Pasangan Suami Istri Imigran Turki di Balik Vaksin Corona Pfizer

12 November 2020 17:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ugur Sahin and Ozlem Tureci, pasangan Ilmuwan Turki Foto: Fabian Bimmer/Reuters dan cancerresearch.org
zoom-in-whitePerbesar
Ugur Sahin and Ozlem Tureci, pasangan Ilmuwan Turki Foto: Fabian Bimmer/Reuters dan cancerresearch.org
ADVERTISEMENT
Perusahaan farmasi asal Amerika Serikat, Pfizer, mengumumkan vaksin COVID-19 yang mereka kembangkan efektif lebih dari 90 persen mencegah virus corona.
ADVERTISEMENT
Vaksin tersebut dibiayai oleh raksasa farmasi Pfizer, namun penelitiannya dilakukan di Jerman oleh BioNTech.
Perusahaan itu didirikan oleh pasangan suami istri yakni Profesor Ugur Sahin (55) dan Dr. Ozlem Tureci (53). Keduanya keturunan imigran Turki dan besar di Jerman.
Mengutip Sky News, pasangan ilmuwan tersebut kini berada di antara 100 orang terkaya di Jerman, dengan valuasi BioNTech melonjak menjadi USD 21 miliar setelah terobosan vaksin corona.

Mendirikan perusahaan Bioteknologi sejak tahun 2001

Sahin sebagai Kepala Eksekutif BioNTech, lahir di Iskenderun, Turki. Ia pindah ke Jerman pada usia empat tahun. Ayahnya pekerja pabrik mobil Ford di Cologne.
Sementara Tureci sebagai Chief Medical Officer BioNTech, lahir di Jerman dan merupakan putri seorang dokter Turki yang bermigrasi ke Jerman.
ADVERTISEMENT
Sahin menempuh pendidikan kedokteran di Cologne dan Hamburg dan fokus dalam penelitian imunoterapi. Ia bertemu Tureci saat kuliah.
Dalam sebuah wawancara Tureci mengatakan saat hari pernikahan mereka, mereka tetap melakukan pekerjaan di laboratorium.
Pasangan ini pertama kali mendirikan perusahaan Ganymed Pharmaceuticals pada 2001. Perusahaan tersebut mulai meneliti kemungkinan menggunakan kode genetik yang dimodifikasi, atau Messenger RNA (mRNA) untuk melawan kanker.
Perusahaan itu kemudian di jual pada 2016 seharga USD 1,4 miliar. Saat itu juga mereka sudah membangun BioNTech, yang didirikan pada 2008, untuk mengembangkan alat imunoterapi kanker yang lebih luas. Dalam penelitiannya pasangan itu berfokus pada potensi mRNA terbukti sangat penting dalam pengembangan vaksin COVID-19.
Pada Januari, Profesor Sahin menemukan jurnal tentang wabah virus corona yang muncul di Wuhan, China. Ia kemudian mengembangkan mRNA antikanker menjadi vaksin virus berbasis mRNA. Saat itu BioNTech membuat tim sebanyak 500 orang untuk mengembangkannya.
ADVERTISEMENT
Saat ini uji klinis telah menunjukkan vaksin, yang menggunakan mRNA untuk mendorong tubuh memproduksi antibodi, 90 persen efektif.
Ilustrasi vaksin corona. Foto: Shutterstock
Perusahaan itu telah mengumpulkan ratusan juta dolar dan sekarang memiliki lebih dari 1.800 orang sebagai staf. Pada tahun 2018, BioNTech memulai kemitraannya dengan Pfizer.
Tahun lalu, Bill & Melinda Gates Foundation menginvestasikan USD 55 juta untuk mendanai penelitian HIV dan tuberkulosis.
Di tahun 2019 Sahin dianugerahi Mustafa Prize, penghargaan prestisius muslim di bidang sains dan teknologi.

Dikenal sebagai pasangan sederhana dan rendah hati

"Dia ( Sahin) adalah orang yang sangat sederhana dan rendah hati. Dia tidak begitu mementingkan penampilan," kata Matthias Theobald rekan sesama profesor di Mainz University, tempat Profesor Sahin masih mengajar.
ADVERTISEMENT
"Mereka tentu saja bangga. Mereka adalah selebriti secara ilmiah tetapi mereka sangat rendah hati, mereka selalu begitu," lanjut Matthias.
Sementara itu Sean Marett, Direktur Komersial BioNTech menyebut Sahin seorang yang visioner.
"Dia bisa melihat keadaan, kadang-kadang sebelum orang lain," kata Marett.