Pengidap Skizofrenia di Bali Tertinggi se-Indonesia

11 Oktober 2019 19:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gangguan mental. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Gangguan mental. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Isu kesehatan mental jadi perbincangan publik setelah film Joker dirilis di Indonesia. Terlebih pada Kamis (10/10), baru diperingati Hari Kesehatan Mental Dunia. Rupanya, penyakit gangguan jiwa skizofrenia di provinsi Bali tertinggi se-Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan riset kesehatan dasar (Rikesda) tahun 2018, Bali menduduki posisi nomor satu sebagai provinsi yang memiliki prevalensi tertinggi gangguan jiwa skizofrenia. Yakni, berada di angka 11 persen (per mil).
Suryani, salah satu psikiater dan peneliti isu kesehatan mental di Bali memprediksi penyakit gangguan jiwa mulai marak di Bali diprediksi Tahun 2000. Penyebabnya, masalah kemiskinan, ritual adat istiadat yang cukup banyak, hingga masalah warisan.
“Dari statistik yang saya lihat adalah tahun 2000 orang Bali mulai gantung diri. Sebelum 2000 sangat kurang, dari gantung diri saya teliti, mengapa?. Ternyata karena gangguan jiwa berat, skizofrenia. Masalahnya adalah kemiskinan, masalah pertengkaran dan masalah warisan,” kata Suryani saat ditemui di kediamannya, Jumat (11/10).
Suryani, salah satu psikiater dan peneliti isu kesehatan mental di Bali. Foto: Denita br Matondang/kumparan
Tahun 2005 Suryani turun ke desa-desa di Bali. Dia melakukan mengumpulkan data penyakit gangguan jiwa. Dari data yang dia himpun, ada sekitar 7 ribu orang gangguan jiwa usia 15 sampai 70 tahun. 2009, dia kembali melakukan penelitian, sekitar 9 ribu orang mengidap gangguan jiwa dengan usia 15 sampai 70 tahun.
ADVERTISEMENT
“Sekarang di Rikesda tahun 2018, Bali tertinggi, dikatakan 11 persen per mil. Artinya 11 orang per 1.000 mil, kalau dari data BPS (tahun 2018) jumlah penduduk Bali 4,2 juta orang. Maka, penderita skizofrenia di Bali ada 46.200. Naik lima kali dari tahun 2009 itu,”imbuh Suryani.
Suryani mengatakan, pengidap skizofrenia paling sering ditemukan di Kabupaten dan Karangasem. Sebab, dua kabupaten ini masih kategori masyarakat miskin.
“Daerah mereka itu daerah yang miskin tempatnya dan juga dari pandangan saya,kekerasan paling kecil itu, dimana orangtua ingin anaknya hebat, atau pandai atau kerja keras dengan kekerasan. Kategori ini masih tinggi di sana,” ujar dia.
Meski belum memiliki data, Suryani yakin tahun 2019 ini, tingkat gangguan jiwa di Bali semakin ini. Selain faktor ekonomi, faktor teknologi menjadi faktor yang mempengaruhi.
ADVERTISEMENT
“Orangtua sekarang sibuk cari kerja, anak sibuk di sekolah, di ruang makan apa yang terjadi, semua memegang teknologi, anak pengin apa semua dipenuhi, tak ada upaya perjuangan yang tumbuh begitu terkena masalah tekanan emosionalnya tak mampu menyikapi, depresi,” imbuh Suryani.
Suryani mengatakan, metode penyembuhan tidak melulu harus diinapkan ke rumah sakit. Justru menurut dia, dengan minum obat secara terus-menerus akan berdampak pada otak pengidap gangguan jiwa. Bagi dia, kehidupan dengan masyarakat sekitar adalah sumber utama penyembuhan gangguan jiwa skizofrenia ini.
“Misalnya ada ledeng di depan halaman, tapi pasien ini tidak pernah mandi. Akhirnya, kita buatkan saluran biar ada air di kamar mandi, ajarkan mereka mandi, keluarga mandi dan masyarakat kami minta mandi semua pagi hari. Jadi, tidak hanya edukasi pasien tapi keluarga dan juga masyarakat sehingga bisa kita cegah pasien baru,” ujar dia.
ADVERTISEMENT
Untuk mencegah penyakit ini, Suryani mengimbau agar pertumbuhan anak dalam 10 tahun pertama dilakukan dengan baik. Menurut dia, 10 tahun pertama adalah masa emas bagi anak untuk menerima pesan dan pengalaman yang diperolehnya.
Anak-anak, kata Suryani, diajarkan cara untuk berjuang untuk mendapatkan keinginan. Tidak melulu disediakan apa yang diminta.
“Ini kecil sepertinya tapi ini yang menentukan masa depan sehingga anak tidak minta-minta saja, sekarang kan anak tidak mengerti apa karena dimanja, makan disediakan, dan sebagainya, dan akhirnya, ya kalau orangtuanya berada,” kata Suryani.
Dia berharap pemerintah mulai sadar akan bahaya gangguan jiwa ini. Menurut dia, pemerintah wajib membuat kurikulum pendidikan yang cocok pada pertumbuhan daya pikir anak. Menurut Suryani, metode kurikulum selama ini hanya membebani anak-anak.
ADVERTISEMENT
“Guru TK dan SD berikan cerita bukan ilmu 2 kali tiga. Bawang merah bawang putih, dan lain sebagainya sehingga di memori anak itu semua itu adalah perjuangan,” ujar dia.