Pemerintah RI dan China Wajib Investigasi Tuntas Dugaan Perbudakan ABK WNI

8 Mei 2020 21:39 WIB
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Kapal Penangkap Ikan. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kapal Penangkap Ikan. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Pelarungan 3 jenazah ABK WNI dan dugaan adanya perbudakan ABK WNI di kapal berbendera China kini menjadi perhatian publik. Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) menilai pemerintah RI dan pemerintah China wajib melakukan investigasi menyeluruh kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
"IOJI berpendapat investigasi menyeluruh wajib dilakukan oleh Pemerintah Tiongkok dan Pemerintah Indonesia untuk dapat menemukan jawaban pasti mengenai hal-hal tersebut di atas dengan mendayagunakan ketentuan hukum mutual legal assistance (MLA) dan/atau ekstradisi," kata Chief Executive Officer IOJI, Mas Achmad Santosa, dalam siaran persnya, Jumat (8/5).
IOJI mengapresiasi langkah Menlu, Menteri KKP, Menaker, Menhub, hingga Kepala BP2MI yang dengan cepat merespons permasalahan tersebut. Namun tetap perlu ditindaklanjuti dengan upaya investigasi.
Mengingat, kata dia, hingga kini belum diketahui di mana ABK WNI yang dilarung di laut meninggal. Selain itu, pelarungan 3 jenazah tersebut dinilai telah menghilangkan kesempatan untuk mencari tahu penyebab kematian dengan autopsi.
"Sulit untuk dapat menentukan patut atau tidaknya tindakan pelarungan jenazah tersebut ke laut, apakah kapten dan awak kapal telah berupaya secara maksimal untuk dapat menyimpan jenazah dengan baik untuk dibawa ke daratan, dan apakah pelarungan telah dilaksanakan sesuai dengan International Medical Guide," ucapnya.
Ilustrasi kapal penangkap ikan. Foto: Pixabay
Meski kesempatan autopsi hilang, ia berharap tak akan mengganggu proses penegakan hukum yang nantinya berjalan. Penegakan hukum diharap berfokus mencari tahu penyebab kematian para ABK WNI tersebut.
ADVERTISEMENT
"Hal ini tentunya tidak dapat dijadikan alasan untuk mengesampingkan pelaksanaan proses penegakan hukum yang berfokus pada hal-hal yang menjadi penyebab kematian para PMI ABK tersebut, antara lain: perlakuan kapten kapal terhadap para PMI ABK, jam kerja serta jam istirahat, kelayakan makanan dan minuman yang diberikan, dan lain-lain," ungkap Achmad.
Selain itu, ia mendesak adanya investigasi dugaan perbudakan ABK WNI di kapal tersebut. Meliputi dugaan kekerasan, jam kerja, hingga kuantitas dan kualitas makanan serta minuman untuk WNI ABK.
"Perlakuan buruk kapten kapal terhadap PMI ABK, lebih lagi jika terjadi kekerasan fisik, jam kerja yang berlebihan, dan tidak layaknya kuantitas dan kualitas makanan dan minuman yang diberikan kepada PMI ABK adalah sebuah pelanggaran hukum serius yang harus diberikan sanksi pidana yang keras," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Berikut pernyataan lengkap IOJI:
INVESTIGASI INTERNASIONAL BERSAMA DAN PENEGAKAN HUKUM NASIONAL MENDESAK DILAKUKAN
(DUGAAN PELANGGARAN HAM TERHADAP ABK INDONESIA KAPAL IKAN ASING TIONGKOK)
Mencermati perkembangan penanganan kasus dugaan kuat pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) beberapa pekerja migran Indonesia (PMI) sebagai anak buah kapal (ABK) di kapal ikan berbendera Tiongkok, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) kembali menyampaikan beberapa hal sebagai berikut:
1.Apresiasi yang tinggi patut diberikan kepada Menteri Luar Negeri, Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Tenaga Kerja, Menteri Perhubungan dan Kepala BP2MI atas respons yang cepat terhadap permasalahan ini.
