Parlemen Prancis Tunjuk Pemimpin Majelis Nasional Perempuan Pertama
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ketua terpilih, Yael Braun-Pivet, membela hak untuk aborsi di hadapan Majelis Nasional dalam pidato inaugurasinya.
Menyinggung pencabutan hak aborsi di Amerika Serikat (AS), ia meminta majelis rendah parlemen untuk melindungi hak-hak terkait agar tidak menemui nasib serupa.
Mahkamah Agung AS menghapus perlindungan konstitusional perempuan untuk melakukan aborsi pekan lalu. Keputusan itu membuka jalan bagi negara bagian untuk membatasi atau melarang aborsi.
"Keputusan brutal yang dijatuhkan Jumat lalu oleh Mahkamah Agung AS untuk membalikkan komitmennya sangat mengejutkan kami, ini adalah pengingat yang jelas untuk waspada," tegas Braun-Pivet, dikutip dari Associated Press, Rabu (29/6).
"Sejarah dibuat dengan kemajuan besar, tetapi selalu terancam diputarbalikkan," tambahnya.
Prancis mengesahkan hak aborsi pada 1975. Keputusan itu telah mendapat dukungan politik yang luas. Saat ini, Majelis Nasional juga sedang bersiap untuk membahas proposal terkait pengabadian hak aborsi itu dalam Konstitusi Prancis.
Profil Yael Braun-Pivet
Braun-Pivet adalah mantan anggota Partai Sosialis yang bergabung dengan Partai Renaissance pada 2016. Salah satu pendatang baru dalam dunia politik Prancis itu kemudian terpilih sebagai anggota parlemen pada 2017.
ADVERTISEMENT
Ia sempat berhenti di pertengahan usia 30-an untuk mengikuti suaminya, seorang eksekutif perusahaan kosmetik Prancis L'Oréal, ke Taiwan dan Jepang.
Pada 2012, ia kembali ke Prancis bersama keluarganya setelah tujuh tahun tinggal di luar negeri. Braun-Pivet lalu beralih ke pekerjaan nirlaba. Dia membuka dapur umum Resto du Coeur dan memberikan bantuan hukum gratis untuk melawan pengucilan sosial di pinggiran kota Paris.
Terpilihnya Braun-Pivet sebagai ketua Majelis Nasional menyusul penunjukan Élisabeth Borne sebagai perdana menteri bulan lalu. Borne adalah wanita kedua yang memegang jabatan perdana menteri Prancis dan yang pertama dalam tiga dekade terakhir.
Perubahan ini mengundang tepuk tangan meriah untuk Prancis. Negara ini masih tertinggal dalam isu kesetaraan gender di bangku parlemen meskipun telah memiliki undang-undang yang dimaksudkan untuk memperbaiki kesenjangan ini.
ADVERTISEMENT
Penulis: Airin Sukono.