ORI DIY Temukan Maladministrasi di Kasus Perkosaan Mahasiswi UGM

11 April 2019 22:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala ORI DIY, Budhi Masthuri/ Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala ORI DIY, Budhi Masthuri/ Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Ombudsman RI DIY menemukan dugaan maladministrasi dalam kasus dugaan perkosaan mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM) oleh rekannya saat KKN di Pulau Seram, Maluku, 2017 silam. Hal itu tertuang dalam Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LHAP).
ADVERTISEMENT
Kepala ORI DIY, Budhi Masthuri, mengungkapkan maladministrasi yang dimaksud terkait prosedur penanganan di kampus.
“Ada maladministrasi dalam hal prosedur. Tapi dalam hal waktu, tidak ada penundaan berlarut, jadi tidak ada maladministrasi,” kata Budhi di kantornya, Kamis (11/4).
Dia mengatakan penanganan kasus dari awal hingga tanggal 19 November yang tidak sesuai dengan Peraturan Rektor Nomor 711/P/SK/HT/2013 tentang Tata Perilaku Mahasiwa UGM. Peraturan tersebut menjelaskan ketika terjadi pelanggaran maka harus dibentuk komite etik.
Namun, yang terjadi kala itu justru dibentuk tim pencari fakta yang membuat penanganan menjadi lamban.
“Sebetulnya sudah ada instrumen, begitu ada pelanggaran langsung dibentuk namanya komite etik, tidak ada itu dibentuk tim pencari fakta. Tim komite etik yang akan melakukan penyelidikan pemeriksaan sampai memberikan rekomendasi. Itu tidak dilakukan ada ketidaksesuaian prosedur,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Meski waktu penanganan bukan termasuk maladministrasi seperti dalam hal prosedur, namun Budhi tak menampik penanganan di bawah pimpinan Kasubdit KKN Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat (DPKM) dianggap tidak kredibel.
“Bahwa lamanya waktu penanganan laporan AN oleh rektor dan jajarannya bukan karena penundaan berlarut atau maladministrasi, melainkan proses penanganan dan hasil pemeriksaan sebelumnya di bawah pimpinan Kasubdit KKN DPKM tidak cukup kredibel,” bebernya.
Dari hasil pemeriksaan ORI DIY, laporan korban ke dosen pembimbing lapangan KKN mendapat respons baik sehingga dibentuk tim pencari fakta. Tetapi, nyatanya rekomendasi dari tim pencari fakta tidak dijalankan sehingga kemudian dibentuk tim komite etik.
Budhi juga menyoroti terdapat inkonsistensi dalam Peraturan Rektor, Keputusan Rektor, dan Tata Tertib KKN. Inkonsistensi tersebut turut mempengaruhi kualitas dan kecepatan penanganan kasus ini. Contohnya, dalam penyebutan penyelidikan dan penyidikan yang sering tidak tepat.
ADVERTISEMENT
“Selain itu tidak mengatur unit pengabdian jika ada pelecehan seksual menyebabkan korban mengalami kesulitan atas tindak lanjut pengajuan. Tidak ada lembaga pengelola pengaduan,” kata Budhi.
ORI DIY selanjutnya menyarankan UGM segera menyelesaikan kasus pelecehan seksual tersebut. Namun, tetap memastikan terpenuhinya rasa keadilan bagi penyintas serta memperhatikan hak pelaku.
“Evaluasi secara menyeluruh sebagai bahan perbaikan dan peningkatan kualitas. Keliru di mana kelemahan di mana untuk perbaikan ke depan,” ujarnya.
Selain itu, UGM disarankan menyinkronkan Peraturan Rektor, Keputusan Rektor, dan Tata Tertib KKN. Sehingga mencakup pencegahan, penindakan, dan pemulihan jika terjadi kasus serupa.
“Rektor membentuk unit pengelolaan pengaduan internal yang di dalamnya termasuk sub unit untuk menampung keluhan pelayanan UGM, baik akademik maupun nonakademik,” kata Budhi.
ADVERTISEMENT