Pakar Hukum Tata Negara UGM: Maklumat Kapolri Pasal 2d soal FPI Ngaco

6 Januari 2021 16:00 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Zainal Arifin Mochtar, akademisi. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Zainal Arifin Mochtar, akademisi. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Maklumat Kapolri Jenderal Idham Azis Pasal 2d soal FPI masih menuai kritik. Meski Polri menyatakan poin tersebut tidak terkait dengan pers, tetapi tetap dinilai 'ngaco' karena berlaku untuk masyarakat.
ADVERTISEMENT
Berikut bunyi Pasal 2d Maklumat Kapolri soal FPI:
Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial.
Pakar Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar, menilai Pasal 2d dalam maklumat tersebut aneh lantaran dikecualikan bagi pers, namun berlaku bagi masyarakat.
"Maklumat Kapolri yang kemudian dilarang terlibat FPI yang paling lucu itu memang soal 2d itu. Ini kan ngaco betul ya, ketika media massa protes akhirnya dibuat pengecualian. Saya ingat betul karena dalam sebuah dialog, juru bicara kepolisiannya sendiri mengatakan 'ya khusus poin d-nya sudah kami kecualikan dari media massa'," ujar Zainal dalam diskusi di YouTube PuSAKO FH Universitas Andalas, Rabu (6/1).
Maklumat Kapolri Tentang Penghentian aktivitas dan organisasi FPI. Foto: Dok. Istimewa
Zainal menjelaskan alasan menilai hal tersebut 'ngaco'. Zainal menyebut media massa memproduksi berita untuk dibaca masyarakat. Media massa diperbolehkan memproduksi konten FPI asal sesuai dengan kaidah jurnalistik.
ADVERTISEMENT
Namun anehnya, kata Zainal, masyarakat dilarang untuk mengakses konten terkait FPI. Ia pun mempertanyakan untuk siapa media memproduksi berita apabila tidak diperbolehkan diakses masyarakat.
"Pertanyaan saya lebih konyol lagi, kalau media massa bikin konten yang baca siapa? emang media massa bikin konten yang baca media massa sendiri? enggak mungkin," kata dia.
"Kalau hanya dikecualikan dari media massa, artinya media massa boleh mengakses boleh mengunggah, boleh menyebarluaskan, tapi bagaimana dengan masyarakat? wong media massa buat itu untuk diakses," sambungnya.
Massa FPI saat protes terhadap komentar Presiden Prancis Emmanuel Macron di depan Kedutaan Besar Prancis di Jakarta, Senin (2/11). Foto: Willy Kurniawan/Reuters
Zainal menilai pembatasan terhadap masyarakat melalui Maklumat Kapolri merupakan cara konyol dan sudah sejak dahulu dilakukan.
"Cara konyol begini ini sudah kita hadapi dari dulu, saya sepakat dengan yang tadi disampaikan, ini yang sudah berulang-ulang kekonyolannya yang sama," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Dengan pelarangan FPI, ditambah dengan adanya Maklumat Kapolri, Zainal menduga pemerintah tengah mempertontonkan praktik otoritarianisme.
Sejumlah massa kampanye akbar Prabowo-Sandi mengibarkan bendera dengan gambar Habib Rizieq Shihab di Stadion Gelora Bung Karno. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
"Enggak mungkin rasanya kita bisa bayangkan, kekonyolan ini lahir dari kecerdasan negara dan yang harus kita kemudian pahami, kalau negara cerdas, kita pahami mereka, enggak bisa," kata Zainal.
"Kita harus curigai negara. Negara sedang mempertontonkan otoritarianisme. Apakah sama dengan rezim Soeharto? belum tentu sama, bisa jadi neo otoritarianisme, atau apa pun bahasanya," pungkasnya.
***
Saksikan video menarik di bawah ini.