Penjelasan Mahfud MD Soal Pasal Bebas Jeratan Hukum di Perppu Corona

21 April 2020 22:03 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menkopolhukam, Mahfud MD, menyampaikan keterangan pers di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Rabu (11/3). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menkopolhukam, Mahfud MD, menyampaikan keterangan pers di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Rabu (11/3). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Menkopolhukam Mahfud MD angkat bicara terkait isi Pasal 27 dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang diterbitkan Presiden Jokowi untuk penanganan pandemi virus corona. Pasal itu dinilai sejumlah pihak berpotensi membebaskan pelaku rasuah dengan alasan penyelamatan dari krisis.
ADVERTISEMENT
Namun, Mahfud tidak memandang itu sebagai hal baru. Dia menilai peraturan serupa juga termaktub dalam sejumlah Undang-undang yang ada di Indonesia saat ini.
"Tentang kekebalan hukum, bahwa pejabat-pejabat tertentu yang mengambil keputusan tentang itu tidak bisa diperkarakan. Itu juga bukan soal baru, sudah banyak Undang-Undang yang begitu," ujar Mahfud kepada wartawan, Selasa (21/4).
Pasal 27 Perppu No 1/2020 berbunyi:
Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara
Video conference Menko Polhukam Mahfud MD dengan awak media. Foto: Dok. Humas Kemenko Polhukam
Menurut Mahfud, pengecualian soal jeratan pidana juga ada di sejumlah UU, bahkan KUHP.
ADVERTISEMENT
"KUHP, Pasal 50 dan Pasal 51, mengatur begitu pejabat yang melakukan tugasnya dengan iktikad baik tidak bisa dipidanakan kan," kata Mahfud.
"Ada di KUHP, ada di Undang-Undang Ombudsman, ada di Undang-Undang BI, ada di Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan, ada di Undang-Undang Pengampunan Pajak, banyak yang begitu. Di Undang-Undang Advokat juga ada, bahkan putusan Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Advokat juga mengatakan begitu," sambungnya.
Sebelumnya, gugatan terkait isi Pasal 27 Perppu Nomor 1/2020 telah didaftarkan ke MK. Gugatan diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Yayasan Mega Bintang 1997, LP3HI, KEMAKI, dan LBH PEKA.
Dalam permohonannya, mereka meminta Pasal 27 Perppu tersebut, yang terkait imunitas aparat pemerintahan dari tuntutan perdata dan pidana saat melaksanakan aturan, agar dibatalkan.
ADVERTISEMENT
Pasal 27 menyatakan biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk menyelamatkan perekonomian dari krisis bukan kerugian negara, pejabat pemerintah terkait pelaksanaan Perppu tidak dapat dituntut perdata ataupun pidana jika melaksanakan tugas berdasarkan iktikad baik, dan segala keputusan berdasarkan Perppu bukan objek gugatan ke peradilan tata usaha negara.
Melalui keterangan resminya, MAKI menjelaskan alasan permohonan uji materiil pada Perppu yang menjadi akses atas dana senilai Rp 405,1 triliun untuk mengatasi dampak negara atas pandemi COVID-19. Pasal 27 dinilai superbody sekaligus bertentangan dengan UUD 1945.
MAKI mengatakan gugatan itu pun didasari keinginan agar skandal, semisal BLBI dan Century, tak terulang kembali. Menurut MAKI, pada pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, DPR pernah menolak Perppu Nomor 4 Tahun 2008 terkait Jaring Pengaman Sistem Keuangan. Sehingga, harusnya tidak perlu lagi aturan yang memberikan kekebalan hukum kepada penyelenggara pemerintahan terkait keuangan negara.
ADVERTISEMENT
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.