Gedung LBM Eijkman

Penjelasan Lengkap Eijkman soal Tes Antibodi Usai Vaksinasi Corona

16 April 2021 20:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung LBM Eijkman. Foto: Facebook/Eijkman Institute
zoom-in-whitePerbesar
Gedung LBM Eijkman. Foto: Facebook/Eijkman Institute
ADVERTISEMENT
Sebagian masyarakat kini penasaran soal antibodinya setelah vaksinasi corona. Banyak yang mencoba membeli rapid test serologi atau ke tempat tes serologi untuk cek antibodi.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal ini, Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Prof Amin Soebandrio mengatakan hal ini memang bisa dilakukan. Tapi ada sejumlah hal berikut yang perlu diperhatikan.
Berikut penjelasan lengkap Amin kepada kumparan, Jumat (16/4), soal tes antibodi usai vaksinasi corona:

Setiap Hasil Pemeriksaan Berbeda dan Belum Ada Standar dari WHO

Amin menjelaskan sebenarnya secara individu kita bisa melakukan pengujian itu untuk melihat seberapa tinggi antibodi yang kita miliki. Tetapi ada beberapa macam pemeriksaan yang hasilnya berbeda pada setiap orang. Ada yang angkanya ada 40, 20, 10, 100 bahkan 150.
Infografis Tips Antibodi Terbentuk Optimal. Foto: kumparan
Saat ini WHO belum memberi pedoman berapa sebetulnya kadar yang dibutuhkan untuk melindungi seseorang dari infeksi dari COVID-19.
"Tapi selama ada antibodi, itu sudah dianggap lebih baik daripada enggak ada. Walaupun kita belum punya standarnya setinggi apa yang betul-betul melindungi kita," jelas Amin.
ADVERTISEMENT

Ada Macam-Macam Platform Tes

Ada berbagai tes platform dan jenis, tapi satu sama lain belum bisa dibandingkan. Setelah beberapa orang memakai cara berbeda, misalnya cara A dan B, hasil angka dari masing-masing platform masih harus didiskusikan mana yang lebih protektif.
Amin menyebut masing-masing pembuat platform akan mengklaim caranya paling bagus. Meski angka yang tinggi akan menunjukkan proteksi, tapi sebetulnya itu harus dibandingkan lagi dengan standar.
Artinya perbedaan angka seperti 40, 20, 10, 100 atau 150 dari hasil tes antibodi juga harus memperhatikan platformnya. Bisa jadi meski angka antibodinya berbeda, tingkat proteksinya sama apabila dipertimbangkan lewat platform.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Prof Amin Soebandrio. Foto: Youtube/@DPMPTSP DKI Jakarta

Eijkman Pakai Platform Plaque Redaction Neutralization Test (PRNT)

Saat ini lembaga Eijkman juga sedang membandingkan beberapa platform dengan standar Platform Plaque Redaction Neutralization Test (PRNT).
ADVERTISEMENT
"Platform ini mengukur secara lebih tepat kadar antibodi yang menetralisasi virus. Karena kami melakukan pemerikasaan itu total antibodi terhadap COVID-19, tetapi tidak semua antibodi itu bisa menetralisasi," ungkapnya.
Amin menekankan cara kerja antibodi berbeda-beda dan tidak semua bisa menetralisasi. Ada yang berikatan dengan virus, kemudian baru merangsang sistem imun lainnya. Virus masih bisa bekerja tetapi lebih lambat.

Platform PRNT Butuh Lab Khusus

Ada beberapa merek komersial untuk tes antibodi. Tapi tes yang standar harus dilakukan di laboratorium yang memiliki fasilitas Biosafety Level 3 karena harus ada uji langsung dengan virus hidup.
"Virus hidup diinkubasi dengan sel. Kalau tidak ada antibodi yang menetralisir, kan, virusnya bisa masuk ke dalam sel. Nah kemudian dimasukkan antibodi yang mau dites itu dengan berbagai pengenceran. Nanti akan ketahuan pengenceran berapa yang masih bisa menghambat masuknya si virus ke dalam sel," tutur Amin.
Peneliti perempuan di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang meneliti DNA COVID-19. Foto: L'Oreal Indonesia dan Eijkman
Artinya, tak sembarang rumah sakit bisa melakukan tes antibodi dengan platform PNRT. Sebab, Biosafety Level 3 hanya ada di Eijkman dan hanya lembaga ini yang bisa melakukan uji PRNT.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, masyarakat tak bisa tes antibodinya dengan metode PRNT di Eijkman. Sebab Eijkman tidak melayani masyarakat umum.
"Cuma kami melakukan uji perbandingan uji komparasi antara sistem-sistem yang ada dibandingkan dengan standar PRNT," kata Amin.

Tes Antibodi di Pasaran Bukan Standar

Amin juga mengatakan tes antibodi yang kini ada di pasaran itu bisa dipakai, tapi bukan standar tes antibodi. Tes di pasaran hanya melihat kadar kenaikan titer antibodi.
"Yang penting bukan melihat kadarnya tapi kenaikan titer, kenaikan kadar sebelum dan sesudah vaksinasi. Itu [kadar] yang menggambarkan apakah dia punya proteksi atau enggak, atau menggambarkan efektivitas si vaksin," ucap Amin.
Caption: Infografik perbedaan rapid test antibodi dan antigen. Foto: Kiagoos Aulianshah/kumparan
Jika sebelum divaksin antibodi sudah agak tinggi tapi setelah vaksinasi tidak naik, maka vaksinasinya tidak begitu berefek. Kenaikan titer harus sekitar empat kali lipat.
ADVERTISEMENT
Sementara apabila yang sebelum divaksinasi tidak terlihat antibodi atau negatif, kemudian setelah divaksinasi jadi positif itu pertanda bagus. Amin menjelaskan walaupun cuma di angka 10 itu sudah bagus.

Tes Antibodi Negatif Bukan Berarti Tidak Ada

Apabila setelah vaksinasi masih kadar antibodi masih negatif atau nol, ada kemungkinan vaksinasi tidak merangsang respons imun sehingga tidak terdeteksi. Mungkin respons imun terangsang, tapi kadarnya tidak cukup untuk terdeteksi alat.
Misalnya alat hanya dapat mendeteksi spike di angka 10 paling rendah. Maka apabila angkanya 5, antibodi tidak bisa terdeteksi kalaupun ada.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten