Pengusaha Hiburan Tak Keberatan PP 56, tapi Kritik Tarif Royalti Terlalu Tinggi

7 April 2021 14:45 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tempat karaoke. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tempat karaoke. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta, Hana Suryani, mengungkapkan pengusaha-pengusaha karaoke sudah berpuluh-puluh tahun membayarkan pajak royalti musik atau lagu untuk kebutuhan komersial.
ADVERTISEMENT
Hana menuturkan, pihaknya tidak mempermasalahkan diterapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
“Jadi untuk masalah PP dari Presiden, kita enggak ada keberatan. Itu kan kewajiban Pak Presiden untuk memberikan imbauan lewat PP. Para pengusaha bagaimana nih? Pengusaha karaoke dari puluhan tahun lalu sudah bayar royalti,” kata Hana ketika dihubungi kumparan, Rabu (7/4).
Akan tetapi, ia membeberkan permasalahan yang muncul karena pengusaha merasa tarif royalti yang dibayarkan terlalu tinggi. Ditambah, penetapan tarif ini tidak mengajak para pengusaha untuk berdiskusi terlebih dahulu.
Ilustrasi Musik Foto: fotoblend
Namun, Hana tak merinci berapa tarif royalti yang mesti dibayarkannya.
“Cuma masalahnya memang ada kendala di tarif yang ditentukan sebelah pihak. Kita stakeholder enggak pernah nih dilibatkan. Penetapannya sebelah pihak. Ini kan memberatkan pengusaha. Sudah begitu, tarifnya sebelah pihak yang mana tinggi sekali. Malah bisa lebih tinggi dibanding sewa tempat usaha kita, begitu,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Ia berharap Presiden Jokowi memahami persoalan tingginya tarif royalti tersebut, sehingga masalah ini dapat segera dibenahi. Selain itu, diharapkan ke depannya para pengusaha tidak lagi keberatan dengan tarif yang terlalu tinggi, yang bahkan bisa lebih tinggi ketimbang biaya sewa.
“Pak Presiden juga harus tahu hal ini. Bahwa bukannya pengusaha enggak mau bayar, kami dari puluhan tahun yang lalu sudah bayar dan taat royalti. Cuma dengan adanya lembaga-lembaga baru ini, LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional), yang mana pada penetapan tarifnya mereka yang menentukan dan itu dilakukan sebelah pihak. Pak Presiden harus tahu ini,” tegas dia.
Presiden Jokowi hadiri KTT ke-37 Asean secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat. Kamis (12/11). Foto: Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden
“Hal ini itu sudah diteriaki oleh pengusaha hiburan khususnya karaoke seluruh indonesia. Mereka sudah menyerah dengan kasus ini,” tutup Hana.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Salah satu poin krusial dalam PP ini terkait kewajiban pembayaran royalti oleh semua penyelenggara yang menggunakan lagu atau musik secara komersil dalam bentuk layanan publik kepada pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak.