Penjelasan KNKT soal Autothrottle dan Potensi Kerusakan Sriwijaya Air SJ 182

10 Februari 2021 19:36 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Investigator KNKT memeriksa puing pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di posko JICT, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (12/1). Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Investigator KNKT memeriksa puing pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di posko JICT, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (12/1). Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Autothrottle pesawat Sriwijaya Air SJ182 disorot dalam preliminary report yang disampaikan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pada Rabu (10/2). Sebab, alat pengatur daya mesin pesawat tersebut mengalami anomali baik yang kanan maupun kiri.
ADVERTISEMENT
Autothrottle yang kiri turun begitu jauh, sedangkan yang kanan tidak bergerak seperti macet saat pesawat berada di ketinggian 10.900 kaki. Posisi pesawat saat itu naik (pitch up) dan miring ke kiri (roll).
Beberapa detik kemudian FDR pesawat kemudian mencatat autothrottle tidak aktif. Pesawat berada dalam posisi menunduk ke bawah.
Nurcahyo Utomo, Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan. Foto: Andreas Ricky Febrian/kumparan
Kepala Sub Komite Investigasi Keselamatan Penerbangan KNKT, Nurcahyo Utomo belum bisa menentukan apakah hal itu disebabkan oleh malfunction dari autothrottle. Sebab, KNKT melihat mesin masih berfungsi dengan baik sesuai dengan throttle.
"Kemudian apakah kerusakan autothrottle menyebabkan roll dan pitch, harusnya logikanya pesawat itu mesin mati satu pun tidak apa-apa. Mesin mati satu masih bisa terbang," jelas Nurcahyo.
"Lalu kenapa kalau autothrottle-nya saja bisa roll dan pitch down? Kembali ini kita juga cari jawaban dari pertanyaan ini dari yang mudahan kita bisa temukan jawabannya kalau CVR ditemukan. Sebenarnya apa yang terjadi di cockpit waktu itu," tambah dia.
Sejumlah penyelam TNI AL menarik puing yang diduga turbin dari pesawat Sriwijaya Air SJ 182 ke atas KRI Rigel-933. Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
Menurut Nurcahyo, autothrottle bekerja berdasarkan data dari 13 komponen lainnya. Sehingga bisa jadi yang rusak bukan autothrottle, melainkan komponen lainnya.
ADVERTISEMENT
"Ini yang sampai saat ini kita belum bisa menentukan apa yang menyebabkan," kata Nurcahyo.
Dalam data perawatan yang didapat KNKT juga diketahui autothrottle pesawat jenis Boeing 737-500 itu sempat mengalami kerusakan pada 3 Januari 2021. Namun dapat diperbaiki dengan baik saat itu juga.
Lalu mengalami kerusakan kembali pada tanggal 4 Januari 2021. Perbaikan saat itu tertunda hingga baru bisa dilakukan pada 5 Januari 2021 dengan hasil baik. Sejak saat itu tidak ada komponen pesawat yang mengalami perbaikan sampai pesawat jatuh.
"Jadi autothrottle bukan satu komponen yang signifikan yang mandatori sehingga diizinkan rusak 10 hari. Namun demikian juga mengapa tidak ter-recovery pesawat jadi roll ini yang kita belum tahu. Ini mudah-mudahan kita dapat jawabannya dari CVR," kata Nurcahyo.
ADVERTISEMENT
Selain autothrottle, komponen pesawat yang sempat mengalami perawatan ialah penunjuk kecepatan atau March/Airspeed Indicator yang berada di kanan. Komponen itu dilaporkan rusak pada 25 Desember 2020 dan baru dapat diperbaiki pada 4 Januari 2021. KNKT menyebut penundaan perbaikan itu masih sesuai dengan ketentuan yang ada.