Pemerintah Harus Pertimbangkan Lagi Rencana Pembukaan Sekolah di Zona Kuning

8 Agustus 2020 9:19 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian. Foto: Instagram/@hetifah
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian. Foto: Instagram/@hetifah
ADVERTISEMENT
Pemerintah mengeluarkan kebijakan akan kembali membuka sekolah di sejumlah wilayah Indonesia yang ada di zona kuning penularan virus corona.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, kegiatan pembelajaran tatap muka bagi para pelajar kembali berjalan meski pandemi COVID-19 tak kunjung usai.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, meminta pemerintah harus lebih berhati-hati dalam pembukaan sekolah. Dia menekankan keselamatan dan kesehatan harus menjadi prioritas bersama.
"Harus ada mekanisme dari pemerintah untuk mengontrol bahwa memang sekolah yang akan dibuka benar-benar memenuhi daftar periksa. Jangan sampai itu hanya menjadi formalitas dan di lapangan tidak dilakukan," kata Hetifah dalam keterangannya yang diterima kumparan, Sabtu (8/8).
"Jika perlu, adakan sidak-sidak untuk memantau keberjalanannya," tambahnya.
Hetifah menuturkan, jika ada sekolah atau pemda yang tak memenuhi syarat namun tetap menjalankan kegiatan belajar mengajar, dia menegaskan hal itu harus diberikan sanksi.
ADVERTISEMENT
"Berikan sanksi bagi sekolah ataupun pemda yang terbukti belum memenuhi prasyarat tapi sudah berani membuka," ucap dia.
Politisi Golkar itu menyarankan, keputusan untuk mengembalikan pembelajaran tatap muka di sekolah boleh diambil jika tak ada pilihan lagi dalam menjalankan pembelajaran jarak jauh. Seperti dengan keterbatasan jaringan internet dan lain hal.
Seorang siswa SD dengan masker di wajahnya berjalan meninggalkan sekolah usai melakukan pendaftaran ulang pada hari pertama sekolah di Jayapura, Papua. Foto: Gusti Tanati/ANTARA FOTO
Hanya saja, sejauh ini dia mengingatkan bahwa kebijakan sekolah tatap muka tidak bersifat wajib.
"Dari pemerintah tidak mewajibkan, tapi membolehkan. Oleh karena itu saya berharap kebijakan dari pemda, kepala sekolah, dan garda terakhir yaitu orang tua untuk mempertimbangkan masak-masak keputusan ini," jelas Hetifah.
"Kalau memang masih bisa di rumah, sebaiknya di rumah saja. Tapi kalau memang sulit dengan alasan keterbatasan internet, atau orang tua bekerja, barulah tatap muka ini dipilih sebagai opsi terakhir dengan protokol yang ketat,” tambahnya.
Seorang murid yang mengenakan pelindung wajah san masker saat mengikuti kelas tatap muka di sebuah taman kanak-kanak di Semarang, Jawa Tengah. Foto: Stringer/REUTERS

Meski Sekolah Buka, Pemerintah Diminta Tetap Fasilitasi Pembelajaran Jarak Jauh

Selain itu, jika pada realisasinya ada orang tua yang tak ingin anaknya melakukan pembelajaran tatap muka, dia meminta agar sistem pembelajaran jarak jauh tetap diadakan.
ADVERTISEMENT
Sehingga dengan begitu, mereka yang tak ingin anak-anaknya kembali ke sekolah tetap dapat mengikuti pelajaran.
"Misalkan ada sekolah dibuka, tapi sebagian orang tuanya belum nyaman memasukkan anaknya, mereka juga harus difasilitasi untuk tetap menjalankan pendidikan jarak jauh," ujarnya.
"Misalnya, proses belajar mengajar di kelas divideokan atau siswa lain bisa mengikuti melalui aplikasi telekonferensi. Jangan sampai karena sekolah dibuka dan mayoritas siswa masuk sekolah, mereka yang memilih untuk tetap di rumah jadi terdiskriminasi," pungkasnya.