Eggi Sujana, saat konferensi pers di Kertanegara, Jakarta

Pengacara: “People Power” Eggi Sudjana adalah Protes Kecurangan Pemilu

20 Mei 2019 15:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eggi Sujana di Kertanegara, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Eggi Sujana di Kertanegara, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
“Maka, jika terus semua kecurangan ini diakumulasi, saya dengar tadi, insya Allah sekitar jam 7, jam 8, (17 April), akan diumumkan resmi apakah betul ada kecurangan serius. Maka analisis yang sudah dilakukan pemimpin kita, juga bapak Prof Dr Amien Rais, kekuatan people power itu mesti dilakukan. Setuju? Berani? Berani?”
“Kalau people power itu terjadi, kita tidak perlu lagi mengikuti konteks tahapan-tahapan, karena ini sudah kedaulatan rakyat. Bahkan mungkin ini cara dari Allah untuk mempercepat Prabowo dilantik. Tidak harus menunggu 20 Oktober. Inilah kekuatan people power.”
Dengan lantang advokat Eggi Sudjana mengucapkan pidato itu di depan kediaman Prabowo petang hari pencoblosan, 17 April lalu. Kala itu ia menanggapi hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei yang menunjukkan perolehan suara Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tertinggal dari Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Hampir sebulan kemudian, kata-kata people power yang diucapkan Eggi jadi bahan untuk menyeretnya ke permasalahan hukum. Senin (13/5), ia diperiksa selama 13 jam dan statusnya langsung dinaikkan menjadi tersangka. Eggi ditahan selama 20 hari di Polda Metro Jaya.
Adalah Dewi Tanjung, politisi PDIP, dan Supriyanto, relawan Jokowi-Maruf Amin dari organisasi Pro Jomac, yang melaporkan ucapan Eggi ke polisi.
Dewi Tanjung melaporkan Eggi dengan Pasal 107 KUHP tentang makar dan atau Pasal 110 juncto Pasal 87 KUHP dan atau Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45 Ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sementara Supriyanto melaporkan Eggi dengan tuduhan pelanggaran atas Pasal 160 Kitab Hukum Undang-undang Pidana (KUHP) soal penghasutan.
Sementara itu, kuasa hukum Eggi, Pitra Romadoni Nasution, berpendapat istilah people power yang dipakai kliennya tidak ditujukan untuk mengerahkan massa guna menggulingkan pemerintahan. Menurut Eggy, people power merujuk pada aksi protes masyarakat terhadap kecurangan pemilu.
“Nah, makanya dia berbicara people power akan terjadi jikalau kecurangan-kecurangan itu tidak diusut,” kata Pitra, menjelaskan maksud wanti-wanti Eggi soal people power.
“Sekarang pertanyaannya, ada nggak yang demo ke Istana Negara?” tanya Pitra retoris.
kumparan menemui Pitra di kantornya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (15/5). Dalam obrolan sekitar 30 menitan tersebut, Pitra menjelaskan kronologi kasus, maksud people power yang dikumandangkan kliennya, hubungan Eggi dengan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, serta respons BPN terhadap kasus tersebut.
Berikut petikan wawancaranya:
Pengacara Eggi Sudjana, Pitra Romadoni. Foto: Dwi Herlambang/kumparan
Bagaimana kronologi penahanan Eggi Sudjana?
Terhadap Eggi Sudjana ada dua laporan polisi. Yang pertama, ada laporan daripada Supriyanto, yang kedua ada Dewi Tanjung. Supriyanto ini melaporkan pada 19 April 2019 di Bareskrim Mabes Polri. Dewi Tanjung melaporkan di Polda Metro Jaya.
Supriyanto melaporkan dengan dasar pasal 160 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan UU Pilkada. Itu bisa kita lihat dalam laporan polisinya dan itu sudah tersebar di media online dan dia juga konferensi pers di depan Bareskrim Mabes Polri.
Selang beberapa waktu, Eggi Sudjana dipanggil oleh Polda Metro Jaya. Karena berkas ini dilimpahkan kepada Polda Metro Jaya dari Bareskrim, sehingga yang menangani Polda Metro Jaya, tepatnya, unit Keamanan Negara. Tanggal 26 April itu klien kami, Eggi Sudjana, telah memberikan keterangan ataupun mengklarifikasi terhadap tuduhan yang dilaporkan oleh saudara Supriyanto tadi.
Kita mempertanyakan kepada penyidik terhadap panggilan tersebut. Karena ada beberapa poin yang salah seperti tanggal lahir daripada klien kami Eggi Sudjana, itu salah. Ya kan tanggal lahirnya 3 Desember. Yang dibuat di pengadilan itu 2 Desember.
Pengacara Eggi Sudjana, Pitra Romadoni di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Foto: Raga Imam/kumparan
Yang kedua, bahwasanya laporan polisi pada tanggal 19 April tadi berubah menjadi Pasal 110 tentang pemufakatan jahat juncto Pasal 87 jahat dan 107 tentang makar. Serta pasal 14 tentang penyebaran berita bohong UU Nomor 1 Tahun 1946. Itu kan sudah pasal berlapis.
