PAN Setuju Omnibus Law Beri Kewenangan Ormas Islam Terbitkan Sertifikat Halal

14 Februari 2020 14:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekretaris Fraksi PAN MPR RI Dr. Saleh Partaonan Daulay menjadi pembicara dalam Diskusi Empat Pilar MPR RI bertema "Praktik Politik Kebangsaan" di DPR RI. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekretaris Fraksi PAN MPR RI Dr. Saleh Partaonan Daulay menjadi pembicara dalam Diskusi Empat Pilar MPR RI bertema "Praktik Politik Kebangsaan" di DPR RI. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Draf RUU Omnibus Law tentang Cipta Kerja yang kini sudah masuk DPR, mengatur sertifikasi halal produk tidak hanya dikeluarkan oleh MUI, namun juga bisa oleh ormas Islam.
ADVERTISEMENT
Merespons itu, anggota Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay, setuju dengan ketentuan itu. Menurutnya, MUI juga pada dasarnya adalah gabungan dari ormas-ormas Islam
"MUI itu kan adalah wadah berkumpulnya ulama dari berbagai ormas keagamaan Islam. Andai kata masing-masing ormas mengeluarkan fatwa terkait kehalalan suatu produk, tentu itu tidak masalah," kata Saleh kepada kumparan, Jumat (14/2).
Selain MUI, menurut Saleh, ormas keagamaan yang dinilai cukup otoritatif dalam memberikan fatwa adalah NU, Muhammadiyah, Persis, dan beberapa organisasi sejenis lainnya.
Meski begitu, legislator dapil Sumut itu menilai, perlu diperhatikan jangan sampai antar MUI dan ormas punya pendapat atau metode berbeda dalam sertifikasi halal.
"Kalau MUI yang mengeluarkan, itu bisa dianggap sebagai pendapat ormas-ormas yang ada. Namun jika dikembalikan ke masing-masing ormas, tidak tertutup kemudian akan ada perbedaan. Itu yang perlu disinkronkan," ujarnya.
Infografik Omnibus Law. Foto: Kiagoos Aulianshah/kumparan
Wasekjen PAN itu juga mengomentari pasal baru di Omnibus Law Cipta Kerja yaitu Pasal 4A, yang menyebut sertifikasi halal bisa berdasarkan pernyataan atau klaim pemilik usaha, namun tetap harus sesuai standar BPJPH.
ADVERTISEMENT
Menurut Saleh, pasal itu perlu dikaji lebih jauh. Jangan sampai ada kesan bahwa penentuan halal tidaknya produk didasarkan pengakuan subjektif. Bagaimana pun juga, isu halal atau tidaknya suatu produk masih sangat sensitif di Indonesia.
"Tujuannya mungkin untuk memudahkan. Tapi jangan sampai karena kemudahan itu, justru menimbulkan prasangka di masyarakat. Untuk itu, penentuan halal atau tidak itu mesti dilakukan lembaga independen," ujar Saleh.
Berikut ketentuan soal keterlibatan ormas di sertifikasi halal menurut RUU Cipta Kerja:
Pasal 33
1. Penetapan kehalalan Produk dilakukan oleh MUI dan dapat dilakukan oleh Ormas Islam yang berbadan hukum.
2. Penetapan kehalalan Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam Sidang Fatwa Halal.
3. Sidang Fatwa Halal memutuskan kehalalan produk paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak MUI atau Ormas Islam yang berbadan hukum menerima hasil pemeriksaan dan/atau pengujian produk dari BPJPH.
ADVERTISEMENT
4. Penetapan kehalalan Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada BPJPH sebagai dasar penerbitan Sertifikat Halal.