Perindo Dukung Rizal Ramli Gugat PT 0%: Masyarakat Butuh Capres Alternatif

7 September 2020 12:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekjen Perindo Ahmad Rofik Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen Perindo Ahmad Rofik Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mantan Menko Maritim, Rizal Ramli, menggugat syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) sebesar 20 persen dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Rizal Ramli ingin presidential threshold dihapus menjadi 0 persen agar menghadirkan banyak calon presiden di Pilpres 2024.
ADVERTISEMENT
Menanggapi itu, Sekjen Perindo Ahmad Rofiq menyebut partainya, sebagai peserta pemilu 2019 yang tak lolos parlemen, mendukung upaya Rizal Ramli agar presidential threshold menjadi 0 persen. Sebab, kata dia, dalam sistem demokrasi Indonesia, setiap parpol memiliki hak mencalonkan calon presiden.
"Aspirasi masyarakat dan civil society terkait tidak diperlukannya PT adalah aspirasi yang perlu didukung. Karena masyarakat juga memerlukan alternatif pemimpin dari calon-calon yang diusulkan oleh parpol peserta pemilu. Saya mendukung langkah-langkah judicial review yang dilakukan oleh masyarakat agar PT tidak ada lagi," kata Rofiq saat dihubungi, Senin (7/9).
"Sistem multipartai yang diikuti oleh demokrasi kita memang tidak seharusnya mengatur PT dengan persentase, mengingat partai mempunyai kedaulatan yang cukup tinggi dalam melaksanakan pemilu. UUD juga tidak mengatur PT, justru memberikan penegasan capres cawapres dapat diusung oleh parpol atau gabungan parpol," sambung dia.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman sekaligus ekonom senior Rizal Ramli. Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
Menurut Rofiq, presidential threshold dapat berakibat fatal terhadap masa depan sistem demokrasi. Sebab, kata dia, dikhawatirkan presidential threshold dapat menghadirkan oligarki kepemimpinan. Termasuk di Pilpres 2024.
ADVERTISEMENT
"PT ini berakibat fatal terhadap masa depan demokrasi, karena dengan adanya PT ini, maka demokrasi telah berubah wujud menjadi oligarki dan penentu sebuah bangsa yang besar ini hanya ditentukan oleh segelintir orang," tuturnya.
Padahal, Rofiq menuturkan, masyarakat menginginkan sistem demokrasi dapat memberikan kebebasan bagi pihak yang ingin berkontribusi membangun negara. Dia juga tak ingin masyarakat hanya dijadikan objek demokrasi demi kepentingan segelintir orang.
"Demokrasi yang dicita-citakan untuk dan atas nama rakyat hanya sebatas kata kata. Hal ini karena rakyat hanya dijadikan sebagai label, obyek demokrasi bukan sebagai subyek demokrasi," tandas Rofiq.