Rapat Paripurna ke-3 DPR

'Parlemen Jalanan' Bakal Menguat Jika DPR Tak Kritik Pemerintah Jokowi

25 Oktober 2019 5:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi rapat paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi rapat paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
ADVERTISEMENT
Dalam pemerintahannya yang baru, Presiden Jokowi meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengubah beberapa aturan.
ADVERTISEMENT
Tito diminta agar aturan di Kemendagri bisa mendukung investasi. Sedangkan Yasonna diberi tugas merevisi 74 undang-undang sekaligus.
Jika berkaca dari peta politik di DPR yang didominasi partai pendukung Jokowi, tugas Tito dan Yasonna bisa saja berjalan tanpa hambatan.
Namun, Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), I Made Leo Wiratma, mengingatkan, jika pembentukan aturan yang nantinya akan diprotes masyarakat tetap digolkan, ada konsekuensi menyusul.
"Ada kebijakan yang mengingkari amanat rakyat, maka tidak menutup kemungkinan parlemen jalanan (jeritan rakyat, unjuk rasa) akan menguat. Sebab tidak ada lagi yang bisa menghentikan DPR dan presiden kalau keduanya sudah se-iya sekata," kata Leo, Kamis (24/10).
Leo mengatakan, pemerintah memang butuh dukungan dari parlemen agar programnya bisa berjalan. Hanya saja, jangan sampai dukungan parlemen untuk eksekutif terlalu kuat sehingga tidak ada lagi mekanisme check and balance.
ADVERTISEMENT
"Semua pasti sudah selesai dan setuju ketika dibicarakan dalam koalisi. DPR hanya akan menjadi lembaga stempel belaka. Tentu ini sebuah kemunduran demokrasi," sebutnya.
Dukungan kuat dari parlemen untuk pemerintah sebenarnya sudah terlihat dalam akhir masa jabatan pertama Jokowi. Beberapa aturan yang diajukan pemerintah seperti revisi UU KPK dan revisi KUHP disetujui DPR meski ada penolakan dari masyarakat.
Revisi KUHP belakangan ditunda pengesahannya setelah ada gelombang demonstrasi. Namun, revisi UU KPK tetap berjalan hingga berlaku secara sah pada 17 Oktober 2019.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten