Peneliti Vaksin Nusantara Klaim 136 Relawan Uji Klinis Aman, Termasuk Komorbid

16 Juni 2021 18:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Meski tak dapat persetujuan BPOM, calon vaksin COVID-19 berbasis sel dendritik, vaksin Nusantara, sudah menyelesaikan uji klinis fase II. Sebanyak 136 dari 220 orang telah berpartisipasi dalam uji klinis tersebut dan diklaim aman usai divaksin Nusantara.
ADVERTISEMENT
"Memang saat ini payung hukum di kita adalah kesepakatan tiga pejabat yaitu MoU dari KSAD, Menkes, dan BPOM. Namun uji klinis fase II ini sudah mulai dan sudah dilaksanakan sebelum MoU keluar, sehingga kami ingin menyampaikan hasilnya," kata Peneliti Utama Uji Klinis Tahap II Vaksin Nusantara, Kolonel Jonny, dalam RDP di DPR RI Komisi VII, Rabu (16/6).
"Dari 220 subjek, yang menyelesaikan penelitian ada 139. Dari follow up [136 relawan] yang dilakukan selama penelitian vaksin imun Nusantara sampai saat ini kabarnya baik, belum ada kejadian tidak diinginkan yang berat atau serius," imbuh dia.
Lebih lanjut, Jonny menjelaskan alasan mengapa hanya 136 orang dari 220 relawan yang menyelesaikan uji klinik vaksin Nusantara. Mulanya ada 149 yang masuk ke dalam kriteria inklusi, sedangkan 78 tidak masuk inklusi sehingga diekslusi.
Terawan suntikkan vaksin Nusantara ke Aburizal Bakrie di RSPAD, Jumat (16/4). Foto: Lalu Mara
Lalu ada 9 kriteria inklusi yang gagal skrining saat tes dan satu orang tidak datang, sehingga ada 139 yang melanjutkan penelitian. Tetapi di minggu pertama follow up dua subjek tidak bisa hadir, sementara di minggu ke-3 ada satu yang tidak hadir.
ADVERTISEMENT
Adapun kriteria lolos relawan [inklusi] vaksin Nusantara menurut penjelasan Jonny yakni:
- Berusia 18 tahun ke atas memahami dan setuju prosedur penelitian tertulis, dapat dan akan mematuhi prosedur penelitian
- Mampu melakukan kegiatan sehari-hari normal dan tidak memiliki keterbatasan
- Akses vena memungkinkan untuk pengambilan darah, serta menyetujui pengambilan darah vena dan penyimpanan sampel untuk penelitian.
- Secara umum sehat. Hal ini termasuk untuk usia di atas 65 tahun, obesitas ringan hingga sedang, hipertensi yang terkontrol, kadar kolesterol tinggi yang terkontrol, kemudian penyakit paru kronis yang ringan yang tidak memerlukan oksigen, dan pernah didiagnosis kanker sebelumnya sudah remisi minimal 1 tahun.
- Individu dengan kemampuan reproduksi. Bagi yang wanita diharuskan tidak hamil dan bersedia menggunakan kontrasepsi minimal 2 bulan setelah vaksinasi. Bagi pria tidak menghamili 2 bulan setelah vaksinasi dan tidak mendonorkan spermanya.
ADVERTISEMENT
Jonny melanjutkan, ada sejumlah efek samping yang diamati dari para relawan yang mengikuti uji klinis. Utamanya terkait dengan ketidaknyamanan lokal atau regional di dekat tempat suntikan.
Sementara efek samping sistemik yang dipantau di antaranya adalah demam, nyeri sendi, nyeri otot dan lain-lain. Namun, Jonny memastikan efek samping yang dialami relawan ringan dan tak sampai 20 persen.
"Kalau kita lihat di sini ada kejadian tidak diinginkan, itu semuanya derajatnya ringan. Yaitu didapatkan 21 subjek atau 15,44 persen yang mengeluhkan 24 reaksi lokal berupa memar, kemerahan, dan gatal. Paling banyak adalah pegal di titik penyuntikan. Semua kejadian yang dilaporkan ini termasuk derajat ringan," jelas dia.
"Pada follow up minggu 1-4 tidak didapatkan kejadian tidak diinginkan reaksi sistemik. Tidak juga didapatkan serious adverse event hingga dirawat di RS hingga follow up minggu 4 setelah vaksinasi. Kemudian tidak ditemukan kelainan dari hasil pemeriksaan keamanan lab berupa darah lengkap, kimia darah, elektrolit, fungsi hati, hingga fungsi ginjal pada minggu 1-4 setelah vaksinasi," tambahnya.
ADVERTISEMENT

Disebut Aman untuk Komorbid

Infografik serba-serbi vaksin Nusantara Terawan. Foto: kumparan
Vaksin Nusantara adalah calon vaksin COVID-19 berbasis sel dendritik besutan eks Menkes Terawan. Prosesnya mirip dengan imunoterapi yang biasa digunakan untuk kanker.
Setiap pasien akan diambil darahnya untuk diproses selama 7 hari hingga menjadi vaksin, kemudian disuntikkan kembali ke pasien. Oleh sebab itu, Jonny pun mengeklaim kalau vaksin ini ampuh untuk komorbid.
"Dendritik sel ini bersifat autologis atau artinya dia berasal dari tubuh kita sendiri, sehingga menghilangkan potensi reaksi terhadap sel asing. Sehingga vaksin berbasis pada sel dendritik ini dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien-pasien dengan komorbid yang di mana untuk pasien-pasien vaksin lain belum bisa diberikan," papar dia.
Vaksin Nusantara sebetulnya belum mendapat izin uji klinis fase II dari BPOM karena tak memenuhi syarat, di antaranya terkait kualitas produksi dan sterilitas. Meski kemudian, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Staf AD Jenderal TNI Andika Perkasa, dan Kepala BPOM Penny K. Lukito telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) terkait penelitian sel dendritik di RSPAD Gatot Subroto pada 19 April lalu.
ADVERTISEMENT
Nyatanya, uji klinis fase II vaksinasi Nusantara sudah rampung. Terawan dan keluarga, hingga tokoh penting seperti Aburizal Bakrie dan Dahlan Iskan diketahui merupakan sebagian relawan dari imunoterapi COVID-19 ini.
Di sisi lain, belum jelas apakah uji klinis fase II ini sudah mendapat persetujuan BPOM atau belum.