Perjalanan Polemik Pembebasan Tahanan untuk Cegah Penularan Corona di Lapas

7 Mei 2020 9:50 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/2). Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/2). Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
MenkumHAM Yasonna H Laoly sempat menerbitkan membuat kebijakan untuk membebaskan 39 ribu narapidana untuk mencegah penularan virus corona di lapas. Lapas menjadi salah satu lokasi 'strategis' penularan corona, apalagi dengan kapasitasnya yang melebihi batas.
ADVERTISEMENT
Dalam kebijakan itu, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh narapidana agar bisa keluar dari lapas. Mulai dari masa tahanan yang sudah berjalan dua pertiga hingga tidak terkait dengan PP 99 tahun 2012.
Namun, keputusan tersebut menuai polemik di tengah masyarakat. Sejumlah narapidana justru kembali berulah setelah keluar dari penjara melalui program ini.
Berikut perjalanan panjang polemik pembebasan narapidana untuk mencegah penularan virus corona di lapas:

31 Maret 2020

Keputusan membebaskan sejumlah napi ini tertuang dalam Keputusan Menteri Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020. Surat tersebut diteken oleh Yasonna pada 30 Maret 2020 silam.
"Pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak melalui asimilasi dan integrasi adalah upaya pencegahan dan penyelamatan narapidana dan anak yang berada di lapas, lembaga pembinaan khusus anak, dan rutan dari penyebaran COVID-19," bunyi surat yang diteken Yasonna pada Senin (30/3).
ADVERTISEMENT
Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum dan Kerja Sama Kemenkumham, Bambang Wiyono pun menekankan bahwa setidaknya akan ada sekitar 30 ribu narapidana yang akan bebas dengan keputusan tersebut.

1 April 2020

Menurut Yasonna, jumlah napi yang dibebaskan masih belum cukup karena penghuni lapas masih melebihi kapasitas. Untuk itu, Yasonna mengusulkan agar sekitar 300 napi korupsi yang berusia 60 tahun ke atas dan telah menjalani 2/3 hukuman bisa dibebaskan.

2 April 2020

Untuk bisa mewujudkan hal itu, Yasonna mengusulkan agar PP 99/2012 bisa direvisi. Dalam PP yang terbit di era pemerintahan SBY itu, pemberian remisi dibatasi bagi napi kejahatan luar biasa, termasuk korupsi.
Usulan Yasonna itu pun langsung menuai kritik. Menurut ICW, wacana tersebut merupakan akal-akalan agar terpidana korupsi bisa segera bebas.
ADVERTISEMENT

4 April 2020

Video conference Menko Polhukam Mahfud MD dengan awak media. Foto: Dok. Humas Kemenko Polhukam
Namun, Menkopolhukam Mahfud MD membantah jika pemerintah sudah memiliki rencana merevisi PP 99/2012. Ia memastikan, tidak ada rencana membebaskan napi korupsi demi mencegah penyebaran virus corona.
"Agar clear ya, sampai sekarang pemerintah tidak merencanakan mengubah atau merevisi PP 99 Tahun 2012. Sehingga tidak ada rencana memberi remisi atau pembebasan bersyarat kepada pelaku atau kepada narapidana korupsi juga terhadap teroris, juga tidak ada terhadap bandar narkoba," ungkap Mahfud MD.

8 April 2020

Setelah 9 hari keputusan tersebut berlaku, total sudah ada 35 ribu narapidana yang dibebaskan. Pembebasan melalui mekanisme asimilasi dan integrasi itu masih akan dilakukan hingga status darurat COVID-19 dihentikan.

7-11 April 2020

Namun, beberapa napi yang dibebaskan karena corona, malah justru berbuat ulah kembali di masyarakat. Mereka berbuat kejahatan hanya beberapa hari setelah dibebaskan.
ADVERTISEMENT
Hal itu terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Misalnya di Bali, Sulawesi Selatan, Surabaya, hingga Jakarta.

20 April 2020

Konferensi pers Menkumham Yasonna Laoly soal terkait Tanjung Priok, Rabu (22/1). Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
Karena ada sejumlah napi yang kembali berulah setelah keluar, Yasonna lalu meminta jajarannya mengevaluasi berjalannya program pembebasan itu. Salah satunya soal pengawasan agar para napi yang dibebaskan tak berbuat kriminal lagi.

28 April 2020

Akibat keputusan tersebut, Yasonna juga digugat ke Pengadilan Negeri Surakarta. Melansir situs pengadilan, ada beberapa pihak yang menjadi penggugat. Termasuk di antaranya Boyamin Saiman, Arief Sahudi, serta Perkumpulan Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen.
Gugatan tercatat dengan nomor perkara 76/Pdt.G/2020/PN Skt. Perkara didaftarkan sejak 27 April 2020.
Terdapat 6 poin gugatan yang dilayangkan. Salah satunya, keputusan Yasonna yang membebaskan napi karena corona justru menimbulkan keresahan di masyarakat.
ADVERTISEMENT

4 Mei 2020

Meski demikian, Yasonna menyatakan napi yang berbuat ulah lagi usai dibebaskan jumlahnya sangat sedikit. Dari 39 ribu napi yang sudah dibebaskan, menurut Yasonna, hanya sekitar 50 saja yang berbuat kriminal lagi.
Yasonna juga mengapresiasi sejumlah napi yang berkontribusi di masyarakat usai dibebaskan. Kontribusi para napi itu dinilai sangat berguna, khususnya saat kondisi pandemi saat ini.

6 Mei 2020

Yasonna menilai kebijakannya itu merupakan langkah yang tepat untuk mencegah penyebaran corona di lapas atau rutan. Selain itu, pembebasan narapidana tersebut rupanya juga berdampak pada anggaran KemenkumHAM untuk merawat narapidana.
Setelah program tersebut dijalankan, KemenkumHAM berhasil menghemat anggaran sekitar Rp 341 miliar di tahun 2020.
Sisa anggaran tersebut rencananya akan dialihkan ke sejumlah sektor. Mulai dari pembangunan lapas medium security di Nusakambangan, penambahan hunian di beberapa lapas, perbaikan lapas, hingga pembangunan lapas baru dan penanganan COVID-19.
ADVERTISEMENT
-------------------------------
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona. Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.