Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
ADVERTISEMENT
Sejak 1997, mesin proyektor M8 Carl Zeiss milik Planetarium Taman Ismail Marzuki (TIM) terus bekerja tanpa pernah diganti. Normalnya, masa hidup mesin tersebut hanya 15 tahun, tapi di TIM mesin tersebut bekerja hingga 23 tahun.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, umur dari mesin tersebut mungkin tidak akan diperpanjang lagi karena sudah tidak ada suku cadang baru dari pabriknya di Jerman. Teknisi Planetarium, Wahyu Hidayat, mengaku pasrah dengan keadaan tersebut dan akan merawat mesin yang ada semampunya.
“Ya, bisa-bisa kita teknisi. Sebisa mungkin. Misalkan sudah mati, alatnya tidak ada, terbakar. Ya, kita mau bagaimana lagi? Moga-moga kalau ada barang dulu yang bekas, tapi masih bagus kualitasnya kita pasang,” ujar Wahyu saat ditemui di TIM, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (16/7).
Wahyu mengatakan tim teknisi Planetarium bahkan masih merawat dan memperbaiki dari suku cadang bekas yang diperuntukkan untuk mengganti ketika ada kerusakan dari mesin Planetarium.
“Yang bekas kita kumpulin jangan sampai kita buang, sayang. Itu pun masih bisa kita gunakan. Kita awet-awet,” ujar Wahyu.
Banyak upaya yang pengurus Planetarium TIM lakukan untuk memperpanjang umur mesin tersebut. Satu di antaranya adalah dengan memotong waktu pertunjukan yang asalnya 3 kali menjadi 2 kali sehari.
ADVERTISEMENT
Wahyu mengatakan, pengurus berharap dengan memotong waktu pertunjukan dapat memperpanjang umur mesin yang sudah berumur 23 tahun tersebut.
“Karena kita untuk awet-awetkan mesin. 3 kali (pemutaran) paksakan, ya, kasian pengunjung nantinya. Bisa saja kita paksakan. Tapi kasihan untuk pengunjung ke depan, ingin tahu kaya apa planetarium,” ujarnya.
Di lain sisi, Kepala Satuan Pelaksana Teknis Pertunjukan dan Publikasi Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, Eko Wahyu Wibowo, juga sadar dengan umur mesin tersebut sudah tidak lama. Ia bahkan sudah membuat rencana bila mesin planetarium sudah tidak dapat berjalan lagi.
“Kita sudah antisipasi. Kita kan ada 2 kegiatan, planetarium dan observatorium. Mungkin kita akan lebih fokus ke penelitian dan edukasi,” ujar Eko.
ADVERTISEMENT
“Apakah nanti kita lakukan peneropongan frekuensinya ditambah atau kunjungan sekolahnya ditambah,” jelas Eko.
Planetarium dan Observatorium Jakarta adalah satu dari tiga wahana simulasi langit yang dimiliki Indonensia, selain yang berdiri di Kutai dan Surabaya. Tiap hari, banyak pengunjung yang menyaksikan pemutaran simulasi perbintangan dan benda-benda langit dengan harga tiket mulai Rp 5,000 (untuk pelajar). Selain pemutaran simulasi, juga ada acara penerobongan benda langit secara berkala.