2. Kewajiban Pemerintah Tiongkok sebagai bentuk pertanggung jawaban pemilik bendera kapal (flag state responsibility) wajib memastikan
perusahaan pemilik kapal, yaitu Dalian Ocean Fishing, Co., Ltd. (DOF) bertanggungjawab (shipowner responsibility) untuk memenuhi hak-hak para PMI yang bekerja sebagai ABK di kapal-kapal ikan milik perusahaan tersebut, baik yang masih bekerja, telah bekerja, maupun yang telah meninggal dunia;
ADVERTISEMENT
3.Pemerintah Tiongkok dan Pemerintah Indonesia telah menandatangani Comprehensive Strategic Partnership Agreement (CSPA) di Beijing pada tanggal 14 Mei 2017 yang memuat beberapa komitmen antara lain:
a. Memperkuat kerja sama, antara lembaga-lembaga penegak hukum untuk mencegah dan memberantas perdagangan orang, dan untuk melindungi korban perdagangan orang, termasuk perlindungan hak asasi manusia.
b. Mencari kemungkinan untuk mempertimbangkan pembentukan kerangka kerja sama dalam pencegahan dan pemberantasan perdagangan orang termasuk perlindungan korban perdagangan orang dengan tujuan untuk mencegah mereka kembali menjadi korban serta untuk meningkatkan kerja sama dan koordinasi dalam hal pengembalian dan pemulangan korban.
c. Memajukan kerja sama dalam mengendalikan dan mengelola pergerakan pekerja migran serta memastikan perlindungan bagi mereka.
d. Memperkuat konsultasi dan koordinasi di antara instansi pemerintah terkait dalam mengatasi berbagai isu pekerja migran ilegal.
ADVERTISEMENT
4. Penegakan Hukum terhadap Dalian Ocean Fishing, Co., Ltd,
Pemerintah Tiongkok wajib melaksanakan penegakan hukum dengan transparan dan upaya terbaiknya terhadap perusahaan DOF dan dalam hal ditemukan adanya tindak pidana, agar perusahaan tersebut dan para pelaku yang terlibat di dalamnya, termasuk beneficial owner dan/atau pejabat pemerintahan, diberikan sanksi yang dapat memberikan efek jera (deterrence effect) sehingga kejadian seperti ini tidak terulang kembali di kemudian hari.
5.Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Tiongkok telah menandatangani 2 (dua) perjanjian yang memungkinkan kerja sama di bidang penegakan hukum dapat terlaksana, yaitu:
a. Perjanjian mengenai Bantuan Hukum Timbal Balik (Mutual Legal Assistance) dalam Masalah Pidana yang telah diundangkan tanggal 18 April 2006 melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pengesahan Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat China mengenai Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Nomor LN 33, Nomor TLN 4621); dan
ADVERTISEMENT
b. Perjanjian mengenai Ekstradisi yang telah diundangkan melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2017 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat China tentang Ekstradisi (Nomor LN 231, Nomor TLN 6136).
Selain itu, Indonesia dan Tiongkok telah meratifikasi United Nations Convention against Transnational Organized Crime (Indonesia menandatangani tanggal 12 Desember 2000 dan meratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009; China menandatangani tanggal 12 Desember 2000 dan meratifikasi tanggal 23 September 2000), serta Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime (Indonesia menandatangani tanggal 12 Desember 2000 dan meratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2009; China aksesi (accession) pada tanggal 8 Februari 2010).
ADVERTISEMENT
Di dalam kedua perjanjian internasional tersebut terdapat berbagai ketentuan yang dapat memudahkan kerja sama penegakan hukum antara Pemerintah Tiongkok dan Pemerintah Indonesia untuk penyelesaian perkara ini. Instansi penegak hukum di Indonesia yang relevan dengan kasus ini antara lain Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), Kementerian Hukum dan HAM (selaku central authority), dan lain-lain.
Secara spesifik, Indonesia dan Tiongkok terikat dengan ketentuan Pasal 15 ayat 5 United Nations Convention against Transnational Organized Crime yang berbunyi, “if a State Party exercising its jurisdiction under paragraph 1 or 2 of this article has been notified, or has otherwise learned, that one or more other State Parties are conducting an investigation, prosecution or judicial proceeding in respect of the same conduct, the competent authorities of those States Parties shall, as appropriate, consult one another with a view to coordinating their actions.”
ADVERTISEMENT
6. Berkenaan dengan pelarungan jenazah (burial at sea) 3 (tiga) PMI ABK di laut, sampai saat ini tidak ada ketentuan hukum internasional yang mengikat negara-negara mengenai tata cara burial at sea.
Dokumen yang menjadi rujukan berbagai pihak dalam hal kematian di atas kapal adalah International Medical Guide for Ships 3rd edition yang diterbitkan secara bersama oleh International Labour Organization (ILO), International Maritime Organization (IMO), dan World Health Organization (WHO) tahun 2007. Bab 27 buku panduan ini (halaman 333-336) memberikan petunjuk untuk menangani kematian yang terjadi di atas kapal.
