Peneliti Ungkap Kronologi Uji Klinis II Vaksin Nusantara Terawan

17 Juni 2021 12:25 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Eks Menteri Terawan Agus Putranto sekaligus penggagas calon vaksin COVID-19 dalam negeri berbasis sel dendritik, vaksin Nusantara, mengatakan bahwa vaksin besutannya itu sudah merampungkan uji klinis fase II. Padahal, uji klinis ini sebelumnya tak dapat restu BPOM karena belum memenuhi sejumlah persyaratan.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Menkes, KSAD, dan Kepala BPOM menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) terkait penelitian sel dendritik pada 19 April lalu. MoU ini menyepakati penelitian berbasis sel dendritik di RSPAD Gatot Subroto, namun ditegaskan bukan lanjutan dari penelitian fase I vaksin Nusantara.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR RI Komisi VII, Rabu (16/6), Terawan mengaku bahwa uji klinis fase II sudah dimulai sebelum MoU dirilis. Ini sebabnya, sudah ada hasil dari uji klinis fase II dari vaksinasi yang juga disebut imunoterapi untuk pasien COVID-19 itu.
Lantas, bagaimana kronologi uji klinis fase II yang sudah menyelesaikan proses penyuntikan relawan ini? Berikut dirangkum kumparan, Kamis (17/6).
9 April 2021:
Mendapat Ethical Clearance dari Komisi Etik
ADVERTISEMENT
Peneliti Utama Uji Klinis Tahap II Vaksin Nusantara, Kolonel Jonny, menjelaskan kalau pihak pengembang sudah mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik pada 9 April 2021. Mengutip laman resmi Balitbangkes Kemenkes, etchical clearance atau layanan etik adalah persetujuan etik terhadap penelitian kesehatan, yang mengikutsertakan manusia sebagai subyek dan memanfaatkan hewan percobaan yang diajukan melalui Badan Litbang Kesehatan.
"Uji klinis II itu dimulainya kan kita dapat ethical clearance tanggal 9 April. Jadi kita harus ngerti dulu ceritanya, biar jelas, supaya tidak salah paham. Ethical clearance dari komite etik kita dapat 9 April," kata Jonny kepada kumparan, Kamis (17/6).
12 April 2021
Memulai Uji Klinis II dengan Ambil Darah Relawan
Berbasis etchical clearance, Jonny mengatakan ini sebabnya uji klinis II tetap dilanjutkan. Para relawan pun sudah terkumpul sehingga proses pengambilan darah dilakukan.
ADVERTISEMENT
Dalam vaksinasi Nusantara, setiap pasien akan diambil darahnya untuk dikultur selama 7 hari hingga menjadi vaksin, kemudian disuntikkan kembali ke pasien.
"Tanggal 12 kita mulai pengambilan darah," kata dia.
14 April 2021
BPOM Tak Merestui
Kepala BPOM Penny K. Lukito. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Meski sudah mendapat ethical clearance, Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan pihaknya belum mengeluarkan izin Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis fase II untuk vaksin Nusantara. Sebab, hasil dari uji klinis fase I vaksin Nusantara butuh banyak perbaikan untuk bisa lanjut ke tahap berikutnya.
"Silakan diperbaiki proof of concept-nya, kemudian data-data yang dibutuhkan untuk pembuktian keshahihan validitas dari tahap satu clinical trial, barulah kalau itu semua terpenuhi barulah kita putuskan apakah mungkin untuk melangkah ke fase selanjutnya," kata Penny dikutip dari Antara, Rabu (14/4).
ADVERTISEMENT
Penny menjelaskan lebih detail bahwa proof of concept dari vaksin Nusantara belum terpenuhi. Antigen yang digunakan pada vaksin tersebut juga tidak memenuhi pharmaceutical grade.
Adapun terkait Good Manufacturing (GMP) dan Good Laboratory Practice (GLP) yang mengacu pada proses kelayakan produksi vaksin lainnya. Misalnya, produk vaksin Nusantara tidak dibuat dalam kondisi steril.
Hasil dari uji klinis fase I terkait keamanan, efektivitas atau kemampuan potensi imunogenitas untuk meningkatkan antibodi pun belum meyakinkan. Sehingga memang belum bisa melangkah untuk fase selanjutnya.
