Pemerintah Izinkan Acara Berskala Besar, Epidemiolog Nilai Terlalu Buru-buru

28 September 2021 12:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana acara Jazz Gunung Ijen Festival 2019. Foto: Pemkab Banyuwangi.
zoom-in-whitePerbesar
Suasana acara Jazz Gunung Ijen Festival 2019. Foto: Pemkab Banyuwangi.
ADVERTISEMENT
Tren COVID-19 di Indonesia yang semakin melandai membuat pemerintah melonggarkan banyak poin pembatasan kegiatan masyarakat. Salah satu yang mengundang pro-kontra adalah tentang perizinan penyelenggaraan acara berskala besar.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal ini, epidemiolog asal Indonesia yang kini sedang mengenyam pendidikan di Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan bahwa langkah pemerintah masih terburu-buru dan terlalu cepat dalam melonggarkan aturan.
“Ya, menurut saya masih kecepatan. Terlalu cepat, terlalu terburu-buru karena kondisi kita sendiri di Indonesia ini, termasuk di Jawa, belum sepenuhnya terkendali,” ucap Dicky melalui sambungan telepon, Senin (27/9).
Baginya, klaim perbaikan di sejumlah daerah tidak sesuai karena tidak didukung oleh data yang kuat. Lantaran, ia mengacu kepada sistem pengolahan data COVID-19 di Indonesia yang masih perlu dikembangkan.
Positivity rate yang di bawah 3 persen tidak sesuai. Klaim perbaikan ini tidak didukung oleh data yang kuat. Lalu, tidak ada 3T yang kuat, konsisten, dan lama. Soal ini (COVID-19), kita bicara siak hukum biologi, bicara data, banyak daerah tidak memberikan data,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT

Warga Daerah Lebih Rentan

Dicky menambahkan, perlu ada beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menyeimbangkan perizinan acara berskala besar dengan kontrol penyebaran COVID-19, terlebih lagi di wilayah daerah.
Menurutnya, daerah lebih rentan kecolongan karena tingkat testing yang cenderung lebih rendah daripada warga di perkotaan. Bukan hanya itu, potensi kasus yang naik juga karena kemampuan ekonomi, vaksinasi, dan infrastruktur yang lebih lemah di daerah.
Alhasil, tidak ada perlindungan preventif atau proses skrining yang layak. Jika hal ini dibiarkan, Dicky yakin penyelenggaraan acara berskala besar akan memunculkan klaster-klaster COVID-19 yang baru dan dapat memicu percepatan gelombang ketiga.
“Secara potensi jumlah kasus, paling tinggi di daerah karena tingkat pengetesan masih rendah. Ini karena lansia lebih banyak ditemukan di daerah. Lalu kemampuan ekonomi, status gizi, imunisasi, dan vaksinasi yang lebih rendah. Belum lagi dengan infrastruktur yang lemah dan kondisi geografis yang sulit dijangkau, aksesnya (kepada fasilitas kesehatan memadai) lebih sulit,” lanjutnya.
Dicky Budiman, epidemiolog dari Griffith University Australia. Dok. Pribadi.

Langkah yang Perlu Ditempuh Pemerintah

Meskipun menganggap hal ini terlalu cepat, Dicky tak menutup kemungkinan perizinan perhelatan acara berskala besar ini dapat berbuah baik. Dari kacamata Epidemiologi, ia mengerti bahwa negara perlu kembali melakukan konstruksi dari segi produktivitas ekonomi dan sosialnya.
ADVERTISEMENT
Sebagai upaya preventif untuk menghindari lonjakan kasus, Dicky memberikan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan pemerintah Indonesia dalam implementasi acara berskala besar.
Pertama, pemerintah harus bisa memastikan keadaan lapangan sesuai dengan realitas yang berbasis data. Ia menyarankan pemerintah memulai dari daerah terlebih dahulu.
“Terapkan di daerah, harus dilihat dulu pandemi sudah aman atau belum di sana. Semua dilakukan berdasarkan data dan indikator epidemiologi. Bagaimana positivity rate yang sesungguhnya? Bagaimana kasus infeksi dan kematiannya?” jelas Dicky.
Kedua, melakukan uji coba. Mulai dari melihat bagaimana implementasi protokol kesehatan, rencana mitigasi, dan yang lainnya. Ketiga, mengadakan evaluasi secara bertahap yang dapat diukur sesuai dengan pedoman perhelatan acara berskala besar.
“Semua harus dilakukan secara terukur dan bertahap, serta tidak terburu-buru. Jangan tergoda dengan klaim perbaikan, jangan sampai membuat lebih banyak lagi kelonggaran (yang tidak sesuai data dan evaluasi). Indikator perbaikan harus seimbang dengan pelonggaran,” tutupnya.
ADVERTISEMENT