news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pada Juli, Pasien Corona yang Wafat di RS Rata-rata Dirawat 5 Hari, Mengapa?

4 Agustus 2021 21:13 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas menggunakan pakaian pelindung merapihkan kuburan untuk pasie corona di pemakaman Nova Cachoeirinha, Sao Paulo, Brasil. Foto: REUTERS / Amanda Perobelli
zoom-in-whitePerbesar
Petugas menggunakan pakaian pelindung merapihkan kuburan untuk pasie corona di pemakaman Nova Cachoeirinha, Sao Paulo, Brasil. Foto: REUTERS / Amanda Perobelli
ADVERTISEMENT
Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19 Dewi Nur Aisyah mengungkapkan kasus kematian pasien corona yang dirawat di Rumah Sakit pada Juli 2021. Berdasarkan data yang ia peroleh, para pasien tersebut wafat lebih cepat di bandingkan bulan-bulan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Rata-rata, pasien corona tersebut wafat setelah 5 hari dirawat di rumah sakit.
"Hasil dari survei dari 31 rumah sakit vertikal Kementerian Kesehatan, kita melihat bahwa mereka yang meninggal, pasien yang di rumah sakit ini dirawatnya memang jauh lebih singkat," kata Dewi di YouTube BNPB, Rabu (4/8).
"Jadi untuk mereka yang meninggal hanya 4,8 hari atau 5 hari dirawat, kemudian meninggal. Sedangkan mereka yang sembuh ini sekitar 8,1 hari,” sambung dia.
Lantas, kenapa pasien wafat lebih cepat?
Dewi menjelaskan, ternyata jumlah pasien meninggal di IGD naik signifikan di Juli. Musababnya pasien datang sudah dalam kondisi kritis atau berat.
"Jadi di Mei kematian 3%, Juni 12%, Juli 20%. Jadi memang telat datang ke IGD. Temuan lainnya saturasi pasien di IGD saat Mei Juli juga tinggi kenaikannya. Mereka yang [datang saat] saturasinya di bawah 80% bertambah. Jadi datang ke RS sudah dalam kondisi berat, kritis," jelas dia.
dr Dewi Nur Aisyah Foto: BNPB
Lebih lanjut, Dewi menyimpulkan kenapa kematian akibat corona tinggi dalam beberapa waktu terakhir akibat banyak warga yang isolasi mandiri tak terpantau. Edukasi masyarakat kapan harus pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan diri dinilai masih kurang.
ADVERTISEMENT
“[Lalu] di beberapa negara cakupan vaksinasi tinggi mengakibatkan ketika mereka terinfeksi cenderung memiliki gejala yang ringan bahkan tidak sama sekali. [Sementara] kita kita masih mengejar,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Dewi berpesan bagi warga yang isoman di rumah sebaiknya mengecek tubuh secara teratur. Khususnya bagi komorbid yang berisiko tinggi mengalami kefatalan saat terpapar corona.
"Saat isoman periksa suhu tubuh teratur, oxymeter juga digunakan. Jadi teratur melihat dan cek kondisi tubuh. Nomor-nomor penting seperti ambulans, RS, itu harus standby kita pastikan ada saat isoman. Terutama secara umur risiko tinggi, komorbid, harus lebih waspada,” pesan dia.
Sementara itu, Dewi memastikan pemerintah juga akan terus berupaya menekan angka kematian. Mulai dengan menambah jumlah nakes hingga memastikan pasokan oksigen medis.
ADVERTISEMENT
“Menambah jumlah tracer, isoman terpantau harapannya dapat berjalan dengan penambahan jumlah nakes di puskesmas, bagi-bagi oxymeter dari Kemenkes, memastikan pasokan oksigen. Dari Kemenkes juga ada platform RS untuk lapor pasokan oksigen. Jadi dibutuhkan kolaboratif enggak bisa juga kita pantau kalau tidak ada pelaporan. Plus vaksinasi digencarkan,” tandasnya.