19 April 2021
KSAD, Menkes, dan Kepala BPOM Rilis MoU Penelitian Vaksin Berbasis Sel Dendritik
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Staf AD Jenderal TNI Andika Perkasa, dan Kepala BPOM Penny K. Lukito menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) terkait penelitian sel dendritik pada Senin (19/4). MoU ini menyepakati penelitian berbasis sel dendritik di RSPAD Gatot Subroto untuk pengobatan COVID-19, bukan lanjutan uji klinis fase II penelitian vaksin Nusantara.
ADVERTISEMENT
Penandatanganan tersebut disaksikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Muhajir Effendy.
"Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Andika Perkasa dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito menandatangani Nota Kesepahaman 'Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas Terhadap Virus SARS-CoV-2' Senin pagi tadi di Markas Besar TNI AD, Jakarta," jelas pernyataan Dinas Penerangan TNI AD, Senin (19/4).
Penandatangan MOU riset sel dendritik, bukan lanjutan vaksin Nusantara. Foto: Dok. TNI AD
Dinas Penerangan TNI AD menekankan penelitian sel dendritik yang akan dilakukan di RSPAD Gatot Subroto itu akan mengikuti pedoman kaidah penelitian, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan, dan autologus. Artinya, penelitian hanya dipergunakan untuk diri pasien sendiri sehingga tidak dapat dikomersialkan dan tidak diperlukan persetujuan izin edar.
ADVERTISEMENT
Sekali lagi ditegaskan, penelitian ini bukan lanjutan dari uji klinis tahap I vaksin Nusantara. Sebab uji klinis I vaksin Nusantara masih membutuhkan perbaikan yang harus diserahkan kepada BPOM.
"Penelitian ini bukan merupakan kelanjutan dari 'uji klinis adaptif fase I vaksin yang berasal dari sel dendritik autolog yang sebelumnya diinkubasi dengan Spike Protein Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus-2 (SARS-CoV-2), pada subjek yang tidak terinfeksi COVID-19 dan tidak terdapat antibodi anti SARS-CoV-2',"
"Karena Uji Klinis Fase 1 yang sering disebut berbagai kalangan sebagai program Vaksin Nusantara ini masih harus merespons beberapa temuan BPOM yang bersifat Critical & Major," jelas pernyataan itu.
19 April 2021
Penyuntikan Relawan Dimulai
Akibat MoU, pengembangan vaksin Nusantara ada di bawah payung hukum kesepakatan tersebut. Namun, Jonny menerangkan uji klinis fase II tak bisa dihentikan karena para relawan sudah diambil darahnya.
ADVERTISEMENT
"Tanggal 19 April keluarlah surat kesepakatan (MoU) Bapak Kasad, Pak Menkes sama Ibu Ketua BPOM, yang prinsipnya mendukung penelitian tapi berbasis pelayanan, bukan uji klinik. Tetapi uji klinik yang sudah mulai tanggal 12 April itu kita udah ambil darah dan udah siap disuntikkan tanggal 19 April," papar Jonny saat dihubungi.
"Jadi begitu surat itu keluar kita sudah selesai merekrut subjek sehingga ini tidak bisa diberhentikan dengan tiba-tiba karena kita sudah berjalan. Tidak etis juga kalau sudah diambil darah dan diproses kemudian tidak kita suntikkan. Bukan kita tidak mengikuti kesepakatan tiga pejabat itu, tetapi kita lebih berpedoman pada sisi kemanusiaannya, karena ini sudah diambil darah. Jadi dilanjut," imbuh dia.
Studi pengembangan vaksin COVID-19 berbasis sel dendritik. Foto: Dok. Aivita Biomedical
Ia menegaskan kembali kalau para relawan merupakan bagian dari uji klinis II. Sehingga tak masuk ke dalam penelitian setelah MoU rilis.
ADVERTISEMENT
"Enggak. Kan seperti saya bilang, sebelum MoU sudah diambil darah dulu, kemudian baru keluar MoU itu," ucap dia.
Adapun soal tak direstui BPOM sebelum MoU rilis, Jonny mengatakan itu tidak terkait hukum. Sebab, sudah ada ethical clearance dari Komisi Etik.
"Ya karena fase II menurut kita itu kan udah ada ethic clearancenya, kalau udah ada ethic clearancenya kita bisa mulai kan?" jelas dia.
16 Juni 2021
Terawan Ungkap Hasil Uji Klinis Fase II (2 bulan penelitian)
Terawan akhirnya mengungkap hasil uji klinis fase II dalam RDP di DPR RI Komisi VII. Ia menerangkan hanya dibutuhkan sejumlah tabung, zat kimia, dan darah pasien untuk membuat vaksin Nusantara atau imunoterapi corona ini.
