Pakar Hukum: Kakek di Demak Bisa Bebas Kalau Terbukti Lakukan Pembelaan Darurat

14 Oktober 2021 14:07 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kasmito pria paruh baya yang kini mendekam di rutan Polres Demak lantaran diduga melakukan penganiayaan.
 Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Kasmito pria paruh baya yang kini mendekam di rutan Polres Demak lantaran diduga melakukan penganiayaan. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Seorang kakek asal Demak, Kasmito (74), harus mendekam di balik jeruji besi usai ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian. Dia dijerat sebagai tersangka dugaan penganiayaan terhadap Marjani (30), seorang pencuri ikan yang beraksi di tempat Kasmito.
ADVERTISEMENT
Kasus yang dialami kakek Kasmito ini bermula saat ia memergoki Marjani tengah mencuri ikan di kolam yang sedang dijaganya pada 7 September 2021.
Kolam ikan itu terletak di Desa Pasir, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Lokasi itu berada di kawasan sepi penduduk.
Pada saat itu, Marjani sudah menyiapkan sejumlah alat untuk mencuri ikan. Di antaranya adalah alat setrum dan aki serta sejumlah kabel.
Aksi Marjani itu ketahuan oleh Kasmito. Kasmito kemudian menegur, tetapi Marjani malah hendak menyerang kakek tua itu dengan setrum listrik yang dibawanya.
Kasmito masuk ke dalam gubuknya dan mengambil arit untuk melindungi diri. Dia kemudian mengayunkan aritnya ke arah leher kiri dan bahu sebelah kanan Marjani.
ADVERTISEMENT
Usai melakukan pembacokan itu, Kasmito lapor ke warga sekitar. Marjani yang juga warga sekitar terlebih dahulu melaporkan kasus itu ke kepolisian. Akan tetapi Kasmito langsung ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan.
Pada 11 Oktober 2021, pemilik kolam ikan yang bernama Suhadak, kemudian melapor ke polisi atas pencurian yang dilakukan oleh Marjani.
Dari pengungkapan kasus ini, terungkap bahwa benar Marjani yang mencuri kolam ikan itu. Marjani pada saat itu meraup 4-5 kilogram ikan jenis jepet dan gabus. Dia pun dijerat tersangka pencurian.
Banyak yang mempertanyakan penetapan tersangka kepada kakek Kasmito ini. Sebab, diduga sang kakek hanyalah mencoba mempertahankan diri dan ikan yang tengah ia jaga. Lantas apa kata pakar hukum melihat peristiwa macam ini?
Pakar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman, Prof Hibnu Nugroho. Foto: Dok. Pribadi
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman, Prof Hibnu Nugroho, memberikan penjelasan. Penetapan tersangka kepada kakek Kasmito ini diduga karena pihak kepolisian hanya melihat satu sisi peristiwa hukum, yakni penganiayaan Kasmito kepada Marjani.
ADVERTISEMENT
"Tampaknya memang polisi melihatnya dari satu aspek penganiayaan, jadi aspek itu memang masuk, sebab gini teorinya apa pun yang terjadi kalau suatu peristiwa, case, terjadi, jangan sampai kita melakukan suatu penganiayaan," kata Prof Hibnu kepada wartawan, Kamis (14/10).
Prof Hibnu mengatakan, dalam menganalisis suatu peristiwa hukum harus dilakukan dengan lengkap. Termasuk melihat apakah pembacokan oleh Kakek Kasmito ini termasuk pembelaan diri atau tidak.
Menurut dia, harus dilihat apakah bentuk pembelaannya seperti apa sehingga si kakek melakukan pembacokan. Serta, pemicu yang membuat Kasmito membela diri.
Hal tersebut yang dinilai belum terlihat oleh Prof Hibnu dalam kasus ini. Sebab, kata dia, apabila mempertahankan barang miliknya, dalam kasus ini ikan, tidak boleh sampai ada penganiayaan.
ADVERTISEMENT
"Sekarang kalau penganiayaan itu seseorang melakukan suatu tindakan kekerasan harus dimulai dari kekerasan dari pihak lawan. nah, hubungan sebab akibatnya ada tidak," kata dia.
Terkait upaya pelaku pencurian menyetrum si kakek, hal tersebut oleh Prof Hibnu dinilai harus diperjelas lagi. Pihak kepolisian juga dinilai harus melihat suatu kasus secara utuh, tidak hanya terpaku pada unsur penganiayaannya saja.
"Melihat suatu kasus harus utuh memang, kita juga enggak menyalahkan apakah polisi melihatnya utuh atau enggak, tapi kalau lihatnya hanya penganiayaan pasti kena. sekarang teori sebab akibat kenapa sampe seseorang melakukan itu, adakah tindakan seseorang itu melakukan tindakan balasan, itu yang harus dibuktikan," ucapnya.
"Si kakek ini ada atau tidak (pembelaan), itu harus diperjelas. Tindakan pembelaannya seperti apa, kalau tidak, ya masuk (penganiayaan). Sebab akibatnya harus imbang sampai terjadi suatu peristiwa hukum itu," sambung dia.
ADVERTISEMENT
Prof Hibnu melanjutkan, apabila nantinya unsur pembelaan itu dapat dibuktikan, bahwa si kakek melakukan penyerangan dalam maksud mempertahankan diri, maka dia bisa bebas. Hal tersebut bisa dibuktikan di pengadilan.
"Bisa (bebas), makanya itu, itu tugas seorang advokat atau penasihat hukum membuktikan kenapa seorang kakek melakukan tindakan seperti itu. Itu yang enggak muncul di situ, kalau itu muncul oh bisa bebas, kaitannya dengan pembelaan darurat," ucap Prof Hibnu.
Saat ini, berkas penyidikan Kasmito sudah dinyatakan lengkap oleh penyidik dan sudah dilimpahkan ke jaksa. Dalam waktu dekat, berkas akan disidangkan di pengadilan.
Terkait, pembelaan darurat atau pembelaan terpaksa itu diatur dalam Pasal 49 KUHP. Berikut bunyinya:
(1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta Benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
ADVERTISEMENT
(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.
Dosen FH Universitas Tri Sakti, Abdul Fickar Hadjar diwawancarai usai Diskusi bertajuk ‘Rombongan Koruptor Mengajukan PK’ di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (13/3). Foto: Ajo Darisman/kumparan
Di sisi lain, Pakar Hukum Pidana Trisakti Prof Abdul Ficar Hadjar, menilai pentersangkaan kepada Kakek Kasmito merupakan bentuk ketidakadilan. Sebab, dia tengah mempertahankan harta bendanya dari pencurian.
"Ini jelas menggambarkan ketidakadilan, orang yang mempertahankan diri harta bendanya melawan penjahat justru dipidanakan," kata dia, dihubungi terpisah.
Ficar menilai, perbuatan Kakek Kasmito tak bisa dipandang perbuatan tunggal penganiayaan. Sebab, dilakukan saat mempertahankan harta bendanya.
"Seharusnya diproses perkara pokoknya pencurian, maka tindakan kakek ini baru ditempatkan sebagai bagian tindakan membela diri mempertahankan jiwa raga harta bendanya, karena itu tindakannya tidak bisa berdiri sendiri," sambung dia.
ADVERTISEMENT
Diketahui, saat ini Marjani juga sudah dijerat sebagai tersangka. Dia dijerat dengan Pasal 363 KUHP ayat 1 tentang pencurian dengan pemberatan.