Pegawai KPK Nilai Lili Pintauli Layak Dipidana

2 September 2021 16:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Dewas KPK diminta menindaklanjuti pelanggaran etik Lili Pintauli Siregar. Yakni melaporkan Wakil Ketua KPK itu ke penegak hukum atas dugaan pelanggaran pidana.
ADVERTISEMENT
"Penyidik non-aktif Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan, Rizka Anungnata, dan Mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi, Sujanarko, meminta Dewan Pengawas melaporkan Pimpinan KPK LPS (Lili Pintauli Siregar) secara pidana kepada penegak hukum," ujar Novel Baswedan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/9).
Novel Baswedan, Rizka Anungnata, dan Sujanarko merupakan pegawai KPK yang melaporkan etik Lili Pintauli ke Dewas KPK. Ketiganya termasuk pegawai KPK yang tidak lulus TWK. Untuk Sujanarko, saat ini ia sudah pensiun.
Lili Pintauli melanggar etik lantaran berkomunikasi dengan pihak yang berperkara di KPK. Ia membocorkan kasus ke Wali Kota Tanjungbalai Syahrial.
Perbuatan itu tidak hanya melanggar etik. Melainkan juga pidana sebagaimana diatur dalam UU KPK.
Lantaran Dewas KPK sudah menyatakan Lili Pintauli terbukti berkomunikasi dengan pihak berperkara sebagaimana pelanggaran etik, hal itu secara tidak langsung menyatakan ada pidana yang dilanggar dalam UU KPK.
ADVERTISEMENT
"Bahwa sudah menjadi prinsip mendasar bagi lembaga pengawas termasuk BPKP, BPK, dan lembaga pengawas lainnya, bahwa apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, lembaga pengawas wajib melaporkannya ke pihak yang berwenang (penegak hukum)," ucap Novel.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Aturan larangan berkomunikasi dengan pihak yang berperkara memang tidak hanya diatur dalam Kode Etik, dalam UU KPK pun hal tersebut diatur. Yakni dalam Pasal 36 UU Nomor 30 Tahun 2002, yakni Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang:
a. mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun;
Bila melanggar, maka ada konsekuensi pidana yang bisa diterapkan, yakni ancaman maksimal 5 tahun penjara. Hal itu diatur dalam Pasal 65, berikut isinya:
ADVERTISEMENT
Setiap Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Kedua pasal di atas tidak diubah dalam UU baru KPK yakni UU Nomor 19 Tahun 2019.
"Isi pasal yang dilanggar, selaras dengan Pasal 36 UU 30/2002. Artinya, perbuatan LPS (Lili Pintauli Siregar) adalah sebagai dugaan tindak pidana. Maka dari itu, Dewan Pengawas seharusnya juga melaporkan perbuatan LPS tersebut kepada penyelidik atau penyidik (penegak hukum)," kata Novel.
Lili Pintauli dinyatakan bersalah melanggar etik terkait dua hal. Menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi serta berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya ditangani KPK.
Pertama, ia menggunakan pengaruhnya untuk membantu adik iparnya. Salah satunya dengan meminta bantuan Wali Kota Tanjungbalai, Syahrial.
ADVERTISEMENT
Kedua, ia berkomunikasi dengan Syahrial membahas kasus. Lili Pintauli memberi tahu bahwa Syahrial mempunyai kasus di KPK. Tak hanya itu, ia bahkan memberikan nomor pengacara sebagai bantuan untuk Syahrial.
Terkait pelanggaran ini, Dewas menjatuhkan sanksi pemotongan gaji pokok 40% selama setahun. Namun, vonis itu dinilai kurang. Sebab, pemotongan itu hanya setara Rp 1,8 juta per bulan saja.
Dewan Pengawas KPK Albertina Ho (Kiri) dan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar (Kanan). Foto: Dok. Humas KPK
Dewas KPK pun menyiratkan tidak akan menindaklanjuti hal itu ke ranah pidana. Anggota Dewas Albertina Ho pun beralasan bahwa ranah pihaknya hanya etik.
"Mengenai apakah akan ditindaklanjuti oleh Direktorat Penindakan atau bagaimana, bukan kewenangan Dewas, tadi sudah disampaikan Pak Ketua, kami hanya sebatas etik dan sudah diputus, selanjutnya diserahkan saja ke yang berwenang," kata Albertina.
ADVERTISEMENT