Penjelasan PPATK soal Serahkan Transaksi Keuangan ke Dewas KPK

25 April 2024 14:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana pada Rapat Koordinasi PPATK Tahun 2023 di Hotel Sultan, Jakarta, (19/1/2023). Foto: Thomas Bosco/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana pada Rapat Koordinasi PPATK Tahun 2023 di Hotel Sultan, Jakarta, (19/1/2023). Foto: Thomas Bosco/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bicara soal analisis transaksi keuangan yang diberikan kepada Dewas KPK. Sebab, belakangan, proses permintaan transaksi keuangan itu dipermasalahkan secara etik oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
ADVERTISEMENT
Ghufron bahkan melaporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho ke lembaganya sendiri atas permintaan laporan transaksi keuangan itu. Sebab kata Ghufron, Albertina bukan merupakan penyidik dan tidak punya kewenangan meminta transaksi keuangan tersebut.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengaku tak mempunyai kapasitas menanggapi mengenai dugaan etik di internal KPK. Dia hanya menjelaskan, bahwa pemberian hasil analisis transaksi keuangan tidak hanya diberikan kepada penegak hukum saja.
Hasil analisis bisa diberikan kepada sejumlah pihak lain dalam kasus tertentu, seperti panitia seleksi lembaga tertentu, Inspektorat Jenderal, hingga kebutuhan riset. Pemberian tersebut tetap dalam koridor dan ketentuan hukum yang berlaku.
“Secara umum. Kami tidak hanya memberikan data kepada penegak hukum, dalam bentuk khusus kami berikan informasi kepada pihak lain, misalnya: Pansel, Inspektorat Jenderal, TPA, rekam jejak, hasil riset kepada stakeholders terkait, dan lain-lain,” kata Ivan saat dikonfirmasi.
ADVERTISEMENT
“Tentunya dalam koridor sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku,” imbuh dia.
Kolase Nurul Ghufron dan Albertina Ho. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan & Jamal Ramadhan/kumparan
Penjelasan Ivan tampak menguatkan keterangan dari Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean yang menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran etik yang dilakukan Albertina Ho atas permintaan hasil analisis keuangan ke PPATK. Terlebih karena disertai surat tugas dari Dewas KPK.
“Kita sudah minta keterangan sama Albertina. Kita sudah klarifikasi, dan kita pelajari, dan tidak ada pelanggaran di situ. Apanya yang salah? Apanya yang salah? Beliau melaksanakan tugas, pengumpulan bahan keterangan, minta data di PPATK. PPATK memberikan ada dasar hukumnya,” kata Tumpak saat ditemui di Gedung ACLC KPK, Kamis (25/4).
Dugaan Pengalihan Isu
Bersamaan ramainya laporan etik terhadap Albertina tersebut, ternyata pengusutan dugaan pelanggaran etik Ghufron oleh Dewas KPK sudah berlangsung. Bahkan sudah ditemukan cukup bukti untuk naik persidangan etik pada 2 Mei 2024.
ADVERTISEMENT
Dugaan pelanggaran etik itu terkait Ghufron yang menyalahgunakan pengaruhnya sebagai pimpinan KPK dalam proses mutasi anak dari temannya di Kementerian Pertanian (Kementan).
Mantan Penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap menilai laporan yang dilayangkan Nurul Ghufron terhadap Albertina Ho memalukan.
"Hal tersebut memalukan karena Aho (Albertina Ho) sedang melaksanakan tugasnya mewakili Dewas untuk mengusut adanya dugaan pemerasan oleh Jaksa KPK sebesar Rp 3 miliar," kata Yudi.
Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Albertina Ho. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Menurut Yudi, pelaporan itu justru kemudian dicurigai sebagai bentuk pengalihan isu yang dilakukan Nurul Ghufron.
"Jadi apa yang dipermasalahkan Nurul Gufron sehingga melaporkan Aho (Albertina Ho)? Jangan-jangan nanti ada anggapan bahwa pelaporan ini hanya untuk mengalihkan isu terkait pemeriksaan terhadap Nurul Gufron oleh Dewas KPK terkait Kementerian Pertanian," kata dia.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Ghufron sudah memberikan penjelasan. Dia membantah menggunakan pengaruh untuk membantu mutasi kerabatnya di Kementerian Pertanian (Kementan). Dia hanya mengaku menerima komplain dari kerabat tersebut lalu disampaikannya.
Keberatan Ghufron tersebut juga diwujudkan dalam gugatannya ke PTUN Jakarta. Dia menggugat Dewas karena dianggap memproses kasus yang sudah kedaluwarsa.
“Itu, kan, kejadiannya Maret 2022, ya. Sebelum apa-apa dia enggak ada laporan, tapi setelah kemudian dia tersangka, itu malah, yang disebut mestinya, ‘serangan balik ke saya’, ketika ditersangkakan baru dilaporin,” ungkap Ghufron.