Pandu: Pemecatan Terawan Sebentar Lagi Diputus IDI, Cuci Otak Harus Disetop

4 April 2022 12:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Epidemiolog UI, Pandu Riono. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Epidemiolog UI, Pandu Riono. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Kasus dugaan pelanggaran Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang dilakukan Terawan Agus Putranto mengemuka sejak satu dekade lalu.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2018, Terawan direkomendasikan mendapat sanksi pemecatan sementara selama setahun sebagai anggota IDI untuk pembinaan. Namun, Terawan tidak menggubris panggilan IDI untuk membela diri.
Rekomendasi sanksi pemecatan sementara itu pun mandek.
Terawan tetap melakukan praktik Diagnostic Subtraction Angiography (DSA) yang dimodifikasi menjadi Intra-Arterial Heparin Flushing (IAHF) atau yang sering disebut ‘Cuci Otak’, ke sejumlah pasien stroke.
Ruangan pengecekan sebelum dsa Foto: Amanatur Rosiydah/kumparan
Pejabat negara dan tokoh-tokoh penting di Indonesia juga menjadi pasiennya. Tarif yang dipatok juga tidak murah. Padahal, selama ini DSA hanya digunakan untuk diagnostik dan bukan pengobatan. Metode ini belum terbukti secara keilmuan mengobati pasien stroke.
Hal tersebut menjadi salah satu alasan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI pada 2022 kembali merekomendasikan Terawan untuk diberhentikan dari keanggotaan IDI, kali ini dipecat permanen.
ADVERTISEMENT
PB IDI selalu pelaksana rekomendasi MKEK IDI harus mengeksekusi dalam tempo 28 hari kerja setelah 25 Maret 2022 atau setelah putusan MKEK dibacakan di Muktamar XXXI IDI di Aceh.
Anggota IDI yang juga mantan pengurus PB IDI, Pandu Riono, mengatakan Terawan akan segera diberhentikan dari IDI. Terapi ‘cuci otak’ nya juga harus dihentikan.
“Pemberhentian anggota Terawan akan terjadi, sebentar lagi akan diputus. Terapi itu harus dihentikan, terapi DSA itu yang sebenarnya untuk diagnostik,” jelas Pandu, Senin (4/4).
Tak cuma Terawan yang menghentikan harus terapi DSA itu, tapi juga dokter dan rumah sakit lain.
“Terapinya harus dihentikan, baik yang dilakukan dokter lain maupun rumah sakit lain. Terapi yang sama itu harus dilarang karena itu yang sesuai dengan hasil evaluasi dari Satgas,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT

Laporan Satgas Kemenkes

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (kiri) berjabat tangan dengan Nila F. Moeloek saat sertijab di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Kamis (24/10/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Satgas yang dimaksud Pandu adalah satgas bentukan Menkes Nila F Moeloek, menkes sebelum Terawan. Satgas ini bertugas mengkaji cuci otak ala Terawan.
Pada Juli 2018, Satgas Kemenkes membuat laporan dengan judul “Kajian Terhadap Intra-Arterial Heparin Flushing (IAHF) Sebagai Terapi”. IAHF merupakan metode DSA yang digunakan Terawan.
Satgas tersebut melakukan kunjungan ke RSPAD Gatot Subroto tempat Terawan bekerja dan mewawancarai sejumlah narasumber. Rekomendasi yang disampaikan satgas adalah:
1. Pelayanan kedokteran dengan metode AIHF untuk tujuan terapi dihentikan di seluruh Indonesia karena belum ada bukti ilmiah yang sahih tentang keamanan dan manfaat IAHF.
2. Diperlukan penelitian tentang IAHF untuk tujuan terapi dengan metodologi penelitian yang baik dan benar serta dengan dasar-dasar ilmiah untuk mendapatkan bukti efekivitas dan keamanan IAHF yang dapat diterima secara universal oleh dunia kedokteran..
ADVERTISEMENT

Tidak Berdasar Evidence-Based Medicine

Suasana RS Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (29/3/2022), tempat Terawan berpraktik. Foto: Farusma Okta Verdian/kumparan
Sebagaimana saat disanksi pemecatan sementara dulu, rekomendasi pemecatan permanen Terawan menimbulkan pro dan kontra. Sebagian tokoh yang sempat menggunakan jasa Terawan merasakan atau memberi testimoni bahwa metode ‘Cuci Otak’ menjadi cara yang ampuh dalam mengobati penyakit.
Di sisi lain, praktik ‘Cuci Otak’ tersebut sebenarnya belum terbukti secara ilmiah mampu mengobati penyakit khususnya stroke iskemik. Metode tersebut tidak memenuhi azas evidence-based medicine (EBM) yang menjadi syarat pengobatan kedokteran.
Testimoni para pasien yang mengaku "merasa sehat" tidak bisa diambil kesimpulan bahwa metode cuci otak tersebut manjur.
Dari kenyataan itulah Pandu Riono berpandangan Terawan perlu diberhentikan dari IDI karena melanggar kode etik dan praktik ‘cuci otak' harus dilarang Kemenkes.
ADVERTISEMENT
“IDI memberhentikan Terawan karena melanggar kode etik, jenis terapi DSA harus dilarang dan disetop oleh Kemenkes,” tandas Pandu.