Pakar Unair: Kekebalan Alami Terhadap Corona Lambat Laun Turun, Tetap Waspada

14 September 2021 12:59 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Epidemiolog Unair Windhu Purnomo. Foto:  Dok: Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Epidemiolog Unair Windhu Purnomo. Foto: Dok: Pribadi
ADVERTISEMENT
Pakar epidemiologi Unair Windhu Purnomo memberikan analisisnya terkait kasus corona di Indonesia yang turun drastis. Ia menduga karena kekebalan alamiah sudah tercipta.
ADVERTISEMENT
Kekebalan komunal itu tercipta karena infeksi yang amat tinggi pada Juli lalu, sampai 55 ribuan kasus per hari. Itu pun menurutnya belum angka sesungguhnya karena banyak yang terdeteksi, tes minim.
Saat ini, lanjut dia, virus mulai kesulitan mencari host baru. Jadi, penularan berkurang.
"Sementara virusnya sulit mencari itu, tetapi ingat loh kalau masih cukup banyak itu. Karena sekali lagi testing kita masih rendah masih 12% dari minimal penduduk," kata Windhu saat berbincang dengan kumparan, Selasa (14/9).
Warga yang menggunakan masker melintasi mural yang berisi pesan waspada penyebaran virus Corona di kawasan Tebet, Jakarta. Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/REUTERS
Windhu kemudian membandingkan dengan tes di berbagai negara. Singapura sejauh ini tesnya sudah 385 persen dari jumlah penduduk.
Inggris 413 persen dari total populasi. Sementara Amerika Serikat 181 persen dan India 38 persen, jadi Indonesia masih rendah.
ADVERTISEMENT
"Jadi sebetulnya puncak gunung eslah tetapi karena kekebalan alamiah dia tidak membuat orang itu sakit gejala berat tapi penularan masih terjadi karena harus hati-hati," ungkapnya.
"Ingat loh baik kekebalan alamiah atau oleh vaksinasi itu lambat laun turun. Kalau kita itu masih terlalu cepat, membuka aktivitas semua itu hati-hati karena kekebalan alamiah maupun artificial tidak bertahan lama," sambungnya.
Sehingga masyarakat masih tetap harus menjaga protokol kesehatan saat beraktivitas. Pakai masker, jaga jarak, dan jauhi kerumunan.
Lonjakan kasus corona terjadi di negara-negara yang tak hati-hati saat kasus turun. Misalnya di Australia dan New Zealand.
"Itu kalau masyarakat protokol kesehatannya tidak bagus itu bisa naik lagi, jadi kita harus belajar dari pengalaman negara lain, beberapa negara itu sudah bagus kondisinya di Australia, New Zealand, Singapura," jelas dia.
ADVERTISEMENT
"Kebobolan lagi karena kurang hati-hati tapi mereka sempat bagus kehidupannya sudah normal berbulan-bulan, tapi sekarang naik lagi kita jangan sampai terjadi gelombang ketiga atau third wave," sambungnya.