Ombudsman: TNI Jadi Pj Kepala Daerah Harus Sudah Tak Aktif atau Pensiun Dini

19 Juli 2022 17:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng. Foto: Youtube/@Ombudsman
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng. Foto: Youtube/@Ombudsman
ADVERTISEMENT
Ombudsman RI melakukan pemeriksaan atas laporan dari KontraS, ICW, dan Perludem soal proses pemilihan penjabat (Pj) kepala daerah. Salah satu laporannya yakni terkait diangkatnya perwira TNI aktif sebagai Pj kepala daerah.
ADVERTISEMENT
Perwira tersebut yakni Brigadir Jenderal Andi Chandra As’Aduddin. Dia ditunjuk sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat.
Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng menyatakan pihaknya telah memintai keterangan dari sejumlah pihak soal laporan tiga organisasi masyarakat sipil tersebut. Salah satunya yakni dari Kepala Badan Pembina Hukum TNI.
Hasilnya, TNI mengaku tak pernah mengusulkan prajurit TNI aktif menjadi Pj kepala daerah. Dalam pengangkatannya pun, TNI tak diikutsertakan. Selain itu, dibahas juga soal aturan pengangkatan anggota TNI dalam jabatan di luar instansi.
"Pada prinsipnya anggota aktif TNI hanya dapat menduduki jabatan pada sejumlah bidang dan instansi, ada 10. Jabatan di luar itu, termasuk jabatan kepala daerah, perlu merujuk secara lengkap UU TNI dan UU ASN," kata Robert dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (19/7).
ADVERTISEMENT
Dalam UU ASN, diatur bahwa penjabat hanya bisa ditunjuk bagi pejabat madya untuk level gubernur dan pratama untuk bupati/wali kota. Namun tak hanya itu, untuk anggota TNI, terdapat aturan bahwa dia harus terlebih dahulu nonaktif dari keanggotaan.
"Bukan saja dia berasal dari lingkup pejabat madya, tapi status kedinasannya juga penting, mereka sudah tidak menjadi prajurit aktif. Kalau dia misalnya diangkat dalam posisi prajurit aktif, dia seharusnya mengundurkan diri. Seperti itu pemaknaan yang ada dalam UU TNI dan ASN," ucapnya.
"Dia juga status kedinasan yang bersangkutan harus clear, dia tidak lagi merupakan prajurit aktif. Kalau pun harus diambil dari sana, pastikan ketika dia menjadi pejabat status kedinasannya harus berakhir, pensiun dini," sambung Robert menegaskan dalam sesi tanya jawab dengan wartawan.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
Apa yang disampaikan oleh Robert ini sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Hal tersebut tertuang saat UU Pilkada digugat, terkait dengan pengisian Penjabat yang ditunjuk menggantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang habis masa jabatannya.
Saat itu yang digugat yakni Pasal 201 ayat (10) UU Nomor 10/2016 yang berbunyi: “Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi Madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Penggugat menilai pasal dalam UU Pilkada tersebut bertentangan dengan konstitusi. Namun, MK menilai ketentuan dalam Pasal 201 ayat (10) UU Pilkada tersebut sudah sesuai dengan konstitusi. Gugatan pun ditolak.
Meski ditolak, MK juga turut mempertimbangkan sejumlah hal dalam pengisian Penjabat kepala daerah. Yakni ketentuan pengangkatan pejabat pimpinan tinggi madya untuk jabatan gubernur dan pejabat pimpinan tinggi pratama untuk jabatan bupati/wali kota.
ADVERTISEMENT
MK merujuk pada UU Nomor 5 Tahun 2014 (UU ASN) bahwa Jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN dan Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Pengisian Jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit TNI dan anggota Polri dilaksanakan pada Instansi Pusat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU 34/2004) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU 2/2002).
"Jika merujuk pada ketentuan Pasal 47 UU 34/2004 ditentukan pada pokoknya prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan," bunyi pertimbangan MK.
ADVERTISEMENT
Namun ada pula jabatan yang diperbolehkan untuk prajurit TNI aktif. Yakni jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung. Meski demikian, pengisian jabatan-jabatan tersebut harus didasarkan atas permintaan pimpinan kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian.