Pengacara Baiq Nuril Kecewa PK Kliennya Ditolak

5 Juli 2019 9:39 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baiq Nuril saat wawancara eksklusif dengan kumparan. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Baiq Nuril saat wawancara eksklusif dengan kumparan. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril.
ADVERTISEMENT
Dengan penolakan ini, maka status Baiq Nuril tetap pada putusan kasasi, yakni divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Menanggapi putusan tersebut, pengacara Baiq Nuril, Aziz Fauzi merasa kecewa dengan ditolaknya pengajuan Peninjauan Kembali kliennya. Menurut Aziz, MA terkesan melindungi institusi tertentu ketimbang membebaskan orang yang tak terbukti bersalah.
"Sebenarnya Baiq Nuril adalah korban sebagaimana putusan pengadilan tingkat pertama. Sebab, sebelumnya seperti kita ketahui Majelis Hakim Kasasi di MA membuat putusan kontroversial, yang mendapat kritikan dari masyarakat luas karena mempidanakan korban," kata Aziz dalam keterangan tertulisnya Jumat (5/7).
"Putusan itu secara jelas memuat kekeliruan nyata dari Majelis Hakim Kasasi di MA. MA keliru dalam memaknai delik Pasal 27 ayat (1) UU ITE yang didakwakan kepada Ibu Nuril. Pasal itu tidak melarang perekaman percakapan, orang merekam percakapan itu tidak bisa dipidana pakai Pasal 27 ayat (1) UU ITE," lanjut Aziz.
ADVERTISEMENT
Menurut Aziz, larangan yang ada dalam UU ITE adalah menyebarkan informasi elektronik yang bermuatan kesusilaan, dengan catatan penyebarannya (distribusi, transmisi, atau membuat dapat diakses) harus dilakukan secara elektronik, dari perangkat elektronik ke perangkat elektronik lain atau sistem elektronik.
"Ibu Nuril terbukti tidak pernah mentransfer secara elektronik rekaman itu. Oleh karenanya, putusan PK ini terkesan membenarkan kekeliruan yang terlanjur dibuat sebelumnya oleh MA di tingkat kasasi," jelas Aziz.
Kasus Baiq Nuril ini mencuat pada pada Desember 2014. Saat itu, seorang rekan Baiq Nuril bernama Imam Mudawin meminjam telepon genggamnya dan menemukan rekaman pembicaraan yang diduga ada percakapan asusila antara Nuril dan Muslim, lalu menyalinnya.
Setelah disalin, rekaman itu seketika menyebar luas ke sejumlah guru maupun siswa. Muslim ketar-ketir dan malu lantaran namanya merasa dicemarkan. Dia melaporkan Nuril ke polisi.
ADVERTISEMENT
Atas laporan itu, Nuril sempat menjadi tahanan di Polda NTB. Kasus tersebut kemudian disidangkan di Pengadilan Negeri Mataram. Majelis hakim membebaskan Nuril dari semua dakwaan.
Majelis hakim PN Mataram tidak menemukan unsur pidana pelanggaran UU ITE. Nuril cukup lega dengan hasil putusan pengadilan tingkat pertama itu. Sayangnya, jaksa penuntut umum langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Pada 26 September 2018, majelis hakim kasasi mengabulkan permohonan jaksa penuntut umum. Baiq Nuril lalu dijatuhi penjara enam bulan. Tak terima, Baiq Nuril kemudian mengajukan PK pada awal Januari 2019, namun ditolak.