Ilustrasi mengukur tanah

Penjual Minta Tanah Diukur Ulang Setelah Kita Beli, Bagaimana Aturannya?

18 Desember 2020 13:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Jual beli tanah seringkali berujung sengketa. Bahkan sengketa dengan pemilik sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Salah satunya ialah tanah yang sudah dibeli, belakangan dipermasalahkan oleh bekas pemilik itu. Seperti yang terjadi dalam contoh kasus di bawah ini:
Saya membeli lahan seluas 200 meter di tahun 2015 dengan surat-surat seperti BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) serta AJB (Akta Jual Beli) yang lengkap. Saat ini, lahan tersebut sudah saya bangun rumah.
Namun, tahun ini, pemilik tanah sebelumnya minta dilakukan pengukuran ulang dan ternyata luas tanah 220 meter. Pemilik tanah sebelumnya meminta saya membayar dengan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) saat ini dan saya sungguh keberatan. Sebab, dulu dibeli Rp 1,6 juta per meter dan sekarang minta Rp 3,5 juta per meter. Langkah apa yang dapat saya lakukan?
Ilustrasi mengukur tanah. Foto: Pixabay
Berikut jawaban Ferdy Rizky Adilya, S.H., M.H., C.L.A., pengacara yang tergabung dalam Justika:
ADVERTISEMENT
Salam hangat. Di Indonesia, aturan jual beli tanah mengacu pada beberapa instrumen hukum, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Terhadap permasalahan yang sedang dialami Saudara, sebaiknya bisa dilihat kembali kesepakatan yang pernah dimuat di dalam Akta Jual Beli (AJB) atas peralihan hak tanah tersebut.
Dalam praktik jual beli tanah bersertifikat, sebelum transaksi biasanya Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) melakukan pengecekan atau verifikasi dan validasi terhadap sertifikat yang terbit atas tanah kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat di mana objek tanah berada. Termasuk tentang luas tanah yang tercatat di dalam sertifikat.
Setelah dilakukan pengecekan tersebut, tergantung Para Pihak dalam perjanjian apakah akan disertai dengan pengukuran ulang baru atau tidak terhadap objek tanah tersebut. Apabila tidak, Para Pihak yang mengikatkan diri dalam AJB dianggap telah sepakat terhadap jumlah luas yang tertera dalam sertifikat. Baik diketahui luasnya kelebihan bagi si "Penjual" atau kekurangan bagi si "Pembeli". Masing-masing pihak harus tunduk dan patuh pada AJB yang telah dibuat.
ADVERTISEMENT
Kemudian apabila setelah ditandatanganinya AJB, pihak Penjual meminta kembali dilakukan pengukuran ulang dan ternyata hasilnya diketahui berbeda dengan luas yang ada pada AJB, hingga meminta pihak pembeli membayar sisa tanah apalagi dengan harga yang lebih tinggi setiap meternya, tentu kemudian para pihak perlu kembali melihat isi klausul dalam AJB tentang pengaturan kelebihan tanah yang didapat setelah AJB.
Dalam standar baku AJB, biasanya diatur tentang kelebihan tanah dan Para Pihak akan menerima hasil pengukuran terbaru tersebut dengan tidak memperhitungkan kembali harga jual beli dan tidak akan saling mengadakan gugatan.
Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan jual beli tanah dimaksud.
Namun, apabila belum diatur klausul demikian, Para Pihak dapat melakukan musyawarah mufakat dengan tanpa merugikan salah satu pihak yang keduanya berpedoman pada prinsip good faith/iktikad baik dalam perjanjian.
ADVERTISEMENT
Demikian, semoga bisa membantu.
Artikel ini merupakan kerja sama kumparan dan Justika
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten