Pasar Jaya Ajukan Gugatan, Minta PN Jakpus Vonis Aset Bank DKI Tak Bisa Disita

26 Februari 2021 14:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Bank DKI. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bank DKI. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
ADVERTISEMENT
Perusahaan Umum Daerah (PD) Pasar Jaya mengajukan gugatan perlawanan sebagai pihak ketiga atas upaya penyitaan aset PT Bank DKI ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
ADVERTISEMENT
Gugatan PD Pasar Jaya telah diajukan sejak Oktober 2020. Adapun sidang telah beberapa kali digelar. Sidang akan kembali dilaksanakan pada Kamis (4/3). Kuasa hukum PD Pasar Jaya dari INTEGRITY Law Firm memastikan akan menghadiri sidang tersebut.
"Atas nama klien kami, PD Pasar Jaya selaku pemegang saham PT Bank DKI, maka pada Kamis, 4 Maret 2021, Kantor Hukum Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm, akan kembali menghadiri sidang perlawanan pihak ketiga (derdenverzet)" ujar pendiri kantor hukum INTEGRITY, Denny Indrayana, dalam keterangannya, Jumat (26/2).
Denny menyatakan dalam gugatan tersebut, PD Pasar Jaya selaku pemegang saham Bank DKI, meminta Ketua PN Jakpus tetap menghentikan upaya penyitaan aset Bank DKI di kawasan Juanda, Jakpus, yang diajukan The Tjin Kok atau ahli warisnya. Sebab tanah dan gedung kantor Bank DKI di Jalan Ir. H. Juanda III Nomor 7-9 telah masuk daftar penetapan eksekusi Ketua PN Jakpus Nomor 43/2009.Eks.
Denny Indrayana, pengacara Prabowo-Sandi. Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan
"Status obyek sita adalah milik PT Bank DKI (BUMD DKI Jakarta), yang sahamnya dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta dan PD Pasar Jaya melalui penyertaan modal yang berasal dari dana APBD. Karena itu, PD Pasar Jaya tentu sangat berkepentingan dan memiliki korelasi langsung terhadap seluruh aset PT Bank DKI, karena akan berdampak kepada keuntungan maupun kerugian yang diterima," jelas Denny.
ADVERTISEMENT
Denny menyebut, putusan MK pada 2013 telah menegaskan status aset BUMD/BUMN juga merupakan kekayaan daerah/negara.
"Berdasarkan putusan MK tersebut, sekalipun penyertaan modal yang berasal dari APBD DKI Jakarta itu sudah beralih menjadi modal PT Bank DKI selaku BUMD, tetapi peralihan tersebut tidak serta merta menjadi kekayaan PT Bank DKI itu sendiri, melainkan tetap dianggap sebagai kekayaan daerah. Karenanya, penyitaan aset PT Bank DKI adalah penyitaan aset milik daerah," ucapnya.
Denny menegaskan, penyitaan aset Bank DKI merupakan pelanggaran terhadap Pasal 50 huruf d UU Perbendaharaan Negara yang tegas melarang bagi siapapun menyita aset/kekayaan daerah. Atas dasar itu, Denny meminta aset Bank DKI tersebut sebagai objek yang tidak dapat disita.
Ilustrasi Pengadilan Tipikor, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Sehingga, penyitaan tersebut secara hukum tentu tidak dapat dijalankan (non-executable)," kata Denny.
ADVERTISEMENT
Secara ekonomi, kata Denny, objek sita merupakan aset/kekayaan DKI Jakarta yang nilainya sangat tinggi. Sehingga apabila tetap dieksekusi, akan menimbulkan persoalan hukum yang serius dan merugikan keuangan DKI.
"INTEGRITY Law Firm memberikan apresiasi dan dukungan penuh atas kebijakan Ketua PN Jakpus yang tetap konsisten tidak melaksanakan eksekusi yang dipaksakan sejak tahun 2009, serta mendukung majelis hakim yang sedang menyidangkan perkara perlawanan (Nomor 582/Pdt.Bth/2020/PN Jkt.Pst) ini agar putusannya sejalan dengan upaya penyelamatan aset milik publik atau rakyat DKI Jakarta," tutupnya.
Warga berjalan di depan gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kemayoran, Jakarta, Rabu (7/1). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO

Latar Belakang Kasus

Kasus sita aset gedung pusat Bank DKI telah bergulir sejak 2009. Ketika itu terjadi sengketa tanah antara The Tjin Kok dan Bank DKI serta Gubernur DKI.
ADVERTISEMENT
Pada 2011, MA mengeluarkan putusan kasasi yang menyatakan Bank DKI sebagai tergugat I dan Gubernur DKI sebagai tergugat II, agar membayar kewajibannya kepada penggugat (The Tjin Kok atau ahli waris) atas perbuatan melawan hukum menyerobot tanah milik The Tjin Kok.
Bank DKI dianggap melawan hukum karena menggunakan tanah milik The Tjin Kok tanpa izin. MA mewajibkan Bank DKI membayar gugatan Rp 15,36 miliar kepada pihak Tje Tjin Kok atas tindakan tersebut.
Saat itu, pihak The Tjin Kok meminta Bank DKI segera membayar nominal tersebut atau aset akan dieksekusi.
Namun tidak diketahui kelanjutan ultimatum tersebut. Hingga kasus ini berlarut dan PD Pasar Jaya mengajukan gugatan perlawanan ke PN Jakpus. Dalam perkara nomor 582/Pdt.Bth/2020/PN Jkt.Pst, PN Pasar Jaya menggugat sejumlah ahli waris The Tjin Kok.
Ilustrasi palu hakim dan kitab undang-undang Foto: Pixabay
Berikut permintaan atau petitum PD Pasar Jaya:
ADVERTISEMENT
- Menerima dan mengabulkan Perlawanan Pelawan untuk seluruhnya;
- Menyatakan Perlawanan Pelawan sebagai pihak ketiga adalah tepat dan beralasan;
- Menyatakan Pelawan adalah pelawan Sita Eksekusi yang beriktikad baik dan jujur;
- Menyatakan Sebidang Tanah dan Bangunan serta segala sesuatu yang terletak di atasnya Jalan H. Juanda III Nomor 7-9 Jakarta Pusat adalah Milik TERLAWAN TERSITA I;
- Menyatakan penetapan sita eksekusi Ketua Pengadilan Negeri Jakara Pusat DAFT (daftar) No. 43/2009.Eks jo No 23/Pdt.G/2002/PN.Jkt.Pst tertanggal 25 Juli 2011 terhadap Sebidang Tanah dan Bangunan serta segala sesuatu yang terletak diatasnya Jalan H. Juanda III No.7-9 Jakarta Pusat tidak dapat dijalankan (Non Executable).