PDIP dan PSI Kecam Intimidasi Wartawan di Munajat 212

22 Februari 2019 21:27 WIB
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto (tengah), di kediaman seniman Bandung. Foto: Okky Ardiansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto (tengah), di kediaman seniman Bandung. Foto: Okky Ardiansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Sekjen PDIP Hasto Kritiyanto menilai tindak kekerasan terhadap jurnalis di Munajat 212 menggambarkan bagaimana pendukung paslon 02 memperlakukan wartawan. Padahal, menurut Hasto, wartawan merupakan pilar keempat demokrasi.
ADVERTISEMENT
"Apa pun kekerasan tidak dibenarkan, apalagi terhadap insan pers. Sama sekali tidak dibenarkan. Mereka tidak memahami, pers adalah kekuatan keempat uang menjaga kualitas demokrasi," kata Hasto di kediaman Budi Dalton, Bandung, Jumat (22/2/2019).
"Itu juga, mungkin saja, tidak lepas dari kritik Pak Prabowo (Subianto) yang membelah pers. Sehingga mungkin mereka melakukan itu. Kami sangat tidak setuju," lanjutnya.
Hasto lalu membandingkannya dengan sikap capres Joko Widodo yang dinilai sangat peduli dengan wartawan. Misalnya, saat paslon nomor urut 01 itu membatalkan remisi terpidana pembunuhan wartawan di Bali.
"Pak Jokowi sangat respons ketika ada seorang wartawan remisi atas kasus pembunuhan, kami respons akhirnya dibatalkan. Itu makin memperlebar jarak bagaimana Jokowi-Ma'ruf yang ramah terhadap semua makhluk, apalagi pers. Sementara, di sana melakukan kekerasan itu. ‎Itu bedanya," ucapnya.
Sejumlah peserta Malam Munajat 212 berdoa di lapangan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, kamis, (21/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sementara itu, Jubir PSI Andy Budiman mendesak polisi untuk menangkap pelaku tindak kekerasan tersebut. Menurutnya, tindakan itu merupakan bagian dari intimidasi terhadap kemerdekaan pers.
ADVERTISEMENT
"Selain harus diusut dengan pasal penganiayaan, para pelaku juga harus dijerat UU Pokok Pers karena menghalang-halangi kerja wartawan," kata Andy dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/2)
Andy menilai, insiden seperti itu bukan hanya terjadi sekali. Ia menyebut, adanya persekusi terhadap wartawan merupakan alarm bagi pihak-pihak yang masih menginginkan kebebasan dan demokrasi di Indonesia.
Sebelumnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam aksi kekerasan dan intimidasi oleh massa terhadap jurnalis yang sedang liputan.
AJI menilai tindakan massa menghapus rekaman video maupun foto dari kamera jurnalis CNN Indonesia TV dan detikcom adalah perbuatan melawan hukum.
"Mereka telah menghalang-halangi kerja jurnalis untuk memenuhi hak publik dalam memperoleh informasi," ujar Ketua AJI Jakarta, Asnil Bambani Amri dalam keterangannya, Jumat (22/2).
ADVERTISEMENT
Tindakan kekerasan, intimidasi, dan persekusi, dilakukan oleh sekelompok massa saat pelaksanaan Munajat 212 pada Kamis (21/2) kepada sejumlah jurnalis.
Insiden bermula dari keributan akibat tertangkapnya seorang copet. Para jurnalis yang berada di dekat lokasi langsung menghampiri dan merekam peristiwa. Beberapa oknum massa memaksa kameramen CNN Indonesia TV untuk menghapus gambar kericuhan yang terjadi.
Pun demikian dengan jurnalis detikcom yang dipaksa menghapus foto dan video. Akan tetapi, jurnalis tersebut menolak. Massa kemudian mengambil paksa dan menunaikan misinya. Di sana, ia juga dipukul, dicakar, dan dipaksa jongkok di tengah kepungan.