Pengamat CSIS: Pemilih Prabowo Banyak yang Lari ke Anies Baswedan

28 Mei 2021 11:21 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
Anies dan Prabowo berdampingan. Foto: Nadia Jovita/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anies dan Prabowo berdampingan. Foto: Nadia Jovita/kumparan
ADVERTISEMENT
Gerindra masih berambisi mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden di Pilpres 2024. Sekjen Gerindra Ahmad Muzani bahkan menyebut Prabowo bakal diusung bersama PDIP.
ADVERTISEMENT
Lantas bagaimana dengan peluang duet itu di Pilpres 2024?
Pengamat politik dari CSIS, Arya Fernandes, menilai ada penurunan suara pemilih Prabowo Subianto yang sudah 3 kali kalah dalam Pilpres. Di antaranya suara Prabowo banyak beralih ke Gubernur DKI Anies Baswedan.
"Masyarakat pemilih Prabowo juga itu switch gitu ke tokoh lain, ada Anies, yang paling banyak larinya ke Anies," kata Arya, Jumat (28/5).
Di samping lain, skenario mengusung lagi Prabowo sebagai capres dinilai menjenuhkan bagi sebagian masyarakat. Butuh regenerasi kepemimpinan dengan figur alternatif.
Selfie Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto dan Puan Maharani. Foto: Instagram/@puanmaharani
"Dan itu juga nampak dari survei-survei di mana keterpilihan Pak Prabowo 15 sampai 20 persen. Padahal sebelumnya 45 atau 48 persen, ya. Banyak pemilihnya yang kabur. Menunjukkan bahwa meskipun dia tinggi, tapi enggak dominan dan mudah dikalahkan artinya," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Dari alasan itu pula skenario Gerindra-PDIP dinilai masih terlalu dini dan bisa berubah. Apalagi, dengan skenario Prabowo-Puan.
"Bisa juga terjadi dari pertumbuhan keterpemilihan keduanya gitu, nah bahwa nanti Pak Prabowo elektabilitasnya stagnan bisa terbuka juga PDIP akan mengusung calon lain atau misalnya duet Prabowo-Puan ini, Mbak Puan ini yang enggak bisa dongkrak suara bisa kemungkinan Prabowo cari orang lain," ujarn Arya.
Pengamat Politik CSIS, Arya Fernandes. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Oleh karena itu, Arya menilai pernyataan Muzani terkait kemungkinan terbentuknya koalisi keduanya masih terlalu awal sekali.
"Masih terlalu dini saya kira akan banyak kemungkinan yang terjadi. Bisa dia berpasangan dan bisa juga dia bubar tergantung juga siapa kompetitornya seberapa kuat, bagaimana mobilitas pergerakan partai-partai dan lain-lain, " pungkasnya.
ADVERTISEMENT