Pengacara Syafruddin Sebut KPK Mengada-ada soal Sanksi Etik Hakim BLBI

16 Januari 2020 14:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung (tengah), keluar dari rutan KPK, Selasa (9/7). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung (tengah), keluar dari rutan KPK, Selasa (9/7). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK menjadikan pelanggaran kode etik hakim ad hoc tipikor pada Mahkamah Agung (MA), Syamsul Rakan Chaniago, sebagai salah satu alasan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis lepas terhadap mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.
ADVERTISEMENT
Syamsul Rakan merupakan salah satu dari 3 hakim yang menangani kasasi Syafruddin di kasus BLBI. MA menyatakan Syamsul melanggar kode etik karena bertemu dengan pengacara Syafruddin, Ahmad Yani, pada tanggal 28 Juni 2019 atau sebelum putusan kasasi diketok. Alhasil, Syamsul Rakan dijatuhi sanksi tak boleh menangani perkara selama 6 bulan oleh MA.
Menanggapi hal itu, pengacara Syafruddin, Hasbullah, menilai alasan PK tersebut tidak ada kaitannya dengan perkara yang menjerat kliennya.
Hasbullah menyakini, pertemuan dan komunikasi antara Syamsul Rakan dan Ahmad Yani, tidak memengaruhi independensi Syamsul sebagai hakim dalam memutuskan perkara kasasi kliennya.
Apalagi, kata Hasbullah, Ahmad Yani tidak pernah ikut dalam proses pengajuan kasasi Syafruddin. Terlebih, adanya pertemuan dan hubungan Ahmad Yani dengan Syamsul Rakan, tidak pernah diceritakan kepada Syafruddin.
ADVERTISEMENT
"Jika pun, quod non, pertemuan dan komunikasi itu dianggap ada, maka hal tersebut bukan merupakan bagian dari imparsialitas hakim sesuai dengan KUHAP," kata Hasbullah saat membacakan kontra memori PK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/1).
"Dan hal tersebut masuk pada wilayah pembuktian untuk suatu tindakan atau perbuatan atau perkara lain yang melanggar peraturan perundang-undangan. Bukan terkait dengan barang bukti dalam perkara a quo," sambungnya.
Syamsul Rakan Chaniago Foto: Wikipedia
Hasbullah pun menegaskan ketiga hakim yang menangani kasus tersebut tidak ada hubungan keluarga dengan Syafruddin. Sehingga, ia meyakini putusan hakim tetap independen sesuai dengan KUHAP.
"Alasan pemohon PK dengan mengajukan adanya bukti pertemuan dan/atau komunikasi antara Ahmad Yani dan salah satu hakim agung ad hoc, Syamsul Rakan Chaniago, adalah alasan yang mengada-ada yang tidak terkait dengan perkara a quo," tegas Hasbullah.
ADVERTISEMENT
Hasbullah menyatakan demikian lantaran KPK tidak dapat membuktikan dan menguraikan apakah ada perbuatan pidana atas pertemuan tersebut. Sehingga menurut Hasbullah, KPK telah melecehkan MA karena telah mengajukan barang bukti yang tidak ada hubungannya dengan pembuktian perkara Syafruddin.
KPK dianggap melanggar Pasal 263 ayat (1) jo. Pasal 266 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP.
"Hal ini justru membuktikan bahwa tindakan yang dilakukan pemohon PK merupakan salah satu bentuk imparsialitas terhadap keadilan atas putusan yang telah berkekuatan tetap," kata Hasbullah.
Dalam kasus ini, sebelumnya Syafruddin didakwa melakukan korupsi dalam penerbitan SKL BLBI untuk BDNI milik Sjamsul Nursalim. Akibat perbuatannya itu, negara dinilai mengalami kerugian Rp 4,8 triliun.
Pengadilan Tipikor Jakarta pun memvonis Syafruddin selama 13 tahun penjara. Hukuman Syafruddin naik di tingkat banding selama 15 tahun penjara. Tetapi di tingkat MA, Syafruddin divonis lepas.
ADVERTISEMENT
Dalam pertimbangan dua hakim, perbuatan Syafruddin dinilai bukan korupsi, melainkan perdata atau administrasi.