Pendapat Legislator Perempuan Aceh Terkait Rancangan Qanun Poligami

8 Juli 2019 16:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi poligami. Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan dan Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi poligami. Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan dan Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
Pembahasan rancangan qanun Hukum Keluarga oleh Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) ikut melibatkan legislator perempuan. Dalam proses pembahasan itu, mereka menyetujui disahkannya qanun yang ikut membahas tentang syarat seorang laki-laki berpoligami.
ADVERTISEMENT
Salah satunya legilator perempuan DPRA yang ikut dalam pembahasan adalah Ismaniar dari Komisi VII DPRA. Dia berpendapat, secara naluri tidak ada perempuan yang merelakan suami cintanya dibagi. Akan tetapi, jika mampu berlaku adil dan memperoleh izin dari istri pertama, hal tersebut bisa saja dilakukan untuk menghindari hal-hal tidak diinginkan.
“Secara naluri tidak ada perempuan yang merelakan suami itu dibagikan cintanya akan tetapi jika membagi adil secara harta itu mungkin iya. Secara pribadi saya menyetujui hal itu (qanun) karena memang sudah diatur dalam agama, lelaki boleh menikahi lebih dari satu istri, asalkan dia sanggup dan berlaku adil, serta memperoleh izin istri pertama,” katanya saat ditemui di DPR Aceh, Senin (8/7).
ADVERTISEMENT
Ismaniar mengatakan sebelum qanun itu disahkan, DPRA akan mengundang keterwakilan perempuan dalam agenda Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk melihat isi dari rancangan qanun.
“Harus segera disahkan meskipun masih ada beberapa tahapan lagi seperti RDPU yang akan mengundang keterwakilan perempuan kita akan lihat hasilnya seperti apa,” ujarnya.
Ilustrasi poligami. Foto: Meiliani/kumparan
Namun, dalam forum pembahasan rancangan qanun, Ismaniar sendiri menyampaikan tak rela suaminya berpoligami. Sebab, ia merasa tidak punya kekurangan dan mampu melayani sang suami secara batiniah.
“Kalau saya secara pribadi saya sampaikan dalam forum (sekadar candaan) qanun ini adalah milik kita semua dan saya mengatakan yang jangan suami saya. Kalau saya memang sudah mempunyai kekurangan untuk melayani beliau, mungkin kita akan pertimbangkan mana terbaik buat kita,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Menanggapi polemik pro dan kontra rancangan qanun tersebut, Ismaniar menilai, seharusnya masyarakat tidak usah memperdebatkannya. Sebab isi di dalamnya membahas mengenai bagaimana syarat-syarat seorang suami bisa menikah lebih dari satu. Jika syarat itu tidak bisa dipenuhi, maka sang suami dilarang untuk berpoligami.
“Banyak syarat-syarat untuk bisa berpoligami seperti apa, saya kira persyaratan yang dicantumkan dalam qanun tersebut lelaki pun akan mundur untuk berpoligami. Tidak mudah sekalilah, lelaki itu bisa mendapatkan istri kedua, ketiga, dan keempatnya,” ungkap Ismaniar.
“Dalam pembahasan kita menyampaikan kalau harta bisa dibagi secara adil, tetapi cinta dan kasih sayang bagaimana untuk mengukur keadilan itu saya kira sulit. Kita juga berdebat dalam pembahasan qanun ini, tetapi semuanya kita kembalikan kepada masyarakat secara umum apakah ini perlu disetujui atau tidak,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Ketua Prodi Hukum Keluarga Program Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry, Agustin, yang ikut dalam tim pembahasan rancangan qanun menyampaikan sebelum Islam hadir, poligami telah dikenal dalam sejarah peradaban manusia. Islam hanya mengatur dan membatasi poligami yang sebelumnya tanpa batas.
“Islam membatasi dengan maksimum empat, kemudian memberlakukan syarat yang cukup ketat yaitu bersikap adil. Kemudian undang-undang juga memperketat, yaitu harus ada izin dari istri pertama,” kata Agustin.
Agustin menjelaskan,dalam rancangan qanun hukum keluarga pihaknya telah menyesuaikan dengan kondisi yaitu nikah harus tercatat secara resmi oleh negara, diumumkan, mampu bersikap adil dan mengantongi izin dari istri pertama. Semua hal itu disampaikan di depan pengadilan.
Jika ingin berpoligami, pengadilan akan memberikan peluang setelah ada izin dari istri pertama. Menurutnya, yang terpenting nikah tidak secara diam-diam, tetapi diumumkan sebagaimana nikah biasa agar hak-hak perempuan dan anak terlindungi secara baik.
ADVERTISEMENT
“Bagi perempuan yang tidak dapat melanjutkan keturunan harus melalui keterangan medis. Intinya kita membuka peluang tetapi dengan persyaratan yag sangat ketat. Jika persyaratan itu terpenuhi, secara pribadi saya yakin niscaya mahligai rumah tangga akan damai dan tentram. Tetapi jika dilanggar maka prahara rumah tangga akan terjadi,” tuturnya.