Periksa Eks Pimpinan KPK, Komnas HAM Tanya soal Isu Taliban

18 Juni 2021 17:13 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan M. Choirul Anam (tengah) bersama Wakil Ketua KPK periode 2007-2011 Mochammad Jasin (kiri). Foto: Komnas HAM
zoom-in-whitePerbesar
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan M. Choirul Anam (tengah) bersama Wakil Ketua KPK periode 2007-2011 Mochammad Jasin (kiri). Foto: Komnas HAM
ADVERTISEMENT
Empat mantan pimpinan KPK dimintai keterangan terkait laporan 75 pegawai lembaga antirasuah soal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) oleh Komnas HAM. Dalam permintaan keterangan itu, turut ditanyakan mengenai definisi 'Taliban' yang kerap disematkan terhadap pegawai di KPK.
ADVERTISEMENT
"Yang berikutnya adalah salah satu isu yang penting juga ditanya, sebenarnya kapan sih dan apa definisi Taliban menurut para pimpinan. Nah, tadi disebutin itu definisinya apa. Nanti bisa ditanya sendiri ke Pak Jasin apa definisinya," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, dalam keterangan di kantornya, Jumat (18/6).
Hadir dalam permintaan keterangan tersebut adalah mantan Pimpinan KPK M Jasin secara langsung. Sementara tiga mantan pimpinan lainnya yakni Saut Situmorang, Abraham Samad, serta Bambang Widjojanto hadir secara daring.
Anam mengatakan, dari penjelasan mantan pimpinan KPK, Taliban yang dimaksud tidak terkait dengan identitas keagamaan atau identitas diri. Tetapi diduga disematkan kepada pegawai terkait dengan soal-soal kerja dan fungsi di KPK.
Senada, penjelasan Anam itu dibenarkan oleh M Jasin. Taliban di sini artinya pegawai yang tidak gampang dipengaruhi integritasnya.
ADVERTISEMENT
"Taliban itu sebenarnya bahwa orang-orang itu tidak bisa dipengaruhi tidak bisa di-remote dari luar lah gampangnya karena dia taat pada peraturan perundangan dan taat pada kode etik diajak makan di restoran tidak mau, dijemput saat kunjungan di daerah sosialisasi misalnya engga mau, 'loh kami sudah menerima perjalanan dinas biaya termasuk hotel nya Pak. Sudah kami saja tak usah ditanggung'," ucap Jasin.
Perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK berfoto bersama usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
Jasin bercerita, ia pun pernah menemukan istilah yang sama saat melakukan sidak di Bea Cukai. Menurut dia, istilah yang sama juga disematkan kepada 7 orang pegawai Bea Cukai yang tidak pernah mau menerima suap.
"Seperti saya pada waktu melakukan sidak ke Bea Cukai waktu itu, ada 7 orang yang tidak pernah menerima suap itu disebut oleh lingkungan sana juga Taliban. Itu tahun 2008, istilah Taliban ke suatu lingkungan pegawai itu sudah ada pada saat masuk di Bea Cukai di tahun 2008," kata dia.
ADVERTISEMENT
Ia menyatakan, istilah Taliban ini kemudian saat ini digunakan sebagai stigma negatif untuk memojokkan orang-orang di KPK. Padahal, mereka adalah orang-orang yang berprestasi. Ia pun menegaskan toleransi antar umat beragama di KPK terjalin dengan baik.
"Tidak ada yang ekstrem terhadap agama tertentu tidak ada. Enggak toleransi enggak ada itu. Memang di dalam kode etiknya didasari religiusitas, integritas tanggungjawab, keadilan kepemimpinan, gitulah," ucapnya.
"Enggak tahu itu asalnya dari mana, jadi stigma itu berasal berasal dari luar. Di KPK hubungan antara beragama itu bagus. Wong hubungan antara yang termasuk 51 pegawai ini bagus, meski berasal dari agama berbeda-beda. Ada Kristen Buddha, masa mereka juga Taliban," pungkasnya.