ADVERTISEMENT
"Kami bersama-sama dengan tim terus akan berjuang dan tetap berjuang untuk mewujudkan vaksin Nusantara, yang dalam hal ini kami berharap supaya bisa digunakan," kata Terawan di RDP bersama Komisi VII, Rabu (16/6).
"Kebetulan uji klinis dua ini sudah dikerjakan sampai hampir selesai, dan kemudian muncul MoU dari pejabat negara, sehingga kami sudah selesaikan dulu sebelum adanya Mou itu muncul," imbuh dia.
Selama ini vaksin yang biasa digunakan, termasuk vaksin COVID-19, harus disimpan dalam suhu tertentu dari produsen hingga sampai ke konsumen (cold chain). Misalnya 2-8 derajat untuk vaksin Sinovac dan AstraZeneca.
Tetapi karena vaksin Nusantara diproses di fasilitas kesehatan di mana pasien di ambil darah, lalu kemudian akan menerima suntikan, Terawan mengklaim vaksin ini tidak memerlukan cold chain. Sebab vaksin tak perlu didistribusikan jarak jauh hingga sampai ke penerima.
ADVERTISEMENT
Pada kesempatan yang sama, Jonny menjelaskan bahwa 136 dari 220 orang telah berpartisipasi dalam uji klinis tersebut aman usai divaksin Nusantara.
"Dari 220 subjek, yang menyelesaikan penelitian ada 139. Dari follow up [136 relawan] yang dilakukan selama penelitian vaksin imun Nusantara sampai saat ini kabarnya baik, belum ada kejadian tidak diinginkan yang berat atau serius," kata Jonny.
Jonny melanjutkan, ada sejumlah efek samping yang diamati dari para relawan yang mengikuti uji klinis. Utamanya terkait dengan ketidaknyamanan lokal atau regional di dekat tempat suntikan.
Sementara efek samping sistemik yang dipantau di antaranya adalah demam, nyeri sendi, nyeri otot dan lain-lain. Namun, Jonny memastikan efek samping yang dialami relawan ringan dan tak sampai 20 persen.
ADVERTISEMENT
"Kalau kita lihat di sini ada kejadian tidak diinginkan, itu semuanya derajatnya ringan. Yaitu didapatkan 21 subjek atau 15,44 persen yang mengeluhkan 24 reaksi lokal berupa memar, kemerahan, dan gatal. Paling banyak adalah pegal di titik penyuntikan. Semua kejadian yang dilaporkan ini termasuk derajat ringan," jelas dia.
"Pada follow up minggu 1-4 tidak didapatkan kejadian tidak diinginkan reaksi sistemik. Tidak juga didapatkan serious adverse event hingga dirawat di RS hingga follow up minggu 4 setelah vaksinasi. Kemudian tidak ditemukan kelainan dari hasil pemeriksaan keamanan lab berupa darah lengkap, kimia darah, elektrolit, fungsi hati, hingga fungsi ginjal pada minggu 1-4 setelah vaksinasi," tambahnya.
17 Juni 2021
Peneliti Klarifikasi Fase II Belum Sepenuhnya Rampung
Infografik serba-serbi vaksin Nusantara Terawan. Foto: kumparan
Di sisi lain, Jonny menegaskan uji klinis fase II belum sepenuhnya rampung. Meski uji klinis ini sudah membuahkan hasil tepatnya pada akhir Mei, atau 8 pekan sejak dimulai, pemantauan masih harus dilakukan.
ADVERTISEMENT
"Fase II sendiri itu harusnya satu tahun. Yang dimaksud selesai itu adalah sudah ada hasil, karena selanjutnya dalam setengah bulan ke-3, ke-4, ke-5, ke-6 itu kita hanya memantau saja, follow up. Sedangkan hasil pemeriksaan darah dan imunogenitas selulernyanya sudah ada. Karena diperiksanya sebelum disuntik, 2 minggu setelah disuntik, 4 minggu setelah disuntik," kata dia kepada kumparan, Kamis (17/6).
"Jadi belum selesai. Tapi hasil imunogenitasnya sudah bisa kita tahu gitu. Nah, kita bisa lanjut ke fase III setelah tahu hasil imunogenitas ini. Itu prinsipnya. Tapi untuk fase III kita belum bisa, karena sekarang payung hukum tadi. Jadi jelas kan? Fase II kita mulai sebelum MoU, sekarang kita mau mulai fase III enggak bisa. Jadi itu yang kita minta ke Komisi 7 supaya MoU itu diperbaharui," tandas dia.
ADVERTISEMENT