Penjelasan BNPT saat Komisi III Pertanyakan Isi Perpres soal Ekstremisme

22 Maret 2021 15:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar menghadiri Deklarasi Kesiapsiagaan Nasional Bersama 90 Santri. Foto: Humas BNPT
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar menghadiri Deklarasi Kesiapsiagaan Nasional Bersama 90 Santri. Foto: Humas BNPT
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi III DPR Muhammad Syafii mempertanyakan isi Perpres Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme. Ia menyoroti makna ekstremisme yang dimaksud dalam Perpres tersebut.
ADVERTISEMENT
"Saya membaca Perpres ini, semua yang diatur di dalamnya reddendum dengan UU Nomor 5 Tahun 2018. Tapi yang sangat mengecewakan dan perlu didiskusikan ini adalah definisi ekstremisme. Di UU Nomor 5 Tahun 2018 kita gunakan istilah radikal itu tidak pernah berdiri sendiri kecuali di penjelasan umum," kata Syafii saat Rapat Dengar Pendapat bersama BNPT di DPR RI, Senin (22/3).
Muhammad Syafii, anggota Komisi III DPR RI Foto: dpr.go.id
"Ini ekstremisme suatu masuk baru yang berdiri sendiri yang lahirnya tidak lewat kajian antara pemerintah dengan rakyat dalam hal ini DPR," kata Syafii.
Ia khawatir ketidakjelasan pengertian ekstremisme membuat lahirnya pasal karet baru yang dapat menjerat orang tidak bersalah. Sehingga ia minta ada petunjuk jelas soal tindakan yang masuk dalam ekstremisme atau Perpres itu dibatalkan.
ADVERTISEMENT
"Saya sebagai yang pernah pimpin pansus RUU Terorisme itu benar-benar khawatir Pak Boy. Karena itu kita perlu guidance jelas atau tidak karet kalau tidak ingin revolusioner mengusulkan pembatalan Perpres Nomor 7 Tahun 2021 Tentang ekstremis ini," kata Syafii.
"Kenapa? menimbulkan ketakutan baru digunakannya Perpres ini menjadi sesuatu yang menangkap bahkan lakukan tindakan yang extra judicial killing yang sangat kita khawatirkan dalam menyusun UU tentang Teroris ini," tambahnya.
Terkait hal itu, Kepala BNPT Irjen Boy Rafli Amar menjelaskan penyusunan perpres itu bersamaan dengan lahirnya UU Nomor 5 Tahun 2018. Permasalahan ekstremisme juga telah menjadi perhatian dunia.
Ilustrasi FPI. Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/REUTERS
"Perbedaan makna dalam hal ini kami lihat ekstremisme berbasis kekerasan ini lebih juga menjadi radikal intoleran adalah sebuah keyakinan atau prinsip atau pengetahuan yang diyakini individu atau kelompok yang menyetujui cara kekerasan diyakini sebagai potensi yang dapat melahirkan aksi terorisme," kata Boy.
ADVERTISEMENT
Ia menilai pencegahan terhadap ekstremisme ialah upaya penanggulangan di hulu. Sehingga tidak terjadi aksi terorisme.
"Jadi dengan kegiatan-kegiatan rencana aksi yang dilakukan terutama di bidang pencegahan menurut hemat kami adalah sebuah sarana edukasi diskusi bahwa apabila kita sebagai WNI memiliki keyakinan pandangan ekstrem katakanlah, tapi ekstrem ini bukan berdiri sendiri bukan istilahnya ekstrem tunggal, tapi ekstremisme yang menyetujui kekerasan," kata Boy.
Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar di Komisi III DPR, Senin (22/3). Foto: screenshoot Youtube/TV Parlemen
Kekerasan yang dimaksud ialah kekerasan seperti yang dilakukan kelompok terorisme. Dengan adanya upaya pencegahan ekstremisme diharapkan masyarakat dapat ikut menangkal tawaran-tawaran yang diberikan oleh jaringan terorisme.
"Prinsip apa yang tidak disetujui, prinsip misal memberi dukungan kepada pihak tertentu untuk galang dana kemudian lakukan aksi teror dilandaskan sebuah keyakinan bahwa mereka yang berlainan dengan kelompok itu adalah sebagai lawan atau pihak tertentu yang senantiasa menjustifikasi kelompok lainnya sebagai pihak lawan yang harus diperangi. Atau mereka yang senantiasa mengkategorikan orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka dengan istilah takfiri, thogut, dan sebagainya," kata Boy.
ADVERTISEMENT
Terkait usulan untuk menunda atau membatalkan Perpres tersebut, Boy mengatakan akan menyampaikan usulan itu dalam rapat bersama Kemenkopolhukam.
"Masukan dari Romo berkaitan dengan perlu diusulkannya, apakah perlu ditunda dan sebagainya kami tampung dan tentu akan kami bicarakan kepada pimpinan yang lebih tinggi. Kami bahas dalam forum-forum bersama dengan polhukam tentunya," kata Boy.