Terdapat negara yang memiliki ketentuan hukum nasionalnya mengenai burial at sea sebagai contoh negara Tiongkok. Pasal 30 dari Seafarer’s Service Regulation yang merupakan peraturan turunan dari the Seafarer Act of China mengatur mengenai tata cara burial at sea.
ADVERTISEMENT
Di dalam International Medical Guide for Ships 3rd edition tersebut di atas, disebutkan bahwa, “Wherever possible, the body should be kept for post-mortem examination or burial ashore. Care should be taken to observe the laws and regulations of both the flag state of your ship and of the country in whose waters you are sailing … Burial at sea should be considered as a last resort; always take the body to the next port if you can.” (Dalam hal dimungkinkan, jenazah harus disimpan dengan baik untuk pemeriksaan pasca kematian atau untuk dimakamkan di daratan. Ketentuan hukum dari negara bendera kapal dan dari negara tempat kapal tersebut sedang berlayar harus diperhatikan dengan baik. Pelarungan jenazah di laut haruslah menjadi upaya yang terakhir; haruslah diutamakan untuk membawa jenazah ke daratan terdekat)
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini, belum dapat diketahui secara pasti di mana lokasi kejadian meninggalnya 3 (tiga) PMI ABK. Sulit untuk dapat menentukan patut atau tidaknya tindakan pelarungan jenazah tersebut ke laut: apakah kapten dan awak kapal telah berupaya secara maksimal untuk dapat menyimpan jenazah dengan baik untuk dibawa ke daratan, dan apakah pelarungan telah dilaksanakan sesuai dengan International Medical Guide (antara lain: jenazah berada dalam posisi telentang dengan jari kedua tangan saling terkunci, rambut dan wajah jenazah dibersihkan, rahang bahwa jenazah dipastikan tertutup, jenazah dibungkus dan diberi pemberat agar jenazah akan langsung tenggelam ke dasar laut, dan lain-lain).
Satu hal yang pasti, ketiadaan jenazah telah menghilangkan kesempatan untuk dapat melaksanakan otopsi, dan hal ini dapat berimplikasi pada proses penegakan hukum. Hal ini tentunya tidak dapat dijadikan alasan untuk mengenyampingkan pelaksanaan proses penegakan hukum yang berfokus pada hal-hal yang menjadi penyebab kematian para PMI ABK tersebut, antara lain: perlakuan kapten kapal terhadap para PMI ABK, jam kerja serta jam istirahat, kelayakan makanan dan minuman yang diberikan, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, IOJI berpendapat investigasi menyeluruh wajib dilakukan oleh Pemerintah Tiongkok dan Pemerintah Indonesia untuk dapat menemukan jawaban pasti mengenai hal-hal tersebut di atas dengan mendayagunakan ketentuan hukum mutual legal assistance [MLA] dan/atau ekstradisi.
Perlakuan buruk kapten kapal terhadap PMI ABK, lebih lagi jika terjadi kekerasan fisik; jam kerja yang berlebihan; dan tidak layaknya kuantitas dan kualitas makanan dan minuman yang diberikan kepada PMI ABK adalah sebuah pelanggaran hukum serius yang harus diberikan sanksi pidana yang keras.
7. Penegakan Hukum di Indonesia oleh instansi terkait di Indonesia wajib untuk dilaksanakan melalui penyelidikan dan penyidikan paling tidak terhadap 3 (tiga) manning agency yang memberangkatkan para WNI untuk bekerja sebagai ABK di kapal-kapal ikan milik perusahaan DOF. Penyelidikan dan penyidikan ini patut dilaksanakan secara menyeluruh agar seluruh pihak yang terlibat tidak terlepas dari jerat hukum, antara lain namun tidak terbatas pada: pelaku fisik, badan hukum, beneficial owner, pengendali dan/atau pejabat pemerintah.
ADVERTISEMENT
Dalam kaitannya dengan pejabat pemerintah, Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) telah melarang Pejabat untuk memberangkatkan calon PMI tanpa dilengkapi dengan dokumen wajib sebagaimana disebutkan dalam Pasal 13. Pelanggaran terhadap pasal ini diancam dengan pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak 1 miliar rupiah.
Demikian
Jakarta 08 Mei 2020
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
*****
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.