Pemerintah Harus Segera Keluarkan Aturan Teknis soal Penunjukan Penjabat

18 Mei 2022 16:25 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ahli Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ahli Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kemendagri telah melantik 5 Penjabat (Pj) kepala daerah untuk mengisi kekosongan karena ada 5 kepala daerah yang masa jabatannya telah berakhir.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, pelantikan Pj menuai sorotan karena dinilai mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Wali kota. Salah satunya termaktub dalam putusan nomor 15/PUU-XX/2022.
Pakar tata hukum negara, Bivitri Susanti, memahami kebingungan yang terjadi karena tidak ada aturan pelaksana yang mengatur secara spesifik terkait pemilihan dan pengangkatan Pj. Menurut dia, aturan soal Pj yang ada saat ini tidak secara spesifik mengatur penunjukan Pj untuk kepala daerah yang masa jabatannya habis sebelum Pemilu 2024.
"Kan, memang sebenarnya [UU Pilkada] Pasal 201 itu tujuan pembuatannya dulu bukan untuk konteks yang sekarang sedang kita alami. Kalau dibaca lagi, Pasal 201 itu sebenarnya tujuannya kalau misalnya ada kepala daerah yang meninggal dunia atau misalnya kena kasus korupsi. Jadi bukan sesuatu yang dalam konteks putusan MK," kata Bivitri saat dihubungi, Rabu (18/5).
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Bivitri mendorong pemerintah segera mengeluarkan aturan pelaksana yang secara spesifik mengatur pemilihan dan pengangkatan Pj. Hal ini supaya tidak ada kebingungan dari segi hukum dan konstitusi.
"Kalau menurut saya masih belum terlambat karena masih banyak Penjabat kepala daerah yang harus dilantik. Jadi menurut saya pemerintah segera, deh, keluarkan [aturan pelaksana]. Ini yang 5 ini sudahlah, sudah kepalang," tegasnya.
"Segera keluarkan peraturan yang baru yang mengatur yang tidak seperti konteks Pasal 201, tapi mengatur juga dengan jelas sampai kapan, bagaimana dipilihnya, dan waktu penyusunannya pun hendaknya mengundang pihak-pihak terkait," lanjutnya.
Menurut dia, apa yang dilakukan pemerintah saat ini melanggar konstitusi. Sebab, konstitusi mengatur agar pemilihan kepala daerah dilakukan secara demokratis.
ADVERTISEMENT
"Nah, jadi koridornya harus tetap itu, sehingga nanti peraturannya pun harus dibuat dalam koridor konstitusional itu," pungkasnya.
Dalam pertimbangan putusannya, MK menilai perlu dibuatnya aturan pelaksana dalam Pasal 201 UU Nomor 10 Tahun 2016 dalam pemilihan Pj kepala daerah. Pasal tersebut mengatur soal penunjukan Pj kepala daerah untuk gubernur, bupati, dan wali kota yang masa jabatannya habis sebelum pemilu serentak 2024.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kiri) menyerahkan surat keputusan kepada Pj. Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw (kanan) saat pelantikan lima penjabat gubernur di Kemendagri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Ada 12 ayat dalam Pasal 201 ini. Ayat 1 hingga 7 menyebutkan soal masa jabatan kepala daerah yang habis dari tahun 2017-2023. Pada ayat 8 hingga 12 barulah diatur ketentuan penunjukan Pj kepala daerah tersebut. Berikut bunyinya:
Ayat 8: Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024.
ADVERTISEMENT
Ayat 9: Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Wali kota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota melalui Pemilihan serentak nasional pada tahun 2024.
Ayat 10: Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat 11: Untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati/Wali kota, diangkat penjabat Bupati/Wali kota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan Bupati, dan Wali kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
Ayat 12: Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (6), dan ayat (8) diatur dengan Peraturan KPU.
Menurut MK, dalam proses mengangkat penjabat kepala daerah, pemerintah terlebih dahulu harus membuat pemetaan kondisi riil masing-masing daerah. Pemerintah juga harus melihat kebutuhan penjabat kepala daerah yang memenuhi syarat sebagai penjabat kepala daerah dan memerhatikan kepentingan daerah serta dapat dievaluasi setiap waktu secara berkala oleh pejabat yang berwenang.
Hal itu agar menghasilkan para Pj daerah yang berkualitas dalam memimpin daerahnya masing-masing untuk waktu sementara sampai adanya kepala daerah dan wakil kepala daerah definitif berdasarkan hasil Pilkada Serentak Nasional tahun 2024.