Pemerintah Prioritaskan Penanganan Banjir Kalsel di 3 Kabupaten

19 Januari 2021 19:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tim SAR Banjir TNI Angkatan Laut Kalimantan Selatan menyisir daerah-daerah terisolasi yang terkena musibah banjir. Foto: Dispen TNI AL
zoom-in-whitePerbesar
Tim SAR Banjir TNI Angkatan Laut Kalimantan Selatan menyisir daerah-daerah terisolasi yang terkena musibah banjir. Foto: Dispen TNI AL
ADVERTISEMENT
Pemerintah memprioritaskan tiga kabupaten dalam penanganan banjir Kalsel. Tiga kabupaten itu adalah Tanah Laut, Banjar, dan Hulu Sungai Selatan.
ADVERTISEMENT
Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai (PEPDAS) Saparis Soedarjanto mengatakan tiga daerah tersebut dipilih karena banjirnya paling besar.
Selain itu, tambah Saparis, tiga kabupaten tersebut masuk ke dalam DAS yang berbeda. Hal itu mengakibatkan kapasitas sungai tak mampu menampung debit air hingga mengakibatkan banjir besar.
Berdasarkan data, debit banjir mencapai 645,56 meter per kubik per detik di Tanah Laut, akan tetapi kapasitas sungai itu hanya mampu menampung 410 meter per kubik per detik .
"Kemudian yang di Banjar debit banjir 311meter per kubik per detik, sementara kemampuan sungai cuma 47 meter per kubik per detik, terus kemudian yang Hulu Sungai tengah itu 333 meter per kubik per detik, kapasitas sungai cuma 93 meter per kubik per detik " ujar Saparis dalam jumpa pers virtual, Selasa (19/1).
ADVERTISEMENT
Hanya ada dua kabupaten di Kalsel yang tidak terkena banjir di pertengahan Januari 2021, Tabalong dan Kotabaru. Selain karena cuaca ekstrem, lokasi banjir dan rendahnya kemampuan drainase juga memperparah musibah tersebut.
Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKLK), Kaliansyah mengatakan sistem drainase tidak mampu mengalirkan volume air dari DAS Barito yang sangat besar.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga menyatakan penurunan luas hutan alam di Kalsel mencapai 62,8% selama 30 tahun terakhir atau sejak 1990.
"Kalau kita perhatikan dari tahun 1990 sampai 2019 maka penurunan luas hutan alam itu sebesar 62,8%. Yang paling besar itu terjadi antara 1990 sampai 2000 sebesar 55,5%," ujar Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK, Karliansyah, dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (19/1).
ADVERTISEMENT
Dari data yang ditunjukkan Karliansyah, tercatat luas hutan alam di Kalsel menyusut sekitar 463.481 hektare dalam kurun waktu 1990-2019. Berikut datanya:
Di sisi lain, pembukaan kawasan non-hutan semakin meningkat sejak tahun 1990. Dari 1.025.542 hektare di 1990 menjadi 1.495.497 hektare pada 2019.
Pembukaan lahan untuk perkebunan selama 30 tahun terakhir tersebut mencapai 219,313 hektare. Adapun pembukaan lahan bagi pertambangan kurun 1990-2019 mencapai 29.918 hektare.
Sementara dari total wilayah Kalsel seluas 3.721.884,85 hektare, luas hutan sekitar 24,68% dari idealnya 30%. Adapun luas lahan perkebunan di Kalsel dibandingkan total wilayah mencapai 17,53% atau 652.564 hektare. Pertambangan mencapai 2,88% dari total luas wilayah atau sebesar 107.058 hektare.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana luas areal hutan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Barito yang berguna untuk menampung air?
Karliansyah menjelaskan DAS Barito mencakup 4 provinsi di Kalimantan yakni:
Karliansyah menyebut dari 1,8 juta luas DAS Barito di Kalsel, proporsi areal berhutan di sekitarnya hanya 18,2%.
"15% berupa hutan alam dan 3,2% lainnya merupakan hutan tanaman," ucapnya.
Sedangkan sisa areal DAS Barito yang tidak berhutan seluas 81,8% didominasi lahan pertanian kering campur semak 21,4%, sawah 17,8 %, dan perkebunan 13%.
ADVERTISEMENT
Meski data tersebut menunjukkan luas area hutan alam terus menurun, KLHK menilainya bukanlah penyebab utama banjir besar di Kalsel. Ia menyatakan penyebab utama banjir yakni cuaca ekstrem.
"Penyebab banjir secara umum sekali lagi ini terjadi di alur DAS Barito khusus wilayah Kalsel akibat dari cuaca yang ekstrem," kata Karliansyah.
Dia mengatakan, curah hujan tinggi yang mengguyur Kalsel membuat debit air tak lagi mampu ditampung sungai. Sehingga air meluap ke jalan dan pemukiman warga.