Pemerintah Putuskan Pilkada 2020 Tetap Digelar di Tengah Pandemi Corona

22 September 2020 6:53 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Desakan agar gelaran Pilkada 2020 ditunda lantaran penyebaran corona kian masif terus bermunculan. Tercatat, penambahan kasus corona dalam beberapa hari terakhir mencapai lebih dari 4 ribu pasien. Belum ada tanda-tanda kasus corona bakal turun, apalagi saat Pilkada digelar pada 9 Desember 2020.
ADVERTISEMENT
Justru kandidat yang positif corona sudah mencapai 60 orang. Bahkan sejumlah penyelenggara pemilu di daerah turut terpapar corona, tak terkecuali 3 komisioner KPU RI.
Ilustrasi pilkada Foto: Embong Salampessy/Antara
Namun hal tersebut tak membuat pemerintah berniat sedikitpun menunda Pilkada. Presiden Jokowi tak setuju jika Pilkada 2020 harus ditunda. Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman mengatakan, Pilkada 2020 tetap digelar Desember mendatang.
"Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 tetap sesuai jadwal, 9 Desember 2020, demi menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih dan hak memilih," kata Fadjroel.
Presiden Joko Widodo memberikan orasi kebangsaan untuk menyambut 9.068 mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada (UGM) secara virtual. Foto: UGM
Fadjroel mengatakan, Jokowi tak setuju Pilkada 2020 ditunda karena tak ada satu negara pun yang bisa memprediksi kapan wabah corona berakhir.
Lebih lanjut, kata Fadjroel, banyak negara lain di dunia yang tetap menjalankan pemilu di tengah pandemi corona. Menurut dia, Indonesia bisa menjadikan hal ini sebagai contoh. Walau demikian, protokol kesehatan harus tetap diutamakan.
ADVERTISEMENT
"Pilkada di masa pandemi bukan mustahil. Negara-negara lain seperti Singapura, Jerman, Prancis, dan Korea Selatan juga menggelar Pemilihan Umum di masa pandemi," ujarnya.
Senada, PDIP menolak desakan penundaan pelaksanaan Pilkada 2020 karena kasus corona di Indonesia meningkat. Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, mengatakan Pilkada harus tetap dilaksanakan agar menghadirkan kepala daerah yang memiliki legitimasi kuat.
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto di Rakercabsus PDIP Tangsel. Foto: PDIP
Menurut Hasto, penundaan Pilkada 2020 hanya berujung pada pemilihan Plt untuk memimpin suatu daerah. Padahal Plt tak memiliki kewenangan penuh.
"Penundaan pilkada akan menimbulkan ketidakpastian baru karena kita belum tahu kapan ini berakhir. Ini juga menimbulkan ketidakpastian. Jangan karena ketidakpastian pandemi belum tahu berakhir, ditambah dengan ketidakpastian adanya Plt kepemimpinan yang tidak punya kewenangan penuh dalam menyelenggarakan seluruh pemerintahan daerah tersebut," ucap Hasto.
ADVERTISEMENT
Sementara dalam rapat Senin (21/9), Komisi II DPR, Kemendagri, KPU, Bawaslu, DKPP memutuskan tetap menggelar Pilkada pada 9 Desember 2020.
"Mencermati seluruh tahapan yang sudah dan sedang berlangsung masih sesuai sebagaimana yang telah direncanakan dan situasi yang masih terkendali, maka Komisi II DPR RI bersama Mendagri, Ketua KPU RI, Ketua Bawaslu RI dan Ketua DKPP RI menyepakati bahwa pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tetap dilangsungkan pada 9 Desember 2020," ucap Ketua Komisi II, Ahmad Doli Kurnia, membacakan kesimpulan rapat.
Ketua KPU Arief Budiman (kanan) berbincang dengan Ketua Bawaslu Abhan (kiri) saat meninjau simulasi pemungutan suara pemilihan serentak 2020 di Jakarta. Foto: Nova Wahyudi/Antara Foto
Namun demikian, dalam rapat itu disepakati agar KPU merevisi Peraturan KPU (PKPU) mengenai gelaran Pilkada saat pandemi corona.
"Dalam rangka mengantisipasi penyebaran pandemi COVID-19 dan terjadinya pelanggaran protokol kesehatan COVID-19, Komisi II DPR meminta KPU untuk segera merevisi PKPU Nomor 10/2020 tentang perubahan atas PKPU Nomor 6/2020 tentang Pelaksanaan Pilkada dalam Kondisi Bencana Nonalam," demikian bunyi poin lainnya.
ADVERTISEMENT
Salah satu poin kesepakatan dalam rapat tersebut yakni revisi PKPU bakal mengatur sanksi bagi paslon yang melanggar protokol kesehatan sebagaimana yang diatur Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan. Pasal tersebut berbunyi:
Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000.
Selain itu, revisi PKPU akan melarang pertemuan yang melibatkan banyak massa seperti kampanye terbuka hingga konser, serta mewajibkan paslon menggunakan masker dan handsanitizer.
Menteri Dalam Negeri RI Tito Karnavian. Foto: Kemendagri RI
Adapun Mendagri Tito Karnavian meminta agar revisi PKPU dilakukan dengan segera lantaran penetapan paslon sudah dekat yakni pada 23 September.
ADVERTISEMENT
"Karena ini butuh kecepatan, setelah direvisi itu harus ada lagi sosialisasi cepat. Sebelum hari Sabtu. Sehingga paling lambat saya kira hari Kamis harus clear ini revisi PKPU ini," kata Tito.
Secara khusus, Tito meminta agar revisi PKPU melarang kegiatan kampanye yang mengumpulkan massa, seperti konser. Tito meminta dalam revisi PKPU diatur seluruh kegiatan dilakukan secara daring dalam tahapan pilkada berikutnya.
Sementara untuk daerah yang kesulitan secara teknologi, Tito menyarankan agar rapat umum dapat dilakukan secara terbatas dengan menjaga jarak dan pengawasannya melibatkan seluruh stakeholders pemilu.
"Menggunakan sarana yang ada, baik aplikasi dengan teknologi, kemudian juga saluran media massa, sosial media, maupun konvensional termasuk jaringan TVRI, RRI yang sudah sampai ke daerah-daerah, pelosok-pelosok, ini dapat dimanfaatkan," tutupnya.
ADVERTISEMENT