Padahal awal dilaporkan karena dugaan pelanggaran 160 KUHP, yaitu penghasutan. Seharusnya kita memberikan keterangan tentang pasal penghasutan, sehingga aneh dan janggal di sini. Kok yang dilaporkan, contohnya, kehilangan sepatu tiba-tiba dituduh kehilangan mobil.
Jadi, kalau ditanya laporannya menghasut, ya dijawab menghasut. Menghasut apa kan begitu. Ini tiba-tiba langsung makar. Makar ini adalah menggulingkan pemerintahan yang sah. Jadi, unsur daripada makar ini ada tiga hal yang harus digaris bawahi agar terpenuhi makar.
Yang pertama itu ada upaya menggulingkan pemerintahan yang sah, kepada presiden. Nah, sekarang pertanyaannya, ada enggak yang demo ke Istana Negara? Kan tidak ada. Justru Eggi Sudjana itu hanya protes atas kecurangan-kecurangan yang terjadi ke KPU dan Bawaslu.
Dan yang dipersoalkannya bukan ke presiden, tapi yang dipersoalkan capresnya. Ini kan masa pemilu. Yang dipersoalkan bukan presiden tetapi calon presiden ataupun pasangan calon dalam konteks pemilu. Sepatutnya ini yang diterapkan pasalnya itu bukan UU KUHP, tetapi UU Pemilu UU Nomor 7 tahun 2017.
Apa keberatan yang disampaikan Eggi atas penetapan status hukum?
Yang pertama, ahli. Para ahli kita, baik ahli pidana, ahli tata negara, ahli IT, ahli bahasa dan lain-lain belum dimintai keterangannya. Yang dimintai keterangannya hanya ahli dari pelapor. Seharusnya minta juga keterangan ahli dari terlapor. Biar berimbang. Mana yang makar. Baru gelar perkara.
Yang kedua, beliau ini kan seorang advokat, advokat itu sesuai dengan pasal 16 UU No. 18 Tahun 2003 tidak bisa dipidanakan. Dia kan sudah jelas tim advokasi. Ada lho SK-nya, tim advokasi Badan Pemenangan Nasional. Nah dia sebagai tim advokasi ini sudah dilindungi oleh UU Advokat.
Makanya kemarin kita minta Kongres Advokat Indonesia (KAI) menyurati Kapolda, menyurati penyidik dan Direktorat Kriminal Umum untuk menunda pemeriksaan terhadap Eggi Sudjana karena belum sidang etik. Seperti notaris kan sebelum diberhentikan ada sidang etik dulu dewan kehormatan mereka. Dalam dewan kehormatan ini sudah jelas KAI meminta kepada Kapolda agar sidang etik Eggi Sudjana. Kalau dia bersalah baru KAI nyatakan, akan tetapi itu juga tidak diakomodir dengan baik.
Ketiga, masalah mengenai praperadilan. Kita kan sudah mengajukan pra-peradilan dan ini sudah kita kasih tahu juga ke penyidik bahwasanya praperadilan ini sudah kita daftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Praperadilan ini karena kita tidak terima atas penetapan tersangkanya. Dan dia kemarin dimintai keterangannya sebagai tersangka.
Praperadilannya masih diuji, kok dipaksakan jadi tersangka. Kan pengadilan dulu yang memutuskan, benar nggak tersangka. Nanti kan kita uji. Makanya kemarin Eggi Sudjana keberatan juga diperiksa, kok dituduh tersangka, sedangkan masih praperadilan. Kan ada hakim yang nantinya memutuskan. Penyidik itu, ataupun kepolisian, tugasnya hanya memeriksa dan menyelidiki. Kalau memutus tidak boleh.
Eggi Sudjana (kiri) dan Kivlan Zen (kanan) di depan Bawaslu, Jakarta, Kamis (9/5). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan “people power” dalam pidato Eggi di depan kediaman Prabowo pada hari pencoblosan?
People power yang dimaksud Eggi Sudjana itu adalah protes terhadap kecurangan yang terjadi. Protes itu bentuknya menyatakan pendapat di muka umum, sesuai dengan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum.
Selain UU itu, banyak UU yang mengatur tentang protes maupun menyatakan pendapat ini. Salah satunya dalam konstitusi Negara Republik Indonesia, yaitu UUD 1945. Tepatnya pasal 28e ayat 2 dan 3: kebebasan untuk berserikat, kebebasan untuk berpikir, kebebasan untuk berkumpul, kebebasan untuk berpendapat, itu jelas di situ. Jadi dijamin oleh UU untuk kita berpendapat.
Kalau seumpama kita berpendapat ujung-ujungnya dituduh makar kan aneh juga. Ketika kita berpendapat dituduh berkekuatan jahat kan aneh juga. Dia ini kan spontanitas berbicara. Dan yang hadir itu bukan diundang. Datang sendiri. Kecuali dibuat agenda tertutup, rapat membahas ini, rancangannya begini. Nah, mungkin itu baru bisa dianggap memiliki maksud lain.
