Pengadilan Kanada Izinkan Mabuk Berat Dijadikan Pembelaan dalam Persidangan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Isu tersebut pertama mencuat pada akhir 2021. Mahkamah Agung Kanada mendengar argumen mengenai konstitusionalitas undang-undang terkait.
Kanada sempat mendukung pembelaan mabuk pula pada 1994. Saat itu, seorang tersangka melakukan kekerasan seksual terhadap seorang wanita dengan disabilitas.
Wanita itu terduduk di kursi roda ketika pelaku melecehkannya dalam keadaan mabuk. Publik lantas naik pitam dan membuat seruan kepada pengadilan. Ottawa kemudian melarang pembelaan itu pada 1995.
Kini, Kanada menarik ulang keputusan tersebut. Hakim Nicholas Kasirer menyebut undang-undang itu tidak konstitusional. Menurutnya, kebijakan itu merusak inti sistem hukum pidana, yakni niat dan praduga tak bersalah.
"Ini memungkinkan hukuman untuk perilaku yang tidak disadari dan tidak dapat dikendalikan oleh orang yang dituduh dan oleh karena itu tidak dapat menjadi 'tindakan bersalah' seperti yang didefinisikan oleh pelanggaran yang mendasarinya," jelas Kasirer, dikutip dari AFP, Sabtu (14/5).
ADVERTISEMENT
Menteri Kehakiman Federal, David Lametti, turut berbicara kepada publik. Dia mengatakan, Kanada meninjau keputusan tersebut dengan hati-hati.
"Sangat penting untuk menekankan bahwa keputusan hari ini tidak berlaku untuk sebagian besar kasus yang melibatkan seseorang yang melakukan tindak pidana saat mabuk," terang Lametti.
Kasirer menilik tiga kasus terpisah sebelum membuat putusan. Ketiga pelaku dalam rentetan kasus itu mengonsumsi narkoba secara sukarela.
Tiga pria tersebut kemudian terlibat dalam penusukan, pemukulan, dan pembunuhan. Salah satunya menyerang ibunya dengan pisau.
Pelaku lainnya mengonsumsi psilocybin sebelum membunuh ayahnya. Sementara itu, pelaku ketiga mendobrak masuk kediaman orang asing. Dia menyerang wanita yang tinggal di rumah tersebut.
Selama pengadilan, mereka menggunakan obat-obatan itu sebagai pembelaan. Obat-obatan disebut mengganggu fungsi otak mereka hingga menghilangkan kendali.
ADVERTISEMENT
Pengadilan Kanada terpecah oleh masalah ini. Kelompok advokasi perempuan turut menegaskan pentingnya undang-undang itu. Perempuan dan anak-anak membutuhkannya sebab merupakan kelompok rentan.
Empat dari setiap lima korban kekerasan pasangan intim adalah perempuan. Data dari pemerintah Kanada menunjukkan, perempuan juga lima kali lebih mungkin mengalami kekerasan seksual.