Pengacara Ungkap 7 Kejanggalan dalam Dakwaan 2 Penyerang Novel

19 Maret 2020 20:28 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyidik Senior KPK Novel Baswedan meninggalkan ruang penyidikan usai menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (6/1). Foto: ANTARA FOTO/Gaih Pradipta
zoom-in-whitePerbesar
Penyidik Senior KPK Novel Baswedan meninggalkan ruang penyidikan usai menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (6/1). Foto: ANTARA FOTO/Gaih Pradipta
ADVERTISEMENT
Dua polisi aktif, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, didakwa menyerang penyidik senior KPK, Novel Baswedan, dengan air keras. Jaksa penuntut umum pada Kejati DKI Jakarta, menilai perbuatan keduanya sebagai penganiayaan berat dan terancam pidana maksimal 12 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Tim Advokasi Novel Baswedan menilai dakwaan tersebut hanya sandiwara dan formalitas belaka. Pengacara Novel menyebut setidaknya ada 7 poin yang janggal dalam dakwaan tersebut.
Pertama, dakwaan jaksa mengesankan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan merupakan tindak pidana penganiayaan biasa yang tidak ada kaitannya dengan kerja-kerja pemberantasan korupsi di KPK.
"Tidak ada Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 340 atau pasal pembunuhan berencana sesuai fakta bahwa Novel diserang karena kerjanya menyidik kasus korupsi dan hampir saja kehilangan nyawanya karena cairan air keras masuk ke paru-paru," ujar salah satu anggota tim advokasi Novel, Alghiffari Aqsa, dalam keterangan tertulis, Kamis (19/3).
Alghiffari Aqsa, kuasa hukum Novel Baswedan. Foto: Muhammad Faiz/kumparan
Kejanggalan kedua, dakwaan jaksa dinilai bertentangan dengan temuan Tim Pencari Fakta bentukan Polri dalam kasus Novel Baswedan. Alghiffari menyebut, TPF Polri menemukan adanya motif penyiraman air keras terhadap Novel yang berkaitan dengan kasus-kasus korupsi besar yang ditanganinya, namun hal ini tak terdapat dalam dakwaan.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, kata Alghiffari, dakwaan jaksa tak merinci apakah sakit hati Rahmat Kadir terhadap Novel karena kasus korupsi yang ditanganinya atau tidak.
"Tidak mungkin sakit hati karena urusan pribadi, pasti karena Novel menyidik kasus korupsi termasuk di kepolisian. Terlebih lagi selama ini, Novel tidak mengenal ataupun berhubungan pribadi dengan terdakwa maupun dalam menyidik tindak pidana korupsi," ucap Alghiffari.
Tim Advokasi Novel juga menyayangkan dakwaan jaksa tak menyebutkan aktor intelektual di balik kasus penyiraman air keras tersebut.
Rahmat Kadir, pelaku penyiraman air keras terhadap Penyidik KPK Novel Baswedan dibawa petugas saat tiba di Bareskrim Mabes Polri di Jakarta, Sabtu (28/12/2019). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
"Patut diduga Jaksa sebagai pengendali penyidikan satu skenario dengan kepolisian mengusut kasus hanya sampai pelaku lapangan. Hal ini bertentangan dengan temuan dari Tim pencari Fakta bentukan Polri yang menyebutkan bahwa ada aktor intektual dibalik kasus Novel Baswedan," kata Alghiffari.
ADVERTISEMENT
Kejanggalan kelima dalam sidang dakwaan tersebut, kata Alghiffari, yakni adanya 9 pengacara kedua terdakwa yang disediakan Mabes Polri. Menurutnya, hal tersebut sangat janggal lantaran perbuatan Rahmat dan Ronny bukanlah tindakan dalam melaksanakan tugas institusi, namun justru mendapatkan pembelaan dari Polri.
Berikutnya, Alghiffari menilai sikap para terdakwa dan 9 pengacaranya yang tidak mengajukan eksepsi sebagai hal yang janggal. Sebab menurut Alghiffari, biasanya pengacara mengajukan nota keberatan atas dakwaan jaksa (eksepsi).
Tak adanya eksepsi, lanjut Alghiffari, membuat sidang berikutnya langsung pada tahap pembuktian dengan pemeriksaan saksi-saksi. Ia menduga hal ini direncanakan agar sidang dibuat cepat dari lazimnya sidang pidana.
"Berdasarkan fakta tersebut Tim Advokasi menilai bahwa sidang penyiram air keras terhadap Novel Baswedan tidak lain hanyalah formalitas belaka," kata Alghiffari.
ADVERTISEMENT
"Sidang dilangsungkan cepat, tidak ada eksepsi, tidak beroritentasi mengungkap aktor intelektual, dan kemungkinan besar berujung hukuman yang ringan," sambungnya.
Ronny Bugis, pelaku penyiraman air keras terhadap Penyidik KPK Novel Baswedan dibawa petugas saat tiba di Bareskrim Mabes Polri di Jakarta, Sabtu (28/12/2019). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Untuk itu, Tim Advokasi Novel meminta majelis hakim agar mengadili kasus penyiraman Novel dengan independen dan progresif.
Selanjutnya Komisi Yudisial, Badan Pengawas Mahkamah Agung, Komisi Kejaksaan, Komnas HAM, Ombudsman RI, dan Organisasi Advokat diminta aktif memantau seluruh proses persidangan kasus ini.
" Mengajak masyarakat dan media tetap mengawal pengungkapan kasus hingga ke aktor intelektual 'jenderal' di balik kasus penyiraman air keras Novel Baswedan," tutup Alghiffari.