Pengadilan PBB Tolak Keberatan Myanmar Atas Kasus Genosida Rohingya

23 Juli 2022 13:55 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Pengadilan. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pengadilan. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan untuk melanjutkan kasus yang menuduh Myanmar atas genosida terhadap kelompok etnis minoritas Rohingya pada Jumat (22/7/2022).
ADVERTISEMENT
Gambia mengajukan kasus itu pada November 2019. Sejak itu, Myanmar telah menyatakan keberatan atas tuduhan tersebut, Tetapi, ICJ menolak seluruh pengajuan keberatan tersebut.
"Pengadilan memiliki yurisdiksi untuk memenuhi permohonan yang diajukan oleh republik Gambia, dan bahwa permohonan tersebut dapat diterima," jelas Presiden ICJ, Joan Donoghue, dikutip dari AFP, Sabtu (23/7/2022).
Gambia menegaskan, perlakuan Myanmar terhadap etnis Rohingya melanggar Konvensi Genosida Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1948.
Hanya negara yang diizinkan untuk mengajukan kasus ke ICJ. Organisasi-organisasi tidak dapat mengajukan kasus kepada pengadilan tertinggi PBB itu. Myanmar lantas berargumen, Gambia bertindak sebagai wakil dari Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Pengungsi Rohingya terlihat mengendong anaknya di depan tenda darurat yang baru didirikan setelah kebakaran besar di Cox's Bazar, Bangladesh. Foto: Mohammad Ponir Hossain/Reuters
Myanmar menambahkan, Gambia tidak dapat mengajukan kasus lantaran bukan pihak yang terlibat langsung dalam dugaan genosida. Myanmar mengaku telah keluar dari konvensi terkait pula.
ADVERTISEMENT
Negara itu turut mengeklaim tidak memiliki perselisihan formal dengan Gambia. Dengan demikian, ICJ tidak memiliki yurisdiksi atas kasus tersebut.
ICJ menepis segala argumen dari Myanmar. Keputusan itu akan membuka sidang penuh atas tuduhan genosida terhadap Rohingya oleh Myanmar pada 2017. Kendati demikian, proses hukum itu dapat memakan waktu bertahun-tahun untuk mencapai keputusan akhir.
Menteri Kehakiman Gambia, Dawda Jallow, mengungkapkan apresiasi atas ketegasan ICJ. Puluhan aktivis Rohingya turut berdemonstrasi di luar pengadilan itu saat putusan dibacakan.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) juga telah meluncurkan penyelidikan atas kekerasan tersebut. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken menggambarkan kekerasan militer Myanmar terhadap Rohingya itu sebagai genosida.
Aksi Bela Rohingya di depan Kedubes Myanmar Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
"Keputusan ini adalah saat yang tepat untuk keadilan bagi Rohingya, dan untuk semua orang Burma (Myanmar)," kata Presiden Organisasi Rohingya Burma Inggris (BROUK), Tun Khin.
ADVERTISEMENT
Ratusan ribu orang dari komunitas Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar. Mereka mengungkap pengalaman mengerikan seputar pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran.
Para penyintas mendekam di kamp-kamp negara tetangga. Sekitar 850.000 orang Rohingya berada di Bangladesh, sedangkan 600.000 lainnya tetap tinggal di Negara Bagian Rakhine di Myanmar.
"Tindakan akan diambil terhadap militer dan kebrutalan dan kekejaman mereka. Dan ini memberi kami harapan atas penderitaan kami," ujar seorang Rohingya yang tinggal di Rakhine.
"Keputusan ini tidak hanya baik untuk kami, tetapi juga untuk seluruh rakyat Myanmar yang menderita di tangan militer Myanmar," tambah seorang wanita Rohingya yang tinggal di kamp pengungsi di dekat Sittwe di Rakhine.