PBB Ultimatum Pemimpin Kudeta Myanmar: Jenderal, Anda Dimintai Tanggung Jawab

15 Februari 2021 8:16 WIB
Seorang biksu Buddha memegang sebuah tanda berdiri di samping kendaraan lapis baja selama protes terhadap kudeta militer, di Yangon, Myanmar, Minggu (14/2). Foto: Stringer/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Seorang biksu Buddha memegang sebuah tanda berdiri di samping kendaraan lapis baja selama protes terhadap kudeta militer, di Yangon, Myanmar, Minggu (14/2). Foto: Stringer/REUTERS
ADVERTISEMENT
Kudeta Myanmar makin kacau. Pasukan keamanan menembaki para demonstran antikudeta hingga memadamkan internet, Senin (15/2) pagi.
ADVERTISEMENT
Atas kondisi ini, PBB mengecam dan mengultimatum pemimpin kudeta Myanmar, Panglima Tinggi Militer Jenderal Min Aung Hlaing.
Pelapor khusus HAM PBB, Tom Andrew, mengatakan upaya junta untuk mengendalikan gerakan protes adalah tanda "putus asa" dan sama dengan deklarasi perang terhadap rakyatnya sendiri.
"Perhatian jenderal: Anda akan dimintai pertanggungjawaban," tulisnya di Twitter dikutip dari AFP.
Sekjen PBB Antonio Guterres menggemakan desakan pihak berwenang untuk "memastikan hak protes secara damai sepenuhnya dihormati dan para demonstran tidak dikenakan pembalasan".
Panglima Tertinggi Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing. Foto: Soe Zeya Tun/REUTERS
Melalui juru bicaranya, Guterres juga meminta militer untuk "segera" mengizinkan diplomat Swiss Christine Schraner Burgener mengunjungi Myanmar untuk mengetahui secara langsung.
PBB mendesak agar pengamat diizinkan masuk untuk mengetahui kondisi terkini, setelah beredarnya live streaming di medsos yang memperlihatkan kendaraan militer dan tentara bergerak ke berbagai negara.
ADVERTISEMENT
Sementara, duta besar AS, Inggris, dan Uni Eropa, secara bersama-sama mendesak pasukan keamanan untuk tidak membahayakan warga sipil.
"Kami menyerukan pasukan keamanan untuk menahan diri dari kekerasan terhadap demonstran, yang memprotes penggulingan pemerintah sah mereka," kata mereka.
Para pengunjuk rasa menentang kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Naypyitaw, Myanmar, Selasa (9/2). Foto: Stringer/REUTERS
Kedutaan Besar AS menyarankan warga AS untuk berlindung di tempat aman dan tidak mengambil risiko dengan menentang jam malam yang diatur rezim. Militer Myanmar memberlakukan jam malam untuk membatasi gelombang protes.
Kepemimpinan militer Myanmar sejauh ini tidak terpengaruh oleh berbagai kecaman internasional.
Junta bersikeras mengambil alih kekuasaan secara sah. Mereka juga telah menginstruksikan jurnalis di negara itu untuk tidak menyebut mereka sebagai pemerintah yang mengambil alih kekuasaan melalui kudeta.

Internet di Myanmar Dihentikan Cegah Gelombang Protes

Seorang pria mengibarkan bendera di samping kendaraan lapis baja selama protes terhadap kudeta militer, di Yangon, Myanmar, Minggu (14/2). Foto: Stringer/REUTERS
Junta menghentikan layanan internet dan mengerahkan pasukan di seluruh negeri sejak Senin dini hari untuk membubarkan massa.
ADVERTISEMENT
Pasukan keamanan menembakkan gas air mata ke demonstran di Myitkyina diikuti tembakan ke kerumunan yang berkumpul untuk menghentikan rumor pemadaman jaringan listrik.
Seorang wartawan di tempat kejadian mengatakan tidak jelas apakah polisi menggunakan peluru karet atau peluru tajam. Media lokal mengatakan, lima jurnalis yang memantau protes telah ditahan karena menerbitkan gambar beberapa orang yang terluka dalam insiden tersebut.
Junta telah meningkatkan upaya untuk memadamkan kampanye pembangkangan sipil yang sedang berkembang yang menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi. Salah satu upayanya adalah pemutusan internet di Myanmar.
Petugas polisi berbaris selama bentrokan dengan pengunjuk rasa yang menentang kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Naypyitaw, Myanmar. Foto: STR/REUTERS
Kelompok pemantau NetBlocks mengatakan "pemadaman informasi yang diperintahkan negara" telah membuat Myanmar hampir seluruhnya offline.
Situasi Myanmar makin kacau sejak militer menahan Aung San Suu Kyi dan pejabat pemerintah dan politikus pada 1 Februari. Aksi militer ini dianggap mencoba mengakhiri demokrasi selama satu dekade di negara itu.
ADVERTISEMENT
Pemadaman internet akhir pekan lalu gagal menghentikan perlawanan rakyat yang telah menyebabkan gelombang demonstrasi besar di pusat kota besar dan desa-desa perbatasan.
Massa bergabung dalam unjuk rasa menentang kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Yangon, Myanmar, Selasa (9/2). Foto: Stringer/REUTERS
Sebanyak 400 pekerja yang mogok memelopori kampanye pembangkangan sipil ditahan. Namun ketakutan terhadap penangkapan ini tidak menghalangi gelombang protes yang semakin membesar selama 9 hari berturut-turut.
Di kota selatan Dawei, 7 petugas polisi melanggar batasan demi bergabung dengan pengunjuk rasa, memperlihatkan tentang pembelotan dari junta.
Beberapa bagian negara dalam beberapa hari terakhir membentuk brigade pengawas lingkungan untuk memantau masyarakat dan mencegah penangkapan penduduk yang bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil.
"Kami tidak mempercayai siapa pun saat ini, terutama mereka yang berseragam," kata Myo Ko Ko, seorang anggota patroli jalan di Yangon.
ADVERTISEMENT
Di dekat stasiun kereta pusat kota, masyarakat menggulung batang pohon ke jalan untuk memblokir kendaraan polisi dan militer.
ADVERTISEMENT