melalukan review terhadap sistem pembiayaan peremajaan perkebunan sawit untuk pelaksanaan lebih massif dan sesuai dengan ketentuan pengelolaan keuangan negara.
4. Kepada BPDPKS, untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan dana pendamping dengan skema anggaran peremajaan perkebunan kelapa sawit dengan dana BPDPKS.
5. Kepada PT Pertamina (Persero) untuk melengkapi infrastruktur penyimpanan biodiesel yang memenuhi spesifikasi sesuai pedoman umum penanganan dan penyimpanan bahan bakar biodiesel dan campuran biodiesel.
ADVERTISEMENT