Pakar Hukum UI: Tuntutan Eliezer Harusnya Lebih Rendah dari Sambo Dkk, Dia JC

20 Januari 2023 10:08 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Richard Eliezer bersiap menjalani sidang lanjuutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (21/11/2022). Foto: Fauzan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Richard Eliezer bersiap menjalani sidang lanjuutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (21/11/2022). Foto: Fauzan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Gandjar Laksmana Bonaprapta, menyoroti tuntutan jaksa terhadap para terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua. Gandjar menilai, tuntutan tersebut memprihatinkan. Mengapa?
ADVERTISEMENT
Gandjar berangkat dari pasal yang dijeratkan kepada kelima terdakwa, yakni Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Menurut Gandjar, dalam pasal ini, intinya adalah perbuatan yang dilakukan secara turut serta. Hukumannya pun harusnya: sama.
Jaksa dinilai menyimpang dalam memberikan tuntutan terhadap kelima terdakwa, yakni Ferdy Sambo seumur hidup, Richard Eliezer 12 tahun penjara, sementara Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal Wibowo masing-masing 8 tahun penjara.
"Tuntutan JPU di kasus pembunuhan Brigadir Yosua secara keseluruhan sangatlah memprihatinkan. Terlepas dari berat-ringannya Tuntutan kepada masing-masing Terdakwa, Tuntutan itu menyimpang dari aturan dan ajaran," kata Gandjar dalam akun Twitter pribadinya, Jumat (20/1).
Ferdy Sambo dan Putri Chandrawathi vs Richard Eliezer. Foto: ANTARA dan kumparan
Gandjar menjelaskan, dalam tuntutan tersebut, JPU menerapkan pasal turut serta sesuai Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Gandjar menyebut, pasal turut serta atau medeplegen digunakan ketika tindak pidana dilakukan oleh lebih dari satu orang di mana masing-masing merupakan peserta.
ADVERTISEMENT
Dalam pasal turut serta, niat untuk melakukan pidana dianggap ada pada masing-masing peserta. Gandjar menyebut, siapa yang menginisiasi pidana tersebut tidaklah penting. Dalam pasal itu pula, tidak ada bujukan, janji, kekerasan atau daya upaya apa pun.
"Pokoknya para peserta sepakat untuk bersama-sama melakukan suatu tindak pidana," kata dia.
Kemudian, dalam mewujudkan tindak pidana yang telah disepakati itu, tidak perlu masing-masing peserta memenuhi unsur secara sempurna. Gandjar memberikan penjelasan, di mana penganiayaan dilakukan oleh A dan B dia memegang X, tetapi C yang memukul. A dan B tidak ikut memukul. Tetapi tetap saja pelaku penganiayaan A, B dan C.
"Adapun hukuman bagi setiap peserta dalam turut serta haruslah sama. Tidak peduli besar atau kecilnya peran seorang peserta. Prinsipnya: sekecil apa pun perannya, ia berkontribusi atas terjadinya tindak pidana," kata dia.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana Bonaprapta mengikuti Focus Group Discussion membahas masa depan KPK dan Revisi UU KPK di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Selasa (17/9). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Masuk ke kasus pembunuhan Yosua. Gandjar menyebut kelima terdakwa dijerat dengan pasal turut serta itu. Gandjar menyebut, dengan konstruksi pasal itu, jaksa berkeyakinan bahwa kelima terdakwa punya niat. Eksekutornya adalah salah satu dari mereka. Namun dengan konstruksi pasal itu, siapa yang menjadi eksekutor tidak menjadi penting.
ADVERTISEMENT
"Maksudnya tidak penting karena tidak ada konsekuensi apa pun. Cukup dibuktikan bahwa salah satu dari peserta itulah eksekutornya. Dalam hal ini RE (Eliezer) sudah mengakui ia menembak. Apakah tembakannya yang mematikan Yosua? atau peserta lain? Tidak penting. Faktanya: Yosua tewas," kata Gandjar.
Gandjar mengatakan, sepatutnya besaran tuntutan terhadap mereka berlima adalah sama. Sementara dalam kasus Eliezer, ada pembeda karena dia merupakan saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator (JC).
"Tanpa bermaksud menyampingkan berat/ringannya Tuntutan JPU kepada masing-masing peserta yang menjadi Terdakwa, sepatutnya Tuntutan bagi masing-masing mereka adalah sama. Adapun khusus RE, Tuntutannya seharusnya lebih ringan dibanding Terdakwa lain karena RE adalah JC," kata Gandjar.
Berangkat dari konstruksi tersebut, Gandjar mempertanyakan bagaimana JPU menerapkan konsep turut serta tetapi besaran tuntutan kepada para terdakwa berbeda.
ADVERTISEMENT
"Makin menyedihkan ketika Tuntutan pada RE lebih berat ketimbang Tuntutan pada PC, RR, dan KM padahal dengan status JC seharusnya RE paling ringan," kata Gandjar.
Terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua, Ricky Rizal, Richard Eliezer dan Kuat Ma'ruf menunggu dimulainya sidang lanjutan kasus mereka di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (5/12/2022). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Gandjar sempat menduga Putri, Ricky dan Kuat dianggap pembantu kejahatan sebagaimana pasal 56 KUHP yang ancaman hukumannya dikurangi sepertiga dari pelaku utama. Sebab pelaku utama Eliezer dituntut 12 tahun penjara, sementara Putri, Kuat dan Ricky 8 tahun penjara. Tetapi faktanya, pasal tersebut tak ada dalam tuntutan.
"Dari sinilah, sekali lagi saya tidak habis pikir dan prihatin. Ilmu dan logika hukum jadi rusak berantakan. Jangan-jangan JPU tidak cukup yakin dengan upaya pembuktian yang telah diperjuangkannya di pengadilan? Atau tidak paham hukum? Tidak mungkin!" kata Gandjar.
Meski demikian, Gandjar menyebut ini baru tahap tuntutan. Putusan atas perbuatan para terdakwa baru akan diputus oleh hakim dalam sidang vonis.
ADVERTISEMENT
"Semoga dalam putusannya nanti hakim meluruskan pikiran, dan menghapus keprihatinan," pungkas Gandjar.
Dalam kasus ini, kelima terdakwa dinilai terbukti melakukan pembunuhan terhadap Yosua. Kelimanya dituntut dengan pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1. Namun besaran tuntutan berbeda terhadap para terdakwa menuai sorotan. Terlebih Eliezer yang seorang JC dituntut lebih berat dari Putri, Kuat dan Ricky. LPSK selaku pihak yang merekomendasikan JC pun menyampaikan kekecewaannya kepada jaksa.
Namun di sisi lain, jaksa menyatakan tuntutan itu sudah sesuai dengan fakta yang muncul di persidangan. Tuntutan tersebut juga sudah disesuaikan dengan peranan para terdakwa dan juga rekomendasi dari LPSK.
"LPSK menyesalkan sikap jaksa, justru kami sudah pertimbangkan LPSK itu. Sudah kami pertimbangkan. Kalau kami tidak mempertahankan sikap jaksa, sikap LPSK, mungkin saja lebih tinggi (tuntutan) dari pada (12 tahun) itu," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Fadil Zumhana.
ADVERTISEMENT
***
Dapatkan informasi paling trending dan terpercaya seputar entertainment, bola & sport, tekno & sains, dan otomotif setiap saat hanya di kumparanPLAY! Klik di sini.