Dalam konteks people power ini Eggi protes, atau dia merasa kecewa, terhadap penegakan hukum di Bawaslu yang menurut dia kurang tegas dalam menegakkan sengketa pemilu ini. Nah, makanya dia berbicara people power akan terjadi jikalau kecurangan-kecurangan itu tidak diusut.
Sekarang pertanyaannya yang ditakuti pemerintah ini apa? Sampai Menkopolhukam Wiranto berkomentar. Apa urusannya dia? Dia kan bukan penyidik. Dia kan pemerintah.
Jadi ini dilema, urusan yang bukan wilayahnya dicampuri, ada apa?
Jadi menurut Anda pasal makar ini tidak tepat untuk Eggi?
Tidak tepat. Karena apa? Pasal makar ini adalah delik umum bukan delik aduan. Kok (jadi) delik aduan dulu baru ada pelaporannya dulu baru diproses kan aneh. Yang namanya makar itu adalah menggulingkan pemerintahan yang sah. Yang berhak menangani itu adalah anggota polisi yang mau menindaklanjuti.
Tapi ini kan laporan masyarakat. Aneh, delik aduan. Setahu saya, saya mendengar keterangan ahli, pasal makar ini merupakan suatu delik umum yang istilahnya menyangkut tentang keamanan negara. Satu lagi pasal permasalahan ini seharusnya disesuaikan dengan UU Pemilu, tidak tepat itu dituduhkan pasal makar. Karena ini kan dalam konteks pemilu dan ini pendapat. Kecuali tidak ada konteks pemilu.
Makanya saya begitu kecewa terhadap penangkapan yang dilakukan kepada Eggi Sudjana dilakukan di dalam ruangan penyidik. Padahal enggak mungkin dia lari. Itu aneh.
Padahal kita datang ke Polda Metro Jaya untuk menjawab pertanyaan, kok pakai surat penangkapan. Kan aneh. Dia kan orang hukum, mengerti hukum. Makanya saya keluhkan di situ, kok ditangkap di dalam kandang sendiri.
Dari People Power ke Tuduhan Makar Foto: Basith Subastian/kumparan
Lalu, bagaimana dengan pengerahan massa di depan Bawaslu pada 9 Mei 2019? Ini inisiatif Eggy atau ada koordinasi dengan BPN?
Itu tidak disengaja. Ini kan orasi dan pidato, berbeda. Saat itu siapa pun hadir, kecuali yang hadir itu memang orang-orang tertentu saja. Itu baru namanya pemufakatan jahat. Dalam artian juga orang yang ini sudah disetel tokoh-tokoh.
Eggi selaku tim advokasi, dia melawan kecurangan harus dengan protes. Nah, people power itukan dalam konteks protes. People power kan tidak ada diatur dalam KUHP. Yang ada di aturan itu cuma makar. Makanya protes ini dalam bentuk unjuk rasa terhadap kecurangan-kecurangan yang terjadi.
Tidak disuruh BPN atau segala macam. Akan tetapi itulah istilahnya upaya untuk melawan kecurangan, selain daripada jalur hukum ya kita melakukan aksi protes kepada KPU. Nyatanya kita menghormati pemilu, kan kita laporkan ke Bawaslu, DKPP, polisi, dan KPU.
Bagaimana Eggy merespons penahanan ini?
Biasa aja. Dia kan sudah pernah dituduh makar sejak zaman SBY.
Eggi pernah menjadi terpidana kasus penghinaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia menyebut seorang pengusaha membagi-bagikan mobil kepada SBY, anak-anak, serta stafnya. Akibatnya, Eggi mendapat hukuman 3 bulan penjara dengan 6 bulan masa percobaan.
Apa BPN ikut memberi bantuan hukum untuk Eggy?
Ada. Salah satu tim advokasi BPN, Abdullah Alkatiri sempat memberikan bantuan. Mereka kasih support, dalam pengertian semangat ya.
Sebelumnya diberitakan tim hukum Eggi dan BPN sempat bersitegang. Ada apa sebenarnya?
Ada beberapa media yang berbicara tentang saya ribut dengan BPN. Itu tidak benar. Maksud saya, adalah, ada anggota BPN, saya sebut namanya yakni Ferdinand Hutahaean agar dia jangan mencampuri urusan pokok perkara. Kalau dia mencampuri urusan pokok perkara, dia kan bukan saksi ahli.
Dia jangan langsung menerka Eggi Sudjana menjurus makar ucapannya. Itu sudah menjadi pendapat. Pendapat itu kan yang dimintai keterangan adalah para ahli. Apa lagi dia kan bukan ahli pidana.
Dalam sebuah pemberitaan, Ferdinand menganggap pernyataan Eggi mengindikasikan makar. Hanya saja di kemudian hari ia mengklarifikasi pernyataannya yang dimuat di media sebagai salah kutip.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten