Pengacara Syafruddin Surati Dewas KPK, Minta Jaksa Cabut PK BLBI

16 Januari 2020 14:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang PK Syafruddin di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang PK Syafruddin di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan
ADVERTISEMENT
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK telah mengajukan upaya peninjauan kembali (PK) atas vonis lepas mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.
ADVERTISEMENT
Syafruddin sebelumnya merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Lukuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk BDNI milik Sjamsul Nursalim.
Namun upaya PK tersebut diprotes pengacara Syafruddin. Kuasa hukum Syafruddin menilai langkah jaksa KPK mengajukan PK telah melanggar hukum. Mereka pun mengirim surat kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK agar jaksa mencabut permohonan PK itu.
"Kami juga sampaikan surat ke Dewas KPK untuk mencabut PK terhadap vonis lepas Pak Syafruddin. Alasannya karena melanggar hukum dan inkonstitusional," kata kuasa hukum Syafruddin, Hasbullah, pada Kamis (16/1).
Tanda bukti surat permohonan pencabutan PK Syafruddin di kasus BLBI Foto: Adhim Mugni Mubarok/kumparan
Menurut Hasbullah, KPK telah melanggar sejumlah aturan dalam pengajuan PK itu. Salah satunya melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIV/2016. Putusan MK itu menyatakan jaksa tidak diperbolehkan mengajukan PK. Pengajuan PK hanya untuk terpidana atau ahli warisnya.
ADVERTISEMENT
“Jaksa tidak diperbolehkan mengajukan PK. Sebab yang berhak mengajukan PK sudah jelas diatur dalam KUHAP (Pasal 263 ayat (1). Untuk itu tidak dapat ditafsirkan dan disimpangi serta sesuai dengan asas KUHAP bahwa hak-hak asasi terdakwa/terpidana lebih diutamakan”.
Selain itu, Hasbullah mengkritik eks pimpinan KPK yang memberikan perintah kepada jaksa untuk mengajukan PK pada 16 Desember 2019. Menurut Hasbullah, perintah pimpinan KPK jilid IV itu telah melanggar UU Nomor 19 tahun 2019 alias UU KPK yang baru. Sebab sesuai UU yang baru, kewenangan pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut umum telah dihapus.
Eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, usai keluar dari rutan KPK, Selasa (9/7). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
"Pascaberlakunya UU Nomor 19/2019 yang mencabut status dan kedudukan pimpinan KPK bukan lagi sebagai penyidik dan penuntut umum (Pasal 21 UU No. 19/2019), dan kewajiban untuk melaksanakan koordinasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka pelaksanaan tugas penuntutan oleh KPK baru dapat dilakukan setelah melakukan koordinasi dengan lembaga yang berwenang melakukan penuntutan, yaitu Kejaksaan Agung," kata Hasbullah.
ADVERTISEMENT
"Sehingga permohonan Peninjauan Kembali pemohon PK (jaksa KPK) adalah tidak sah berdasarkan hukum dan harus dinyatakan ditolak tidak diterima pada kesempatan pertama," pungkasnya.