Pemerintah Diminta Pertimbangkan Kasus Kematian di Norwegia saat Lobi Pfizer

16 Januari 2021 19:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Botol vaksin Pfizer / BioNTech kosong usai disuntikkan kepada suster panti jompo berusia 39 tahun, Sanna Elkadiri yang menjadi orang pertama di Belanda saat vaksinasi di Veghel, Belanda, Rabu (6/1).  Foto: Piroschka van de Wouw/Pool/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Botol vaksin Pfizer / BioNTech kosong usai disuntikkan kepada suster panti jompo berusia 39 tahun, Sanna Elkadiri yang menjadi orang pertama di Belanda saat vaksinasi di Veghel, Belanda, Rabu (6/1). Foto: Piroschka van de Wouw/Pool/REUTERS
ADVERTISEMENT
Sebanyak 23 orang di Norwegia meninggal dunia usai menerima vaksin corona Pfizer. 13 orang di antaranya meninggal karena efek samping yang ditimbulkan setelah proses penyuntikan.
ADVERTISEMENT
Rencananya vaksin buatan Pfizer-BioNTech asal Amerika Serikat ini menjadi salah satu vaksin yang akan digunakan di Indonesia.
Menanggapi itu, anggota Komisi IX Fraksi PDIP Rahmad Handoyo mengatakan kejadian di Norwegia perlu menjadi perhatian pemerintah. Termasuk menjadi bahan pemerintah bernegosiasi dengan pihak Pfizer.
"Kami mendukung tetapi pemerintah Bio Farma juga harus melihat kondisi-kondisi, fakta-fakta, kejadian-kejadian di luar negeri menjadi satu bahan pertimbangan untuk proses negosiasi dengan Pfizer," ujar dia saat dihubungi, Sabtu (16/1).
Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo. Foto: Dok. Pribadi
Menurut Rahmat, pengadaan vaksin harus dilakukan dengan mempertimbangkan masalah keamanan dan kemanjurannya. Ia pun mendorong pemerintah untuk selalu melihat perkembangan yang ada.
"Itu perlu saya ingatkan kepada Bio Farma dan pemerintah apalagi di kejadian dengan adanya Norwegia ini menambah deretan panjang tantangan kerja sama pemerintah Indonesia dalam hal ini Bio Farma dengan Pfizer. Jadi mohon azas kehati-hatian, keamanan, efektivitas menjadi parameter utama," jelas Rahmad.
Araceli Hidalgo, 96, penduduk panti jompo Los Olmos untuk orang tua, menerima dosis pertama vaksin Pfizer-BioNTech Covid-19 pada 27 Desember 2020, di Guadalajara, Spanyol. Foto: Pepe Zamora / POOL / AFP
Selain masalah kemanjuran, Rahmat menjelaskan salah tantangan yang harus menjadi pertimbangan pemerintah adalah masalah pendistribusian vaksin Pfizer. Pasalnya, vaksin ini harus disimpan dengan kondisi suhu minus 70 derajat Celsius.
ADVERTISEMENT
"Selalu kita wait and see ya apalagi adanya kejadian di Norwegia ada yang barangkali perlu menjadi perhatian kita bersama. Namun apa pun kerja sama dengan Pfizer ini memang penuh tantangan. Pertama dari sisi logistik saja kita juga butuh infrastuktur dan biayanya juga pasti sangat mahal," kata Rahmad.
"Bahwa ini menggunakan pendingin yang minus di bawah 70 derajat Celsius ini kan juga butuh tantangan tersendiri, butuh biaya mahal tidak semua daerah bisa menyediakan atau kalau pemerintah menyediakan biayanya besar, relatif butuh waktu. Sehingga tidak serta merta semua di daerah di Indonesia bisa menggunakan ini," sambungnya.
Ilustrasi vaksin corona Pfizer. Foto: Dado Ruvic/REUTERS
Selain itu, kata dia, pemerintah melalui Bio Farma juga harus melobi terkait permintaan Pfizer yang ingin dibebaskan dari klaim hukum, jika ada efek samping pemakaian vaksin. Dia pun menginginkan Indonesia sejajara dengan pihak Pfizer dalam proses lobi ini.
ADVERTISEMENT
"Saya hanya berharap meskipun negara kita bangsa kita membutuhkan vaksin ya kita tidak boleh kalah paling tidak win-win sejajarlah posisinya. Mengingat itu platform yang dikembangkan baru sedangkan yang lain sudah platfrom lama sehingga menjadi tantangan tersendiri," ucapnya.
Dari total 23 orang yang meninggal di Norwegia setelah disuntik vaksin Pfizer, 8 di antaranya merupakan lansia di atas 80 tahun.
Badan Obat Norwegia mengatakan, para korban mengalami efek samping demam dan mual. Namun efek tersebut ternyata berakibat fatal bagi lansia yang menerima vaksin.