Penjelasan Mahasiswa soal Gugatan UU KPK Ditolak MK karena Salah Nomor

28 November 2019 15:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana sidang putusan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta.  Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana sidang putusan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi UU KPK Nomor 19 tahun 2019 yang dimohonkan oleh kelompok mahasiswa. Dalam amar putusannya, MK tidak menerima gugatan tersebut karena dianggap salah objek atau error in objecto, gara-gara salah tulis nomor.
ADVERTISEMENT
Para pemohon merupakan kelompok mahasiswa dari berbagai perguruna tinggi, di antaranya mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia Muhammad Raditio Jati Utomo, mahasiswa FH Universitas Kristen Indonesia (UKI) Deddy Rizaldy Arwin Gummo, mahasiswa FH Universitas Padjajaran Putrida Sihombing, dan mahasiswa FH Universitas Tarumanegara Kexia Goutama.
Menanggapi putusan tersebut, kuasa hukum pemohon Zico Leonard Simanjuntak, memberikan penjelasan. Zico menerangkan, salah nomor itu berawal saat MK sudah mengeluarkan jadwal sidang pertama pada 9 Oktober 2019 dan sidang perbaikan pada 23 Oktober 2019.
Namun, ia dikabari oleh panitera bahwa sidang pertama dipercepat menjadi tanggal 30 September 2019 dan sidang perbaikan pada 14 Oktober 2019.
"Akhirnya dibuat kesepakatan, oke sidang masukin perbaikan tanggal 14 Oktober 2019, tapi sidangnya tanggal 21 Oktober seperti tadi kata putusan. Nanti di tanggal 21 Oktober, Mas bilang aja nomornya diganti. Ternyata apa yang terjadi, MK tidak menerima, salah objek katanya, kami tidak mau menerima yang tanggal 21. Padahal MK yang memajukan, MK yang tidak mau menerima," kata Zico di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/11).
Zico Leonard Djagardo Sumanjuntak, salah satu anak muda yang mengajukan gugatan uji materi UU MD3 ke MK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Ia menambahkan, pihaknya diharuskan memasukkan berkas perbaikan pada tanggal 14 Oktober 2019. Sedangkan, UU KPK hasil revisi baru berlaku diundangkan sejak tanggal 17 Oktober 2019.
ADVERTISEMENT
"Jadi di tanggal 14 (Oktober) itu kami membuka website JDIH (Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum), dokumen hukum punya pemerintah, UU terakhir di nomor itu nomor 15, kami memprediksi semoga (UU KPK baru) nomor 16," ujar Zico.
"Dan kemudian karena kami percaya oleh penawaran dari panitera, nanti boleh diperbaiki di sidang tanggal 21 (Oktober), ya sudah kami tuliskan dulu nomor 16. Tahu-tahu dinomori pemerintah nomor 19," imbuhnya.
Ia pun mempertanyakan alasan MK mempercepat jadwal sidang perdana sehingga ia harus memasukkan berkas perbaikan sebelum tanggal 17 Oktober 2019.
"Padahal panitera MK sudah bilang enggak apa-apa masukin berkas tanggal 14 (Oktober) nanti di tanggal 21 (Oktober) mas benerin aja. Tapi hakim menolak. Seperti sekarang putusan itu," terang Zico.
ADVERTISEMENT
Saat disinggung mengenai alasan mengajukan gugatan sebelum nomor UU KPK baru keluar, Zico mengatakan agar UU KPK yang baru bisa segera dibatalkan sebelum bulan Desember 2019.
"Kalau pertanyaan kenapa kami buru-buru ya semata-mata karena sidang di MK lama. Dan saya memprediksi kan sekarang ini sudah ada permhonan lain nih, saya prediksi itu mungikin diputus Januari atau paling telat akhir Desember, lama sekali kan," jelas Zico.
"Sementara UU-nya sudah berlaku dan dewan pengawas harus dibentuk bulan Desember. Nah, karena itu kami memajukan dengan segera tapi tetap dengan pakai strategi, kami sudah memperhitungkan hari sidang," sambungnya.
Dalam sidang putusan hari ini, majelis hakim menyatakan permohonan gugatan UU KPK yang baru tidak dapat diterima.
ADVERTISEMENT
"Menyatakan permohonan permohonan tidak dapat diterima," ucap Ketua MK Anwar Usman di muka sidang MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/11).
Menurut majelis hakim, gugatan tersebut tidak dapat diterima dengan alasan permohonan pemohon salah obyek. Sehingga permohonan tidak dipertimbangkan lebih lanjut.
"Permohonan para pemohon mengenai pengujian adalah salah obyek. Error in objecto. Permohonan pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut," jelas Anwar.
Salah objek yang dimaksud yakni karena pemohon memasukkan UU Nomor 16 tahun 2019 ke dalam dalam posita dan petitum sebagai perubahan atas UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Padahal UU Nomor 16 tahun 2019 adalah UU tentang perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.