Pakar Hukum Pidana Ungkap Kejanggalan Penangkapan Dokter Richard Lee

13 Agustus 2021 21:54 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
dr. Richard Lee. Foto: Instagram/@dr.richard_lee
zoom-in-whitePerbesar
dr. Richard Lee. Foto: Instagram/@dr.richard_lee
ADVERTISEMENT
Penangkapan Dokter Richard Lee oleh pihak kepolisian Polda Metro Jaya pada Rabu (11/8) dipersoalkan. Sebab, penangkapan yang dilakukan di kediamannya di Palembang itu, dinilai dilakukan secara paksa.
ADVERTISEMENT
Penangkapan itu disaksikan langsung oleh istrinya dr. Richard, Reni Effendi. Reni sempat memvideokan momen saat sang suami 'diangkut' polisi. Reni mempertanyakan apa kesalahan sang suami hingga ditangkap tanpa pemberitahuan dan pendampingan pengacara.
Pihak kepolisian menyatakan penangkapan terhadap dr. Richard Lee ini sudah dilakukan sesuai prosedur. Namun apakah benar demikian?
Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Ganjar Laksmana Bonaprapta menjelaskan terkait dengan prosedur penangkapan yang sah secara hukum.
Melalui akun Twitternya, Bondan menjelaskan bahwa penangkapan adalah salah satu bentuk upaya paksa. Selain penangkapan, ada juga penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan surat, yang tergolong upaya paksa tersebut.
Namun demikian, semua upaya paksa itu, kata dia, hanya bisa dilakukan hanya apabila sudah masuk tahap penyidikan. Artinya pihak yang dilakukan upaya paksa harus sudah berstatus sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
"Semua upaya paksa hanya bisa dilakukan kalau perkara sudah di tingkat Penyidikan. Di Penyelidikan tidak dibolehkan," kata Bondan di Twitter, dikutip kumparan, Jumat (13/8). Bondan sudah mengizinkan twitnya dikutip.
"Kecuali dalam hal tertangkap tangan, penangkapan hanya dapat dilakukan kepada orang yang sudah berstatus tersangka. Itu pun hanya tersangka yang tidak kooperatif," sambung dia.
Tersangka yang tidak kooperatif yang dimaksud oleh Bondan adalah bila sudah dua kali dipanggil tapi tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang jelas atau tidak bisa diterima.
Dia juga menjelaskan bedanya antara penangkapan tersangka dengan jemput paksa. Jemput paksa dilakukan terhadap saksi yang tidak memenuhi panggilan padahal sudah dua kali dipanggil.
"Jadi penangkapan itu hanya (1) dalam hal tertangkap tangan dan (2) kepada Tersangka yang tidak kooperatif. Di sisi lain, dalam hal Penyidik menetapkan seseorang sebagai Tersangka ia harus memberitahukan kepada orang tersebut," kata Bondan.
ADVERTISEMENT
Bondan melanjutkan, pemberitahuan bahwa seseorang sudah ditetapkan sebagai tersangka adalah untuk melindungi dan memberikan hak untuk mempersiapkan pembelaan. Sebab, ada asas yang dinamakan praduga tak bersalah.
"Penetapan Tersangka juga tak boleh diam-diam. Seorang Tersangka berhak tahu 1) perbuatannya yang mana yang dianggap melawan hukum, 2) apa kesalahannya, 3) pidana apa yang diancamkan kepadanya, dan 4) apa ancaman pidananya beserta segala konsekuensinya," kata Bondan.
"Mengenai prosedur penangkapan sendiri setidaknya perhatikan: 1) ada surat perintah penangkapan, 2) jelas siapa yang diperintahkan menangkap dan identitasnya, 3) jelas siapa Tersangka yang akan ditangkap. Satu saja tidak terpenuhi, penangkapan tidak sah alias penculikan," pungkasnya.
Terkait hal tersebut, muncul sejumlah pertanyaan terkait penangkapan terhadap dr. Richard Lee. Apakah pihak kepolisian sudah melayangkan pemanggilan sebelumnya, atau dia sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sudah diberitahukan sebelum penangkapan?
Razman Arif di Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Foto: Aria Pradana/kumparan
Keterangan Kuasa Hukum
ADVERTISEMENT
Kuasa hukum dr. Richard Lee, Razman Arif Nasution, angkat bicara. Dia mengaku mengetahui penangkapan terhadap kliennya. Dia menjelaskan, berdasarkan keterangan dr. Richard Lee, polisi mulanya hanya memintai keterangan saja.
Razman Arif Nasution pun sempat menanyakan apa maksud pihak kepolisian datang ke kediaman dr. Richard Lee. Menurutnya, polisi mengatakan hanya ingin memeriksa ponsel Richard dan tak membawa kliennya tersebut.
Ia pun merasa tidak masalah dengan hal itu. Namun, yang terjadi ternyata di luar dugaannya.
"Tapi, kenapa terus ada perubahan dan tiba-tiba dr. Richard Lee dibawa? Dipaksa, sesuai video yang ada. Saya sampai ngomong ke penyidiknya untuk menunggu saya. Memang ada tim saya, tapi saya ketua timnya. Anda harus berdebat dengan saya. Kita ingin penegak hukum menegakkan hukum dengan benar," tutur Razman Arif Nasution.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Razman Arif Nasution juga bingung mengapa dr. Richard Lee kini sudah berstatus tersangka. Padahal, sepengetahuannya, belum pernah ada pemberitahuan sebelumnya.
"Harusnya ada pemberitahuan. Kalau memang sudah dinyatakan tersangka, panggil dia baik-baik, sebut kami sudah gelar (perkara), 'Richard tersangka, kami panggil.' Saudara datang, kami dampingi. Dan itu sudah dikatakan tadi. Kenapa dipaksa ditangkap? Memang, mau ke mana dia? Jadi, saya minta Pak Kapolri untuk memperlakukan hukum dengan benar," kata Razman.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus. Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Polisi Klaim Penangkapan Sudah Sesuai SOP
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan bahwa tidaklah benar dokter Richard Lee ditangkap secara paksa.
"Kita mendatangi saudara RL, lengkap dengan surat perintah. Yang beredar di luar, di media sosial, termasuk istrinya yang bersangkutan, tentang adanya upaya penangkapan secara paksa, ini tidak. Kita lakukan sesuai dengan SOP. Nanti videonya kita sampaikan, bagaimana SOP yang kita lakukan sesuai mekanisme yang ada," ungkap Yusri Yunus, Kamis (12/8).
ADVERTISEMENT
Yusri menjelaskan bahwa saat pihak kepolisian tiba di rumah dokter Richard Lee, yang bersangkutan sempat menolak untuk dibawa. Sehingga pihak kepolisian pun menempuh upaya paksa.
"Yang bersangkutan sempat tidak mau untuk dibawa oleh penyidik, sehingga ada upaya paksa," katanya.